Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 17 Juni 2021 | 20:07 WIB
Wali Nagari bersama KAN Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, sedang menggelar rapat. [Dok.Covesia.com]

SuaraSumbar.id - Pembangunan pasar tradisional di Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar) menuai polemik. Akibatnya, wali nagari, badan musyawarah nagari (Bamus) dan sejumlah pengurus pasar tersebut dilaporkan ke polisi.

Salah seorang pedagang Pasar Sungai Batang, Ani Arifin (66) mengatakan, pihaknya merasa dizalimi oleh wali nagari dan Ketua KAN saat itu. Menurutnya, pasar tradisional dikuasai ninik mamak melalui Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) bersama Pemerintahan Nagari dan Anak Nagari.

“Pembangunan dan pembongkaran kedai tanpa persetujuan, kami menolak sejak awal pembangunan ini karena tidak ada kejelasan. Bangunan yang dibangun saat ini tidak sesuai harapan. Sementara hutang piutang kami di bank terus menjadi tekanan. Jual beli sejak kedai di sini sungguh tidak memadai,” katanya, dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com, Kamis (17/6/2021).

Ani mengaku telah berdagang di kedai di atas tanah Pasar Sungai Batang selama 61 tahun. Ia memiliki surat PBB dan rutin membayarnya. Kemudian juga surat sewa tanah pasar dan surat segel perjanjian atau kesepakatan.

“Kami siap menanti di Pengadilan Negeri jika memang harus berlanjut ke hukum perdata. Jika ada yang mampu menfasilitasi, kami sangat bersyukur,” katanya.

Baca Juga: Peralatan Mitigasi Tsunami di Padang Kerap Dicuri, BPBD Kesal

Hal itu dibenarkan Edison Katik Basa, ninik mamak dari Ani Arifin. “Awal pembangunan dimulai tidak ada sosialisasi, pedagang kaget. Tidak lama, wali nagari Sungai Batang meminta kami mengkosongkan kedai nan tujuh. Karena alat berat akan bekerja dan meruntuhkan semua bangunan lama. Kondisi ini membuat kami sangat kecewa,” ujarnya.

Ketua KAN Sungai Batang Syawaluddin Dt Mangkudun mengatakan, awalnya pembangunan ini berjalan lancar dan aman. Bahkan, telah beberapa kali melakukan rapat dan mendapat keputusan persetujuan dari seluruh pihak.

Akan tetapi polemik mulai terjadi ketika pembangunan tuntas dikerjakan. Pengurus KAN, wali nagari, pengurus pasar dan anggota Bamus Sungai Batang dilaporkan ke Polres Agam dari salah seorang pedagang.

“Kami dilaporkan ke Polres Agam karena dianggap merusak bangunan miliknya. Padahal sebelumnya kesepakatan pembangunan dengan pembongkaran telah disepakati. Malah lahan atau tanah kawasan pasar tradisional Sungai Batang milik 8 suku dari empat puluh kurang dua ninik mamak se Sungai Batang,” katanya.

Dt Mangkudun mengatakan, pasar tradisional sungai Batang merupakan pasar tertua dan terbesar di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Pernah menjadi pusat penghimpun rempah-rempah seperti kulit manis, pala dan cengkeh.

Baca Juga: Terbaru, Bupati Solok Ungkap Korban Sodomi Pengasuh Ponpes M Natsir Ternyata Belasan Orang

Seiring berjalannya waktu, sempat terjadi beberapa kali bencana kebakaran dan direhab. Namun tahun 2019, pasar tradisional ini mendapatkan bantuan pembangunan melalui dana DAK Pemerintah Pusat.

Pada Oktober 2019, penyediaan tanah untuk pembangunan dapat dana APBN. Hingga siap pembangunan, sebelumnya telah dibersihkan dan diukur.

Bahkan, Timsus Anggota DPRD Agam sempat turun untuk melihat bangunan dan pemerintahan nagari meminta peralihan aset dari pusat menjadi pemerintahan nagari.

Sejak awal pembangunan pedagang tersebut pernah diikut sertakan dan sempat menolak. Hingga penyerahan kunci kedai yang telah dibangun, pedagang itu pun tetap menolak.

Perwakilan Bamus Sungai Batang, Alizar Kahar Datuk Sati mengatakan, pasar ini milik delapan suku dari ninik mamak empat puluh kurang dua.

Pembangunan Balairuang sempat berlangsung pada 1960, termasuk pembangunan kantor wali nagari dan sekililing pasar.

Sementara, kedai nan tujuh dibangun tahun 1957, sekaligus keaktifannya Panghulu Pasar bersama Majelis Adat Nagari melambangkan tujuh jorong, delapan suku dari empat puluh kurang dua ninik mamak se Sungai Batang.

“Khusus pada Ani Arifin merupakan pedagang yang menghuni tiga kali perdagangan penggantian sebelumnya,” terangnya.

Tahun 1993, Ani belum memiliki rumah dan memohon untuk bisa melanjutkan pemakaian kedai dan tanah. Saat itu, Alizar Kahar Datuk Sati selaku Panghulu Pasar bersama SP Datuak Bandaro Kayo berkesempatan memberi permohonan tersebut meminta surat keterangan melakukan usaha, dan disetujui. Namun Surat yang telah diberikan kepercayaan malah menjadi kekuatan hukum untuk menentang saat ini.

Load More