Tugu Simpang Tinju Padang, Ada Kisah di Balik Kepalan Tangan

Bagindo Aziz Chan lahir di Kota Padang pada 30 September 1910.

Suhardiman
Minggu, 21 September 2025 | 00:12 WIB
Tugu Simpang Tinju Padang, Ada Kisah di Balik Kepalan Tangan
Tugu Simpang Tinju di Padang. [ [dok Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang]
Baca 10 detik
  • Monumen yang secara resmi bernama Tugu Bagindo Aziz Chan ini bukan sekadar patung biasa
  • Bagindo Aziz Chan merupakan Wali Kota Padang , menggantikan Mr. Abu Bakar Djaar
  • Bagindo Aziz Chan pun gugur seketika di tempat

SuaraSumbar.id - Bagi Anda yang tinggal atau pernah melintas di Kota Padang, Sumatera Barat, pasti sudah tidak asing lagi dengan monumen kepalan tangan raksasa yang tegak berdiri di tengah pertigaan antara Lapai, Siteba dan Gunung Pangilun.

Sehari-hari, tempat ini akrab disapa Simpang Tinju, seolah menyingkirkan nama aslinya yang kurang populer. Tugu ini seakan menjadi saksi bisu dari setiap aktivitas kota yang tak pernah berhenti.

Namun, apakah Anda tahu, di balik bentuknya yang unik, monumen ini menyimpan sebuah kisah heroik yang jarang diceritakan?

Sebuah cerita tentang pengorbanan, darah, dan air mata seorang patriot bangsa yang rela mengorbankan segalanya demi kemerdekaan.

Monumen yang secara resmi bernama Tugu Bagindo Aziz Chan ini bukan sekadar patung biasa. Ia adalah simbol, sebuah pengingat abadi akan jasa besar seorang pahlawan.

Monumen ini diresmikan pada 19 Juli 1985 oleh Wali Kota Padang saat itu, Syarul Ujud. Bentuknya yang ikonik, sebuah kepalan tangan perkasa yang menengadah ke langit, dipilih dengan penuh makna.

Kepalan tangan ini adalah simbol dari semangat juang yang membara, tekad yang bulat, dan perlawanan tanpa kompromi.

Siapakah Bagindo Aziz Chan?

Mungkin banyak dari Anda yang hanya mengenal namanya dari jalan atau tugu, tanpa benar-benar memahami siapa sebenarnya Bagindo Aziz Chan.

Bagindo Aziz Chan lahir di Kota Padang pada 30 September 1910. Dirinya merupakan Wali Kota Padang , menggantikan Mr. Abu Bakar Djaar.

Jabatannya yang diembannya tidaklah mudah. Sebab, ia menerima amanat untuk memimpin Kota Padang di masa-masa paling genting.

Kala itu Belanda berupaya berusaha kembali menancapkan kekuasaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Tragedi 19 Juli 1947

Peristiwa pada 19 Juli 1947 sore menjadi salah satu titik tragis dalam perjalanan perjuangan Bagindo Aziz Chan.

Mobil yang ditumpanginya bersama keluarga menuju Padang Panjang, dicegat oleh pasukan Belanda di bawah komando Letnan Kolonel Van Erps di daerah Purus.

Dengan alasan terjadinya sebuah insiden, Bagindo Aziz Chan dipindahkan ke sebuah jeep militer dan dibawa ke garis demarkasi di Nanggalo untuk menjalankan apa yang disebut sebagai inspeksi.

Namun, rencana tersebut ternyata hanyalah tipu muslihat yang telah disusun secara licik. Sesaat setelah turun dari kendaraan, ia tertembak di lehernya. Bagindo Aziz Chan pun gugur seketika di tempat.

Hasil pemeriksaan forensik yang dilakukan empat orang dokter mengungkapkan fakta yang jauh lebih tragis.

Ditemukan bekas memar di belakang kepala yang diakibatkan pukulan benda tumpul. Selain itu, terdapat tiga bekas tembakan di wajahnya.

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa serta pengorbanannya, jenazah Baginda dimakamkan secara khidmat di Taman Bahagia, Bukittinggi, dengan status sebagai pahlawan bangsa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini