Bakal Jadi Cagar Alam, KLHK Tutup Permanen 9 Kawasan Wisata Ilegal TWA Megamendung Tanah Datar!

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menutup secara permanen kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Megamendung di Kabupaten Tanah Datar.

Riki Chandra
Kamis, 26 Juni 2025 | 12:32 WIB
Bakal Jadi Cagar Alam, KLHK Tutup Permanen 9 Kawasan Wisata Ilegal TWA Megamendung Tanah Datar!
Petugas gabungan memasang plang pemberitahuan larangan aktivitas di kawasan Taman Wisata Alam Megamendung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar) pada Rabu (25/6/2025). [Dok. Antara/Muhammad Zulfikar]

"Sebagaimana rencana dari pemerintah, TWA ini nanti akan dinaikkan statusnya menjadi cagar alam," kata Yazid.

Pihaknya juga menyebutkan bahwa di bagian belakang kawasan hutan lindung ini terdapat area yang sudah memiliki izin perhutanan sosial dan dikelola oleh masyarakat.

Atas dasar itu, warga diminta untuk menempuh prosedur perizinan resmi jika ingin memanfaatkan kawasan hutan.

"Kami mendorong masyarakat memanfaatkan kawasan hutan secara legal. Untuk mekanisme silakan ke kementerian terkait," imbuh Yazid.

Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Hartono, menyebut persoalan ini sudah berlangsung lama.

Aktivitas di TWA Megamendung telah dimulai sejak 1999 tanpa adanya komunikasi dengan pihak pengelola konservasi.

"Kawasan ini dibuka sekitar tahun 1999. Satu hal, sebenarnya BKSDA sudah memberikan peringatan terkait keberadaan destinasi wisata yang ada di dalam kawasan konservasi," jelas Hartono.

Ia menjelaskan, walaupun secara regulasi TWA pada awalnya dapat dimanfaatkan masyarakat, namun kondisi terkini yang ditandai dengan bencana banjir bandang Marapi menjadi pemicu evaluasi besar-besaran.

BKSDA dan KLHK akhirnya menyepakati bahwa status TWA perlu ditingkatkan menjadi cagar alam demi keselamatan lingkungan dan masyarakat sekitar.

Evaluasi ini juga menjadi bentuk komitmen pemerintah dalam memperkuat perlindungan terhadap kawasan rawan bencana. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini