Lonjakan ini dipicu oleh tingginya permintaan masyarakat menjelang dan selama periode Idul Fitri 2025, di tengah pasokan yang terbatas. Beberapa komoditas yang menyumbang inflasi antara lain cabai merah yang melonjak 23,03 persen dan bawang merah yang naik 11,10 persen.
Namun, inflasi yang lebih tinggi berhasil diredam oleh turunnya harga beberapa bahan pangan, seperti daging ayam ras, beras, cabai rawit, dan cabai hijau. Penurunan ini terjadi seiring dengan masa panen di beberapa daerah sentra produksi di Sumatera Barat, sehingga pasokan meningkat.
Jika dilihat secara tahunan, inflasi Sumbar pada April 2025 mencapai 2,38 persen year over year (yoy). Angka ini masih berada dalam kisaran target nasional yang ditetapkan sebesar 2,5±1 persen.
Sebagai respons atas tren inflasi ini, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumbar terus memperkuat upaya stabilisasi harga.
"Kami akan terus menjaga pasokan dan memperlancar distribusi pangan strategis, serta menggelar operasi pasar di berbagai wilayah," kata Majid.
Langkah lain yang dilakukan adalah penguatan koordinasi antarinstansi melalui rapat rutin dan peningkatan komunikasi efektif kepada masyarakat untuk mendorong diversifikasi pangan.
Menurut Majid, sinergi antara pemerintah daerah, BI, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menjaga kestabilan harga.
Kenaikan harga emas dan tarif listrik menjadi pengingat bahwa pengaruh global dan kebijakan domestik dapat berdampak langsung terhadap kondisi ekonomi masyarakat di daerah.
Oleh karena itu, pengendalian inflasi melalui kebijakan yang adaptif dan terkoordinasi akan menjadi kunci menjaga daya beli masyarakat dan kestabilan ekonomi di Sumbar sepanjang 2025.