SuaraSumbar.id - Setelah pasangan Mahyeldi-Vasco Ruseimy resmi ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat periode 2024-2029 oleh KPU Sumbar pada Kamis (9/1/2025), Walhi Sumbar bersama Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Simpul Sumbar menyerahkan daftar sepuluh pekerjaan rumah (PR) terkait isu lingkungan kepada pemimpin terpilih.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Putranto, menyoroti dampak serius proyek infrastruktur, seperti jalan tol Padang-Sicincin.
“Proyek ini telah merusak lingkungan, memicu konflik sosial, dan mengganggu ruang hidup masyarakat adat. Penggunaan material tambang ilegal untuk proyek ini memperparah kerusakan,” ujar Wengki.
Wengki juga mengkritik kebijakan perhutanan sosial yang dianggap menghapus identitas tanah ulayat masyarakat adat.
Baca Juga:Sah! KPU Tetapkan Mahyeldi-Vasko Gubernur dan Wagub Sumbar Terpilih 2024-2029
Dari luas hutan di Sumbar, hanya 0,30% diakui sebagai hutan adat. Ia mendesak penghentian izin perhutanan sosial kecuali untuk hutan adat. “Kebijakan ini menjadi akar konflik dan harus segera dikoreksi,” tegasnya.
Pemerintah baru diminta menerapkan kebijakan energi yang adil dan melibatkan masyarakat adat. Proyek PLTS Singkarak dianggap melanggar prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent) dan memicu trauma bagi warga yang sebelumnya terdampak PLTA Singkarak.
Kerusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akibat tambak udang dan kebun sawit menjadi perhatian utama. Hutan mangrove yang dikonversi menyebabkan pencemaran air laut dan sungai, seperti di Padang Pariaman.
Walhi juga meminta penyusunan peta jalan pemulihan tanah ulayat di wilayah konflik agraria, termasuk Agam, Pasaman Barat, dan Darmasraya.
Walhi menekankan pentingnya audit lingkungan menyeluruh, terutama untuk investasi yang tidak berbasis mitigasi bencana.
Baca Juga:Penerbangan Padang-Singapura 3 Kali Seminggu, Scoot Airlines Optimis dengan Potensi Wisata Sumbar
“Tambang Galian C di Air Dingin dan pembangunan di Lembah Anai memperburuk risiko bencana,” jelas Wengki.
Jaka HB, Koordinator SIEJ Simpul Sumbar, menambahkan bahwa Sumbar kehilangan 15.000 hektare hutan setiap tahun, sementara abrasi telah menggerus setengah garis pantai di wilayah ini.
“Krisis ekologis ini harus menjadi prioritas gubernur terpilih,” tegasnya.
Rifai, Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai, memperingatkan agar pemerintah tidak menambah izin perkebunan atau kehutanan yang dapat memperburuk konflik.
“Jika gubernur ingin membawa kepentingan masyarakat Sumbar, ia harus berani menolak menjadi perpanjangan tangan pusat,” pungkas Rifai.
Kepemimpinan Mahyeldi-Vasco diharapkan membawa arah kebijakan lingkungan yang lebih berpihak kepada masyarakat dan alam Sumatera Barat, dengan menjadikan sepuluh PR ini sebagai prioritas utama.
Kontributor : Rizky Islam