SuaraSumbar.id - Kuda legendaris milik Pemerintah Kota Bukittinggi, Fort De Kock, dikabarkan mati pada Kamis (10/7/2025) sekitar pukul 11.30 WIB.
Kabar duka ini menyelimuti kalangan pecinta kuda pacu, terutama karena Fort De Kock dikenal sebagai pejantan unggulan yang menghasilkan keturunan juara di lintasan pacuan Sumatera Barat dan nasional.
Kepala Dinas Pertanian Bukittinggi, Hendry mengatakan, Fort De Kock telah berusia 19 tahun saat menghembuskan napas terakhirnya.
"Kuda ini dibeli oleh Wali Kota Djufri pada 2008 seharga Rp 800 juta. Ia satu-satunya aset kuda pejantan milik Pemkot," kata Hendry.
Menurut Hendry, penyebab pasti kematian kuda asal Australia tersebut belum diketahui. Namun, selama dua pekan terakhir Fort De Kock menunjukkan gejala demam.
“Kami sudah melaporkan kematian ini ke Wali Kota. Kuda akan dikubur dengan pengawasan tim forensik dan laboratorium hewan. Beberapa bagian tubuh juga akan diambil untuk pemeriksaan,” jelasnya.
Fort De Kock secara rutin menjalani pemeriksaan kesehatan. Dalam dua tahun terakhir, kekuatan fisiknya terus menurun.
“Hasil labor terakhir menunjukkan HB tinggi dan terdapat pembengkakan di bagian kaki. Kuda ini sempat mendapatkan infus dua botol,” imbuh Hendry.
Kabar meninggalnya kuda legendaris ini langsung mengundang kehadiran mantan Wali Kota Bukittinggi, Djufri, ke kantor Dinas Pertanian. Ia merupakan sosok yang mendatangkan kuda tersebut ke Bukittinggi.
“Tentu saya berduka. Saya yakin seluruh pecinta kuda pacu juga merasakannya. Fort De Kock telah banyak mengharumkan nama Bukittinggi lewat prestasi luar biasa dari keturunannya,” kata Djufri.
Fort De Kock memiliki postur gagah dengan tinggi mencapai 170 cm. Dari keturunannya, lahir banyak kuda pacu juara yang menorehkan prestasi di berbagai ajang, termasuk arena nasional.
Seorang peternak kuda di Bukittinggi, Oskar Mentoih, mengungkapkan nilai Fort De Kock bisa mencapai Rp 2,5 miliar jika dikalkulasikan dengan harga saat ini.
“Kami sangat kehilangan. Semoga ke depan ada lagi pejantan tangguh yang bisa menggantikan Fort De Kock,” ujarnya.
Fort De Kock masih dikenang sebagai pionir kebangkitan kuda pacu Bukittinggi, menjadi bagian penting dalam perjalanan olahraga balap kuda di Sumatera Barat. Meninggalnya kuda ini bukan hanya kehilangan secara fisik, namun juga secara historis dan simbolis bagi pecinta kuda pacu Indonesia. (Antara)