SuaraSumbar.id - Sampah plastik musuh nyata yang masih mencemari laut Indonesia. Data Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) mengungkap produksi sampah plastik di perairan negeri ini tembus 398.000 ton tahun 2022. Angka itu turun 35,36 persen dibandingkan 2018 yang jumlahnya lebih dari 615 ton.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menyuarakan "perang" terhadap sampah plastik di perairan Indonesia. Upaya serius pemerintah itu juga dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang menargetkan pengurangan sampah plastik di laut hingga 70 persen di tahun 2025.
Meski begitu, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap sampah juga sangat dibutuhkan. Mustahil laut yang luasnya lebih dari 5,8 juta kilometer persegi itu bersih dari sampah, jika semua tanggungjawab disandangkan ke "pundak" negara. Fakta itu menjadi salah satu alasan lahirnya Komunitas Pengawas Rimba Peduli di Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar).
Komunitas peduli sampah laut itu digagas Reno Putra alias Reno Rimba sejak 2018 atau sebelum hadirnya gerakan Bulan Cinta Laut (BCL) yang digagas pemerintah sejak 2022. Menariknya, sampah plastik laut itu "disulap" jadi bahan bakar minyak (BBM) Solar yang kini telah dimanfaatkan oleh nelayan hingga operasional resort dan penginapan.
"Sudah 6 tahun kami membersihkan sampah plastik laut dan mengubahnya jadi BBM jenis solar. Sekarang komunitas ini dinaungi Yayasan Rimba Indonesia," kata Reno Rimba membuka perbincangan dengan SuaraSumbar.id, Senin (12/8/2024).
Komunitas Rimba Peduli hadir dari keprihatinan Reno Rimba terhadap kondisi kampungnya yang berada di pinggir pantai, penuh dengan sampah plastik. Dia sendiri memiliki sebuah resort di Pulau Marak yang butuh 30 menit perjalanan dengan kapal dari kampung halamannya, Sungai Pinang.
Reno ingin perjalanan tamu-tamunya yang banyak datang dari luar negeri, tidak melihat sampah-sampah berserakan di sepanjang perjalanan menuju Pulau Marak. Kondisi itu tentu saja membuat pengunjung tidak betah berlama-lama di daerah wisata itu. "Saya ingin kampung bersih dari sampah. Pengunjung datang nyaman. Ini menguntungkan untuk masyarakat kami yang hidup dari kunjungan wisata juga," katanya.
Akhirnya, Reno menggagas Komunitas Rimba Peduli. Semuanya berawal dari modalnya sendiri. Gerakan bersih-bersih sampah laut ini awalnya hanya dilakoni 6 orang, termasuk Reno. Perlahan-lahan, masyarakat hingga anak-anak di kampungnya ikut terpancing hingga aktif mengumpulkan sampah.
"Alhamdulillah sampai hari ini. Kami juga sudah sediakan tong sampah di setiap persimpangan jalan di kampung ini, termasuk di pinggir pantai," katanya.
Menariknya, sejak awal menghadirkan Komunitas Rimba Peduli, Reno telah menyiapkan mesin penghancur sampah plastik menjadi BBM Solar. Mesin hidrolik seharga Rp 40 juta itu dibeli dengan uang sendiri dan bantuan sejumlah rekannya.
"Mesin ini dibantu pembuatannya oleh kawan di Bali, Get Plastic Foundation. Sebelum bangun komunitas, saya pikirkan dulu sampah-sampah plastik ini mau diapakan? Jadi gerakan ini tidak sekadar bersih-bersih sampah di pantai begitu saja," katanya.
Reno tak memastikan berapa jumlah sampah plastik yang dikumpulkan komunitas Rimba Peduli setiap hari. Mayoritas masyarakat, anak-anak muda, hingga para nelayan kini aktif terlibat memungut sampah. "Nelayan yang bantu kumpul sampah 10 kilogram, kami tukar hasilnya dengan BBM Solar 3-5 liter. Jadi, manfaatnya langsung dirasakan," katanya.
Anggota Komunitas Rimba Peduli, Antoni Oktafrian mengatakan, mesin hidrolik itu mampu menghancurkan 10 kilogram sampah plastik. Jumlah tersebut idealnya mampu menghasilkan sekitar 5 liter BBM Solar. "Kadang hanya 3-4 liter. Mesinnya sudah tua," kata Antoni.
"Kami sedang pesan mesin pemecah plastik berkapasitas 50 kilogram. Mudah-mudahan datang akhir tahun ini," sambung Reno lagi.
Antoni mengatakan, hasil BBM Solar dari sampah plastik sudah dimanfaatkan oleh para nelayan di Sungai Pinang. Selain itu, Solar juga menjadi bahan bakar operasional resort milik Reno yang dibelinya kepada komunitas.
"Kalau produksi (BBM Solar) lebih banyak, tentu nelayan-nelayan di kampung kami tidak perlu lagi mengantre BBM di SPBU. Sekarang baru menghasilkan 80 liter Solar per tahun," kata lelaki 29 tahun itu.
Perlindungan Penyu
Selain berjuang memanfaatkan sampah plastik laut, Komunitas Rimba Peduli juga ikut menyelamatkan penyu, hewan laut yang habitatnya terancam punah dan sangat dilindungi di Indonesia. Gerakan penyelamatan penyu itu sudah berlangsung sejak 2021 lalu.
Reno mengatakan, gagasan penyelamatan penyu hadir karena banyaknya telur penyu yang tidak selamat akibat predator, termasuk ulah manusia. Menariknya, metode perlindungan penyu yang dijalankan Reno cukup unik.
Alih-alih melakukan penangkaran, Komunitas Rimba Peduli justru melindungi telur penyu di habitat aslinya dengan cara memagari area tersebut. Jika lokasi telur terlalu jauh dan sulit diawasi, maka dipindahkan ke tempat yang lebih aman yakni di pos pengawasan penyu di kawasan Pulau Marak.
Telur penyu tersebut dilindungi dengan pagar waring. Dengan begitu, predator tidak bisa mengganggunya hingga menetas. Namun, ada juga yang tidak sampai menetas karena diterjang ombak.
"Agak beda dengan konservasi biasa, kami merawat telurnya. Kalau sudah menetas, kami lepas kembali ke alamnya," katanya.
Langkah Reno dan komunitasnya dalam penyelamatan penyu awal ditolak sejumlah masyarakat yang biasa mengambil telur penyu untuk diperjual belikan. Mereka menilai gerakan itu mematikan mata pencaharian mereka. Berkat edukasi yang terus menerus diberikan, akhirnya program tersebut bertahan sampai hari saat ini.
"Masyarakat sudah menyadari bahwa penyu itu patut dilindungi. Sekarang tidak ada lagi pandangan miring terhadap penyelamatan penyu," katanya.
Kekinian, kata Reno, aksinya dalam menyelamatkan penyu juga mendapat perhatian dan dukungan langsung dari KKP. "Kami dibantu peralatan untuk konservasi penyu ini oleh KKP," katanya.
Rumah Pendidikan Lingkungan
Kontribusi Komunitas Rimba Peduli terhadap Nagari Sungai Pinang tak berhenti di sampah hingga penyelamatan penyu. Mereka juga menginisiasi Rumah Pendidikan Lingkungan. Tujuannya untuk menanamkan kecintaan anak-anak di kampung tersebut terhadap lingkungan. Kemudian, membekali mereka dengan pengetahuan merawat alam yang sesungguhnya.
Antoni Oktafrian mengatakan, sekitar 80 orang anak dengan rentang usia 7 hingga 13 tahun aktif belajar setiap hari di Rumah Pendidikan Lingkungan Rimba Peduli. Mereka dilatih berbagai keterampilan. Mulai dari cara memanfaatkan sampah plastik, membuat tempat pensil, hingga mengumpulkan sampah laut.
"Kami juga ajarkan anak-anak bahasa Inggris, termasuk kelas menari tradisional. Ada lima pengajar yang disediakan yayasan Komunitas Rimba Peduli untuk anak-anak Nagari Kampung Pinang," katanya.
Anak-anak itu belajar setiap hari mulai pukul 14.00 WIB hingga 16.00 WIB. Jika hari libur, mereka belajar dari pagi hingga sore hari, dengan tambahan kelas malam dari pukul 19.00 WIB hingga 20.30 WIB.
Khusus di hari Minggu, anak-anak diajak belajar di alam terbuka. Mereka mengeksplorasi lokasi mangrove, sawah, serta melakukan aksi bersih pantai. "Akhir pekan, mereka kadang juga menggambar di lokasi wisata laut. Ada juga edukasi untuk remaja, seperti membuat tas kain dan sedotan bambu," katanya.
Rumah Pendidikan Lingkungan Komunitas Rimba Peduli berada di lantai atas tempat pengolahan plastik menjadi BBM Solar. Selain ruangan belajar, juga terdapat ruangan perpustakaan dengan ragam buka bacaan.
Sejatinya, Yayasan Rimba Indonesia yang menaungi Komunitas Rimba Peduli, memiliki empat program utama. Pertama, pengolahan sampah pesisir laut menjadi BBM Solar, Rumah Pendidikan Lingkungan, konservasi penyu hingga konservasi hutan.
"Semoga kami terus bisa menjaga laut ini untuk diteruskan kelak ke anak cucu," kata Reno menyudahi.
Gerakan BCL untuk Ekonomi Biru
KKP mengapresiasi aksi peduli laut yang digencarkan Komunitas Rimba Peduli di Sungai Pinang. Pertengahan Mei 2024 lalu, KKP memberikan bantuan bagi Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi (KOMPAK), termasuk untuk komunitas yang digagas Reno Rimba itu. Bantuan tersebut merupakan bukti komitmen KKP menjaga kawasan konservasi.
Bantuan KKP untuk Komunitas Rimba Peduli berupa mesin tempel, genset, plang nama, toilet portable, senter kepala, pelampung, tenda, kamera digital hingga printer. Komunitas tersebut dianggap tak sekadar peduli sampah, namun juga aktif menyelematkan penyu yang perlindungannya diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Tak hanya itu, perlindungan penyu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar. Kemudian, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi dan Surat Edaran KKP RI Nomor SE.526 Tahun 2015 yang mengatur tentang Pelaksanaan Perlindungan Penyu, termasuk telur, bagian tubuh, dan/atau produk turunannya.
"KKP memperkuat dan suport kelompok masyarakat peduli laut dengan berbagai kegiatan. Mulai dari penguatan kapasitas, bimtek, hingga bantuan konservasi," kata Analis Pengusahaan Jasa Kelautan di UPT KKP Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, Hadi Prayitno, kepada SuaraSumbar.id, Senin (19/8/2024).
BPSPL Padang yang menaungi 7 provinsi itu, menjadi "mata" dan "telinga" KKP di daerah. Mereka memantau dan memastikan kelanjutan dari gerakan peduli laut di lapangan. Mulai dari konservasi penyu hingga komunitas peduli sampah.
Selain konservasi, gerakan nasional BCL juga wujud kerja nyata KKP untuk mengurangi sampah di laut. Program bersih-bersih sampah BCL hadir sejak 2022 dan telah melibatkan ribuan nelayan di 18 kabupaten dan kota di Indonesia.
"BCL memberdayakan nelayan dan masyarakat untuk membersihkan sampah laut bersama-sama," kata Hadi.
Saat ini, ada 8 Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan di Kota Padang yang aktif memungut sampah laut setiap hari. Jumlah nelayan terlibat lebih dari 75 orang. "Mereka bergabung ke gerakan BCL setelah kami validasi," katanya.
Hadi mengatakan, isu sampah pesisir laut Indonesia sudah mendunia. Atas dasar itu, perlu kolaborasi berbagai pihak untuk menanganinya, seperti Pemprov Sumbar, Pemko, Pemkab, stakeholder terkait lainnya hingga komunitas masyarakat, seperti Rimba Peduli di Pesisir Selatan.
"Menjaga kesehatan laut dengan menggugah kesadaran semua orang peduli sampah. Dampaknya buruk sekali karena bisa merusak biota laut," bebernya.
Salah satu tujuan dari gerakan BCL adalah membangun kepedulian masyarakat, khususnya warga pesisir pantai hingga para nelayan. Sebab, salah satu penyebab sampah plastik mencemari laut adalah ulah perangai manusia yang buang sampah sembarangan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Reti Wafda mengatakan, Pemprov Sumbar terus mendukung dan bersama-sama menggerakkan penyelamatan laut dengan aksi peduli sampah lewat BCL.
Saat ini, kata Reti, produksi sampai di Sumbar mencapai 1.800 ton per harinya. Khusus di Kota Padang, bisa mencapai 600 ton per hari. Dari jumlah sampah tersebut, diperkirakan bocor ke laut hingga 30 persen. "Menjaga ekosistem laut salah satunya dengan mengurangi sampah plastik," katanya beberapa waktu lalu.
Dia berharap agar gerakan BCL mampu menyentuh masyarakat luas hingga mereka menyadari pentingnya menjaga laut. Dengan begitu, aktivitas membuang sampah sembarangan pun akan berkurang. Selain itu, menyadarkan bahwa sampah jika dikelola dengan baik justru bisa mendatangkan manfaat yang bernilai ekonomi.
"Buang sampah sembarangan merusak alam dan lingkungan kita sendiri," katanya.
Saat pelaksanaan BCL pada September 2023 di Kota Padang, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah juga mengapresiasi langkah KKP RI. Hal itu dibuktikan dalam 2 tahun kegiatan bersih-bersih pantai yang selalu dibersamai oleh Pemprov Sumbar.
"Kami berharap BCL terus berlanjut dan membawa dampak lebih luas lagi bagi masyarakat di pesisir Sumbar," katanya dalam keterangan resmi.
Mahyeldi juga memberikan dukungan moril hingga materil kepada para nelayan yang berkomitmen menjaga laut dari sampah. Bentuk dukungan itu yakni memberikan hadiah umrah gratis kepada nelayan pengumpul sampah terbanyak di tahun 2023. Komitmen tersebut juga mendapat apresiasi langsung dari Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono pada puncak apresiasi gerakan nasional BCL di Surabaya pada November 2023.
Program BCL KKP 2023 menggerakkkan sebanyak 1.350 nelayan Indonesia untuk terlibat dalam aksi bersih-bersih sampah laut. Gerakan BCL termasuk salah satu dari lima program Ekonomi Biru KKP dalam tata kelola kelautan hingga perikanan maju dan berkelanjutan. Sedikitnya, 820 ton sampah plastik terkumpul dari 18 kawasan pesisir laut di 18 provinsi pada gerakan BCL 2023.
Menteri KKP RI Sakti Wahyu Trenggono dalam keterangan persnya mengatakan, gerakan nasional BCL merupakan wujud dari komitmen pemerintah untuk memulihkan kesehatan laut dari dampak buruk sampah plastik. Menurutnya, masalah sampah di laut adalah persoalan serius. Apalagi, Indonesia pada 2020 berada di urutan ke-6 negara penghasil sampah terbanyak hingga distributor sampah plastik laut peringkat ke-5 di dunia.
Banyak faktor yang mempengaruhi banyaknya sampah di laut Indonesia. Salah satunya karena posisi geografis yang berada dekat Samudera Pasifik yang menjadi zona akumulasi sampah laut plastik terbesar. "Penanganan sampah laut melalui Gerakan BCL secara konsisten diharapkan terus meningkat," katanya.
KKP RI telah memproklamirkan lima kebijakan Ekonomi Biru mendukung Kerangka Kerja Ekonomi Biru ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Oktober 2023. Kebijakan itu adalah memperluas kawasan konservasi, penangkapan ikan terukur, pengembangan budidaya perikanan, pengawasan pulau-pulau kecil dan pesisir hingga perbersihan sampah plastik di laut yang menjelma menjadi gerakan nasional BLC.
Dalam KTT AIS di Bali, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan potensi Ekonomi Biru mesti dimanfaatkan secara berkelanjutan. Setiap kerjasama di sektor kelautan harus digerakkan berdasarkan prinsip laut adalah sumber kehidupan berkelanjutan dan berkeadilan.