SuaraSumbar.id - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) menyoroti masih maraknya warga yang mengonsumsi telur penyu di daerah tersebut. Padahal, reptil laut tersebut berstatus satwa dilindungi.
Mitos yang menyebut telur penyu bermanfaat untuk kesehatan disebut menjadi alasan sebagian masyarakat tetap memburunya.
"Padahal dari segi kesehatan telur penyu kurang baik untuk kesehatan, lebih baik telur ayam, itik dan telur lainnya," ujar Wakil Gubernur Sumbar, Vasko Ruseimy, Selasa (19/8/2025).
Vasko mengingatkan warga untuk tidak lagi percaya mitos tersebut dan memilih sumber protein lain yang lebih aman.
Pemprov Sumbar telah memiliki UPTD Penangkaran Penyu sebagai upaya pelestarian. Telur penyu yang ditemukan warga di pesisir sebaiknya diserahkan ke penangkaran agar bisa ditetaskan dan anak penyu dilepas kembali ke laut.
Menurutnya, konservasi penyu di Pariaman juga terbuka untuk masyarakat umum. "Siswa, mahasiswa bisa belajar. Bisa melepas anak penyu ke laut. Bisa belajar seperti apa penyu itu, umurnya sampai ratusan tahun," ucap Vasko.
Pantauan di lokasi menunjukkan sebagian atap penangkaran penyu di Pariaman mulai keropos. Namun kondisi tersebut dinilai masih dapat ditolerir.
"Sementara kita cek dulu kondisinya karena kita ada skala prioritas, tapi sejauh ini saya lihat masih bagus," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Reti Wafda, menegaskan konsumsi telur penyu merupakan pelanggaran hukum.
Meski demikian, pendekatan persuasif masih dilakukan agar warga sadar dan berhenti mengonsumsi telur satwa dilindungi tersebut.
Kepala UPTD Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Sumbar, Wandi Afrizal mengatakan bahwa pihaknya memberi insentif bagi warga yang menyerahkan telur penyu ke penangkaran.
"Satu butir itu Rp 3.150 per butir," ujarnya.
Namun pengambilan telur hanya diperbolehkan di lokasi rawan yang mengancam keberlangsungan hidup penyu.
Wali Kota Pariaman, Yota Balad, juga mengimbau warganya berhenti mengonsumsi telur penyu. Ia meminta masyarakat menjual telur yang ditemukan ke penangkaran resmi.
"Sosialisasi sudah, namun kami terus berupaya agar warga tidak mengonsumsinya," katanya. (Antara)