SuaraSumbar.id - Festival Maek bakal ditabuh 17-20 Juli 2024. Saat ini, masyarakat Maek tengah sibuk mempersiapkan festival yang akan berkolaborasi dengan koreografer Jerman itu.
Sebagai persiapan, masyarakat Maek bersama Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menggelar workshop kekaryaan selama 3 hari (8-11 Mei 2024) di Nagari Maek, Kecamatan Limapuluh Kota.
Sebanyak 20 orang pemuda-pemudi Maek akan berkolaborasi dengan koreografer Jerman Bianca Sere Pulungan. Koreografer Jefriandi Usman, koreografer dan musisi Sendi Orysal, juga terlibat dalam workshop ini.
Mereka akan berkolaborasi dengan pemuda-pemudi Maek memainkan pertunjukan yang diangkat dari narasi-narasi sejarah dan budaya yang ada di Maek, terutama terkait menhir.
Bianca Sere Pulungan mengajak anak nagari Maek berkolaborasi untuk merancang karya tari kontemporer yang akan dipentaskan di sekitar situs menhir.
“Saya bayangkan nanti lahir semacam seni instalasi yang bergerak. Saya juga akan upayakan agar anak-anak lepas dari estetik tari yang biasa, mengajak mereka mengeksplor gerak tubuh yang bebas” terang koreografer perempuan yang telah malang melintang di dunia tari internasional ini.
Ia juga mengakatan bahwa karya ini adalah upaya eskplorasinya atas hasil interpretasinya terhadap sejarah dan kebudayaan Maek. Karya ini, lanjutnya, juga berangkat dari hubungan tubuh anak-anak dengan anak lainnya, hubungan anak-anak dengan sejarah dan situasi budaya Maek hari ini.
“Karya ini bisa dikatakan semacam translasi dari hubungan-hubungan tersebut," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (9/5/2024).
Senada dengan itu, Sendi Orysal ingin mengeksplorasi kemisteriusan menhir dan tebing-tebing eksotis yang mengurung Maek menjadi musik.
“Maek adalah peradaban tua yang penuh misteri, dengan menhir-menhir dan panorama alamnya. Ini sangat menarik untuk diolah menjadi musik,” kata Sendi.
Menhir-menhir warisan peradaban masa lalu di Maek memang mengandung banyak cerita yang belum terungkap. Banyak kisah tersimpan di baliknya. Para peneliti misalnya, mengatakan bahwa menhir bukan benda mati belaka. Lebih dari itu, ia punya kisah panjang, bagian dari perkembangan sejarah yang panjang.
Selain untuk menyimbolkan kematian, mennhir juga menyimbolkan kehidupan. Selain digunakan sebagai nisan, menhir juga dibangun untuk menandakan lahirnya seorang anak.
Direktur Program Festival Maek Roby Satria mengatakan, hal-hal serupa itulah yang salah satunya yang akan direspon oleh para seniman yang berkolaborasi bersama anak nagari Maek.
“Program-program Festival Maek, dirancang agar masyarakat Maek bisa terlibat aktif dalam merespon secara kreatif serta mengembangkan warisan-warisan budaya Maek” tambah Roby sambil menambahkan bahwa festival ini adalah milik masyarakat Maek.
Sejak tahun 2023, telah diadakan sejumlah program dalam rangka persiapan Festival Maek. Mulai dari Focus Group Discussion (FGD) dengan Bundo Kanduang, Niniak Mamak, Pemuda, dan pejabat Nagari, untuk menggali bersama potensi-potensi budaya di Maek baik yang terkait dengan menhir mau pun seni budaya yang hidup dan berkembang di Maek.
Penelitian dan penelusuran bukti-bukti arkeologi terkait menhir dan kebudayaan megalitik di Maek juga dilakukan oleh tim ahli. Tim ahli yang didampingi Ketua DPRD Sumbar Supardi juga telah menelurusi ‘nasib’ dari 7 tengkorak hasil eskavasi di Maek yang selama ini berada di UGM. Kini sampel dari kerangka tersebut telah dikirim ke Australia untuk dilakukan uji karbon.
Selain seni pertunjukan juga ada sejumlah program lainnya, seperti residensi penulis. Dua sastrawan yaitu Iyut Fitra dan Yudilfan Habib akan mengadakan residensi di Maek lalu menghasilkan karya sastra sebagai respon atas warisan budaya Maek.
Sementara itu, Wali Nagari Maek Efrizal Hendri Dt Pakiah, menyambut antusias pembukaan workshop. Menurutnya, untuk mempersiapkan event seperti Festival Maek memang dibutuhkan persiapan yang matang. Terlebih event itu adalah upaya bersama untuk mempromosikan dan mengembangkan pariwisata Maek.
“Kita sangat mendukung kegiatan ini,” ujarnya sambil memberi apresiasi pada lembaga-lembaga Nagari dan masyarakat Maek umumnya yang juga hadir dalam kesempatan tersebut.
Lebih jauh, ia mengatakan workshop tersebut penting untuk menumbuhkan bakat seni di tengah generasi muda Maek untuk selanjutnya bisa berkarya mandiri dan menjadi bagian dari dunia pariwisata Maek.
“Ini adalah kesempatan langka, bisa bertukar ilmu dengan seniman-seniman kita dari luar dan dalam negeri. Ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya”, tambahnya.
Festival Maek sendiri adalah serangkaian kegiatan untuk menggali dan merayakan potensi warisan budaya Maek dengan festival sebagai acara puncak.
Sebagai informasi, di Maek terdapat banyak warisan budaya ‘unik’ selain menhir. Ada randai yang bisa dimainkan oleh perempuan dan laki-laki. Juga ada petatah petitih yang khusus dimainkan oleh kaum perempuan yang disebut badantang.