Penelitian dan penelusuran bukti-bukti arkeologi terkait menhir dan kebudayaan megalitik di Maek juga dilakukan oleh tim ahli. Tim ahli yang didampingi Ketua DPRD Sumbar Supardi juga telah menelurusi ‘nasib’ dari 7 tengkorak hasil eskavasi di Maek yang selama ini berada di UGM. Kini sampel dari kerangka tersebut telah dikirim ke Australia untuk dilakukan uji karbon.
Selain seni pertunjukan juga ada sejumlah program lainnya, seperti residensi penulis. Dua sastrawan yaitu Iyut Fitra dan Yudilfan Habib akan mengadakan residensi di Maek lalu menghasilkan karya sastra sebagai respon atas warisan budaya Maek.
Sementara itu, Wali Nagari Maek Efrizal Hendri Dt Pakiah, menyambut antusias pembukaan workshop. Menurutnya, untuk mempersiapkan event seperti Festival Maek memang dibutuhkan persiapan yang matang. Terlebih event itu adalah upaya bersama untuk mempromosikan dan mengembangkan pariwisata Maek.
“Kita sangat mendukung kegiatan ini,” ujarnya sambil memberi apresiasi pada lembaga-lembaga Nagari dan masyarakat Maek umumnya yang juga hadir dalam kesempatan tersebut.
Lebih jauh, ia mengatakan workshop tersebut penting untuk menumbuhkan bakat seni di tengah generasi muda Maek untuk selanjutnya bisa berkarya mandiri dan menjadi bagian dari dunia pariwisata Maek.
“Ini adalah kesempatan langka, bisa bertukar ilmu dengan seniman-seniman kita dari luar dan dalam negeri. Ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya”, tambahnya.
Festival Maek sendiri adalah serangkaian kegiatan untuk menggali dan merayakan potensi warisan budaya Maek dengan festival sebagai acara puncak.
Sebagai informasi, di Maek terdapat banyak warisan budaya ‘unik’ selain menhir. Ada randai yang bisa dimainkan oleh perempuan dan laki-laki. Juga ada petatah petitih yang khusus dimainkan oleh kaum perempuan yang disebut badantang.