SuaraSumbar.id - Seorang mahasiswa Universitas Andalas (Unand) yang tidak lulus Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) di kampus tersebut, mengadu ke Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar), Rabu (1/2/2023).
Ia berharap agar mendapatkan solusi untuk tetap dapat melanjutkan perkuliahannya. "Saya lulus jalur mandiri dan melakukan pengajuan untuk mendapatkan KIP-K. Saya lulus verifikasi pertama dan biaya kuliah dinolkan. Namun untuk semester dua harus bayar karena tidak lulus KIP-K," katanya, dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com.
Menurutnya, setelah beberapa bulan kuliah ada survei, lalu diemailkan yang tertera lulus KIP-K dan dirinya bukan salah satu diantara yang lulus.
"Yang tidak lulus KIP-K di zoom oleh pihak Unand. Jadi saya tidak disurvei karena tidak punya kartu PKH. Padahal dulu waktu SMA saya dapat KIP SMA. Kata pihak kampus data KIP saya tidak ditemukan di pusat," jelasnya.
Dia mengaatakan ada 5 poin dalam persyaratan KIP. Jika salah satu saja punya, maka bisa daftar KIP-K.
"Semuanya ada 800 orang yang disurvei cuma 300. Saya harus bayar UKT 5,5 juta dan uang pangkal 25 juta. Jumlah total yang harus dibayarkan adalah 36 juta termasuk untuk UKT semester 1. Tapi pihak kampus katanya sekarang harus bayar 5,5 juta dulu untuk mengambil KRS," jelasnya lagi.
Menurutnya, angka tersebut sangatlah besar. Ibunya hanya seorang penjual minuman di pasar dan ayahnya sudah tiada.
"Saya berharap ada keringanan dari kampus agar bisa kuliah lagi. Jika tidak bisa membayar, otomatis saya harus rela tidak kuliah lagi. Semoga dengan melapor ke Ombudsman juga ada solusinya nanti," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa sekitar 500 mahasiswa Unand terancam berhenti kuliah karena KIP-K tidak lolos verifikasi.
"Kami beberapa hari ini mengamati kasus itu, 500 mahasiswa Unand tidak dianggap sebagai penerima KIP kuliah kampus merdeka. Saya sudah mencoba menghubungi yang mendampingi mahasiswa tersebut untuk mahasiswa bisa menyampaikan laporan," kata Kepala Keasistenan dan Pencegahan Ombudsman Perwakilan Wilayah Sumbar, Adel Wahidi.
Menurut Adel hal tersebut memang sebaiknya dilaporkan, untuk dicek ada problem, apakah Unand memeriksa data sejak awal pendaftaran, atau apakah mahasiswa bersangkutan tedaftar di DTKS, kenapa tiba-tiba hilang atau memang ada persoalan di kuota.
"Ini kan soalan yang kita duga kemudian persoalan terdaftar di DTKS tapi setelah kuliah data mereka terlempar padahal data mereka ada di dinsos. Ini harus diclearkan," tambahnya.