SuaraSumbar.id - Sejumlah lembaga survei mulai rajin mempublikasikan hitung-hitungan elektabilitas partai politik ataupun aktor politik untuk Pemilu 2024.
Pengamat komunikasi dan politik, Jamiluddin Ritonga menyoroti beberapa hasil lembaga survei yang berbeda satu sama lainnya.
Dia menyarankan agar ada yang mengawasi lembaga survei supaya tetap dalam koridor ilmiah.
"Tentu lembaga tersebut harus terdiri dari orang-orang yang independen dan berintegritas," ujar Jamiluddin, dikutip dari Wartaekonomi.co.id - jaringan Suara.com, Senin (31/10/2022).
Baca Juga:Survei Capres 2024: Ganjar, Prabowo dan Anies Baswedan Kokoh di Tiga Besar
Saat ini, sudah banyak yang menertawakan hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei. "Di antara masyarakat sudah mulai tidak mempercayai hasil yang dirilis lembaga survei," lanjutnya.
Tidak hanya itu, akademisi dari Universitas Esa Unggul itu mengatakan bahwa masyarakat saat ini sudah mulai banyak yang menilai lembaga survei menjadi bagian dari tim sukses partai politik atau kandidat capres atau cawapres tertentu.
"Partai politik, capres atau cawapres yang elektabilitas sebelumnya sangat rendah, kemudian lembaga survei tertentu merilis hasil dengan elektabilitas yang meningkat signifikan. Itu tidak dipercaya," tuturnya.
Dengan begitu, hasil yang dirilis lembaga survei tersebut akhirnya tidak dipercaya dan menjadi bahan olok-olok.
Hal seperti itu tentu tidak boleh terus terjadi. Sebab, survei sebagai bagian pendekatan ilmiah dalam dunia politik.
Baca Juga:Survei Ungkap 87,6 Persen Rakyat Indonesia Tak Setuju Kenaikan BBM
"Seharusnya tidak boleh dikotori oleh pihak-pihak yang menjadikan lembaga survei sebagai lahan bisnis semata," tegasnya.
Jamiluddin menegaskan bahwa cara seperti itu sudah mempraktekkan pembentukan opini palsu yang berbahaya bagi kelangsungan demokrasi di Tanah Air.
"Pihak-pihak tersebut bahkan menjadikan hasil surveinya untuk menggiring pendapat umum untuk kepentingan partai politik atau capres atau cawapres yang membayangkan," jelasnya.