SuaraSumbar.id - Minangkabau sangat memuliakan dan menjunjung tinggi kedudukan seorang perempuan atau Bundo Kanduang. Bahkan dalam sistem kekerabatan di Ranah Minang, hanya perempuan yang berhak menerima warisan, apalagi pusako tinggi.
"Kalau terjadi perceraian di Minang ini, ibu juga lebih layak mengasuh anak. Sebab ibu dianggap lebih sabar, kecuali ibunya seorang tidak baik akhlaknya," kata Puti Reno Raudha Thaib.
Reno menyampaikan hal itu ketika menjadi pembicara dalam Bimtek Peningkatan Kapasitas Pemangku Adat bertema "Dari Niniak Turun ka Mamak, Dari Mamak Turun ka Kamanakan”. Kegiatan yang diikuti puluhan Niniak Mamak, Bundo Kanduang dan pemangku adat itu berlangsung tiga hari di Bukittinggi pada 3-5 September 2022.
Sastrawati yang juga ahli waris Kerajaan Pagaruyung itu mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan hancurnya sebuah peradaban sebuah bangsa. Pertama, tatanan keluarga menepikan peranan ibu. Kedua, hancurnya pendidikan dan hancurnya sosok dan tokoh keteladanan, seperti guru, ulama, tokoh adat dan sebagainya.
Baca Juga:Kabar Duka, Ayah Gubernur Sumbar Mahyeldi Meninggal Dunia di RSAM Bukittinggi
Menurutnya, perempuan memiliki peranan penting dalam adat Minangkabau. Selain itu, sistem kekerabatan yang bersuku ke ibu (matrilineal) telah memberikan kedudukan dan peran yang sudah melebihi dari apa yang diperlukan perempuan dalam kehidupan masyarakat modern. "Perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi ini (perannya), tidak memerlukan atau menuntut emansipasi, kesetaraan gender lagi," katanya.
Adat istiadat Minang berpedoman pada Alquran dan Hadits. Atas dasar itu, perempuan memegang posisi kunci dalam membangun keluarga yang Islami. "Jika perempuan dapat menjalankan adatnya dengan baik, secara otomatis keluarga atau kaum itu akan menjalankan ajaran Islam dengan baik pula. Tidak ada pembenaran dalam bentuk apapun yang memberikan peluang bagi sebuah keluarga Minangkabau memeluk agama yang berlainan bagi anggota kaumnya," katanya.
Dalam tatanan adat Minang, dua faktor terpenting telah mengatur masalah kedudukan dan peran perempuan dan laki-laki. Pertama, faktor agama yakni Islam. Kedua faktor adat dan hukum adat yakni adat dan budaya Minangkabau.
"Islam dan budaya Minangkabau adalah pedoman hidup orang Minangkabau. Ketika membicarakan budaya Minangkabau, berarti membicarakan Islam yang dipatrikan dalam adagium Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Syara’ Mangato Adat Mamakai," katanya.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengapresiasi kegiatan yang digagas Dinas Kebudayaan Sumbar. Menurutnya, Tungku Tigo Sajarangan (Ninik Mamak, Alim Ulama, Dan Cadiak Pandai) merupakan kepemimpinan yang saling berkaitan serta memiliki peran penting dalam roda kepemimpinan beradat, beragama, dan berpengetahuan.
Baca Juga:BBM Subsidi Naik, Gubernur Sumbar Desak OPD Percepat Realisasi APBD
"Tungku Tigo Sajarangan dalam kepemimpinan di Minangkabau ialah orang-orang yang memecahkan setiap persoalan yang ada, harus dibicarakan secara bersama dengan sistem musyawarah mufakat," katanya saat memberikan sambutan.
Niniak Mamak selaku pemangkut adat cukup memiliki tugas yang berat. Setiap mereka harus Siddiq (benar), Tabligh (menyampaikan), Amanah (dipercaya) dan Fathonah (cerdas).
"Seluruh kecerdasan yang dimiliki oleh seorang Niniak Mamak harus dipergunakan untuk melindungi anak kemenakan, suku, korong kampuang dan nagarinya," katanya.
Selain itu, Bundo Kanduang juga memiliki peranan yang sangat sentral. Selain menjadi Ibu, dia juga menjadi pelindung bagi anak-anak yang lain. Bundo Kanduang dituntut untuk memperkuat peran dalam membentengi anak sekaligus memelihara adat dan budaya Minangkabau.
"Perempuan Minang harus memiliki sifat kepemimpinan dan Ibu sejati. Hal ini penting, karena Ibu tempat bertanya, ditiru dan menjadi teladan lingkungan keluarganya. Seorang Ibu akan lebih banyak menentukan watak manusia yang dilahirkan," katanya.
Mahyeldi berharap, Tungku Tigo Sajarangan dan Bundo Kanduang dapat memberikan kontribusi nyata dalam komunitas masyarakatnya. "Bersama-sama dengan pemerintah memujudkan daerah sejahtera lahir dan bathin," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan, Bimtek peningkatan kapasitas pemangku adat dilakukan untuk terus memberikan pencerahan dan pemahanan terkait fungsi adat peranan pemangkunya di Minangkabau.
"Kegiatan ini diikuti 75 orang dari semua unsur. Ada Alim Ulama, Niniak Mamak dan Bundo Kanduang yang berasal dari Kota Padang," katanya.
Menurutnya, kegiatan ini lahir atas kolaborasi Dinas Kebudayaan Sumbar dengan DPRD Sumbar. Selain pelatihan-pelatihan, pihaknya juga telah membukukan dokumen-dokumen tentang adat budaya dan sejarah Minangkabau.