SuaraSumbar.id - Polri mengonfirmasi pihak Kepolisian Federal Brasil terkait paket berisi organ manusia yang diduga dipesan oleh seorang desainer asal Indonesia.
Hal itu dinyatakan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadivhumas) Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo. Menurutnya, sejak berita penggerebekan di Amazonas State University atau Universidade do Estado do Amazonas (UEA) di Kota Manaus, Brasil, pihak kepolisian maupun International Criminal Police Organization (Interpol) Brasil belum memberikan informasi kepada Polri dan Interpol Jakarta.
"Sebagai langkah kecepatan, Interpol Jakarta akan meminta informasi kepada Interpol Brasil terkait info tersebut," kata Dedi, dilansir dari Antara, Kamis (24/2/2022).
Dedi mengatakan, dia mendapat informasi terkait dugaan keterlibatan desainer asal Indonesia dalam sindikat perdagangan organ manusia di Brasil itu dari Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia Brigjen Pol. Amur Chandra.
Baca Juga:Heboh Desainer Indonesia Beli Organ Manusia dari Brazil, Ini Penjelasan Polri
Interpol Indonesia mulai berkomunikasi dengan Interpol Brasil, Kamis.
"Rencananya hari ini (Kamis) akan dikomunikasikan dulu dengan Interpol Brasil," terang Dedi.
Sebelumnya diberitakan, Polisi Federal Brasil mengungkap kasus jual beli organ manusia yang menyeret nama perancang busana asal Tanah Air. Kasus ini terungkap setelah kepolisian menggerebek Universitas Negeri Amazonas (UEA) di Kota Manaus pada Selasa (22/2/2022) pagi waktu setempat.
Menyadur Vice, kepolisian Brasil menjelaskan ada paket tubuh manusia yang dikirimkan ke desainer fashion asal Indonesia. Desainer ini bahkan sudah dikenal kerap menggunakan bagian tubuh manusia dalam merancang busana.
Dalam operasi anti perdagangan manusia ini, polisi menemukan ada tangan manusia dan tiga paket plasenta manusia. Anggota tubuh itu sudah dikemas dan siap dikirim ke Singapura.
Menurut keterangan pihak berwenang, organ-organ itu dibungkus untuk seorang desainer terkenal Indonesia, yang menjual aksesoris dan pakaian menggunakan bahan-bahan dari tubuh manusia.
Polisi Federal Brasil, yang bertindak atas petunjuk dan menggerebek laboratorium anatomi sekolah menyatakan organ-organ itu diawetkan oleh seorang profesor anatomi.
Pengawetan organ menggunakan metode yang dikenal sebagai plastinasi, di mana metode ini menggantikan cairan dan lemak tubuh dengan bahan-bahan seperti silikon dan epoksi. Cara ini dipercaya bisa melestarikan organ tubuh.
"Laboratorium anatomi universitas setempat melakukan ekstraksi cairan tubuh. Ada indikasi bahwa paket berisi tangan dan tiga plasenta asal manusia dikirim dari Manaus ke Singapura," bunyi pernyataan polisi.
Seorang anggota polisi federal di Brasil membenarkan poin yang dibuat dalam pernyataan itu. Ia mengungkap organ-organ itu sudah dalam perjalanan menuju Singapura, tepatnya telah meninggalkan pantai Brasil.
Kendati demikian, masih belum diketahui dengan jelas apakah paket yang berisi organ manusia itu berhasil dicegat atau tidak.
Pihak universitas sendiri masih belum memberikan pernyataan resmi. Namun, para pejabat melaporkan bahwa seorang anggota staf telah diskors setelah adanya penggerebekan dan penyitaan oleh polisi.
Sementara itu, profesor yang mengawetkan organ manusia itu tengah menjalani penyelidikan.
"Rektorat Universitas Amazonas mematuhi perintah pengadilan dan menentukan pembukaan penyelidikan untuk menyelidiki fakta dan tanggung jawab," bunyi pernyataan dalam bahasa Portugis.
Pihak berwenang juga masih belum bisa menentukan apakah kejahatan perdagangan internasional organ manusia benar-benar telah terjadi di perguruan tinggi tersebut.
Namun yang jelas, pelaku kejahatan itu jika terbukti akan mendapatkan ancaman hukuman penjara hingga delapan tahun di Brasil.
Sebagai informasi, perdagangan organ tubuh manusia di pasar gelap sangat luas, canggih, dan sangat menguntungkan. Meskipun perdagangan organ tetap ilegal di hampir setiap negara, nyatanya Iran menjadi pengecualian.
Walau begitu, di Brasil, pembelian dan penjualan organ tubuh manusia merupakan kejahatan negara yang dapat dihukum oleh hukum.
Salah satu kasus serupa pernah terjadi pada tahun 2011. Tiga dokter Brasil didakwa dengan pembunuhan dan dipenjara karena membunuh pasien di sebuah klinik swasta kelas atas di Sao Paulo.