Hampir sebulan lamannya Nisa dan Dedi mencari akal untuk mendapatkan uang untuk DP pembiayaan KPR bersubsidi. Di tengah kebuntuan, datang tawaran teman Nisa mengajaknya ikut julo-julo (arisan) yang penerimaannya Rp 10 juta. Suami-istri milenial itu pun sepakat ikut arisan di bulan November 2020 dengan pembayaran Rp 1 juta per bulannya. Seketika itu pula, dia memboking rumah ke pengembang sembari menunggu arisan cair.
"Kalau ditabung di rumah, uangnya pasti terus terpakai. Apalagi saat pandemi Covid-19 begini. Makanya kami niatkan betul ikut arisan dan konsekuensinya menahan keinginan beli ini dan itulah," bebernya sembari tertawa kecil.
Enam bulan berlalu. Petaka pun melanda pasangan suami-istri tersebut. Mereka sama-sama 'dirumahkan' atau mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh Pemkab Solok. Nisa tak lagi bekerja sebagai honorer di Dinas Sosial Kabupaten Solok, begitu juga suaminya. "Saya di-PHK bulan Juni 2021 dan suami sejak bulan Maret sudah tidak lagi jadi sopir honorer," bebernya.
Dalam keadaan terpuruk di tengah pandemi Covid-19 dan kehilangan pekerjaan tetap, keinginan Nisa dan Dedi membeli rumah nyaris lenyap. Jangankan untuk membayar arisan, memikirkan biaya makan sehari-hari pun mereka sampai kebingungan. "Kami berada di titik terendah. Kehilangan pendapatan untuk kehidupan sehari-hari dan harus membayar arisan sejuta sebulan. Rasanya ingin berteriak, menangis. Tapi semua harus dilewati," katanya dengan mata berkaca-kaca.
Baca Juga:BTN Siapkan Digital Mortgage Ecosystem Menghadapi Era Digitalisasi
Tuhan memang menguji hambanya sesuai batas kemampuan. Tak lama menganggur, suaminya kembali mendapatkan pekerjaan tetap sebagai sopir truk fuso ke Pulau Jawa. Dia diterima bekerja kembali oleh bos lamanya (sebelum jadi honorer). Nisa mulai lega. Paling tidak, dia tak lagi pusing memikirkan biaya untuk sehari-hari.
Namun, kehidupannya pun berubah. Biasanya, mereka bisa menikmati sore bersama di rumah dengan si buah hati selepas bekerja. Kini, Nisa harus berani tinggal berdua dengan putrinya di rumah, bahkan kadang sampai dua bulan lamanya. "Kalau muatannya lancar, 20 hari sekali pulang dari Jawa ke Solok. Tapi kadang macet, terpaksa sampai 2 bulan menunggu muatan di sana (pulau Jawa).
Meski tak lagi bekerja di kantor bupati, Nisa tak lantas berpangku tangan. Dia aktif berjualan online di media sosial. Mulai dari jualan mainan hingga baju anak-anak. Barang-barang tersebut dibeli oleh suaminya di Jakarta, lalu dipasarkannya di sekitar tempat tinggal.
Dalam kelumit kisah pilunya, KPR bersubsidi BTN yang telah dipesannya ke pengembang terus berjalan. Tibalah saat pembayaran uang DP rumah dengan total sekitar Rp 15 juta. Nasib baik bagi Nisa. Uang arisannya cair di awal Agustus 2021 sebesar Rp 10 juta. Kekurangannya ditambah dengan menjual cincin dan gelang emas anaknya. "Suami bilang jual saja dulu. Nanti kita beli lagi. Yang penting kita bisa dapat rumah untuk berteduh," katanya.
Setelah uang terkumpul, Nisa dan Dedi langsung menyerahkannya ke pengembang. Mereka pun bergerak cepat melengkapi semua persyaratan untuk kredit rumah subsidi seharga Rp 150 juta itu. Lantas, dari analisis pihak BTN, Nisa dan suami yang masih muda disarankan mengambil KPR bersubsidi dengan jangka waktu 20 tahun dengan angsuran per bulan Rp 876 ribu.
Baca Juga:Cara Beli Rumah Murah Melalui Program Lelang Rumah Bank BTN
Mereka pun langsung mengaminkan tanpa pikir panjang. Alhasil, pengajuan pembiayaan rumah Nisa dan Dedi dikabulkan BTN Cabang Padang pada September 2021 lalu. "Prosesnya sampai akad ini sekitar 5 bulan dan itu penuh kesedihan. Alhamdulillah, hari ini kami telah tinggal di rumah impian. Terimakasih BTN," katanya.
Rasa bangga dan haru juga dituturkan suaminya, Dedi. Menurutnya, bagi seorang sopir truk seperti dia, memiliki rumah adalah impian yang berat. Namun, berkat semua kemudahan yang diberikan Bank BTN, rencana itu terwujud dalam masa pernikahan yang belum menginjak usia 3 tahun. "Ini bagaikan keajaiban. Ketika kami terpuruk di-PHK saat pandemi, saat itu pula Tuhan memberikan kami jalan bahagia lain," katanya.
![Kawasan perumahan bersubsidi di Arosuka, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumbar. [Suara.com/Riki Chandra]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/02/17/39846-rumah.jpg)
Pandemi Covid-19 ternyata tak menyurutkan niat masyarakat di Sumbar untuk memiliki rumah. Permintaan rumah bersubsidi skim (skema) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) seperti konsumen Nisa dan Dedi masih tetap tinggi.
Sepanjang tahun 2021, realisasi KPR bersubsi Bank BTN Cabang Padang mencapai 1.325 unit dengan pembiayaan Rp 174.627.140.028. Sedangkan KPR non subsidi mencapai 61 unit dengan pembiayaan Rp 12.814.979.000. Pencapaian tersebut meningkat tajam dibandingkan realisasi KPR tahun 2020.
"Realisasi KPR 2021 meningkat dibandingkan 2020. Kenaikannya mencapai 9,7 persen," kata Kepala Bank BTN Cabang Padang Yudha Andaka, Selasa (14/2/2022).
Menurutnya, tingginya minat masyarakat mengambil rumah bersubsidi lantaran suku bunganya rendah, yakni dengan flat 5 persen sepanjang jangka waktu kredit. Dia pun berharap tahun ini ekonomi semakin tumbuh. Apalagi, vaksinasi Covid-19 di wilayah Sumbar sudah merata. "Target realisasi KPR BTN Padang tahun ini 1.918 dengan pembiayaan Rp 257.991.000.000," bebernya.