SuaraSumbar.id - Komnas Perempuan menyesalkan isi ceramah Oki Setiana Dewi yang mengesankan melumrahkan soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bahkan, Oki dinilai tidak memiliki rasa empati terhadap perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan di rumah tangga.
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qiibtiyah mengatakan, isi ceramah Oki mengesankan tiga hal yang berdampak buruk, terutama bagi perempuan menjadi korban KDRT.
"Kalau kita melihat secara tekstual apa adanya, apa yang disampaikan dalam video itu, paling tidak mengesankan tiga hal, yang pertama seolah-olah tidak masalah suami itu memukul istri,” kata Alimatul Qiibtiyah, dikutip dari Hops.id - jaringan Suara.com, Jumat (4/2/2022).
Selain itu, kata Alimatul Qiibtiyah, isi ceramah itu bisa dimaknai bahwa istri tidak boleh bercerita tentang kekerasan yang diterimanya.
”Yang kedua adalah istri tidak boleh bercerita tentang kekerasan yang dialaminya, untuk melapor atapun kemudian untuk misalnya menceritakan pengalaman-pengalamannya itu yang dialami,” terangnya.
Kemudian yang ketiga, menurutnya orang yang mendengar ceramah Oki Setiana Dewi bisa berpikir bahwa jika seseorang yang mencertikan pengalamannya menerima KDRT adalah termasuk dalam golongan orang-orang suka melebih-lebihkan.
“Yang ketiga seolah-olah kemudian ketika ada korban kekerasan dalam rumah tangga bercerita itu seolah-olah korban itu dianggap melebih-lebihkan atau lebay gitu. Nah, sehingga menurut saya sih ini kalau kita pahami apa adanya, itu seolah-olah kemudian tidak empati terhadap korban KDRT,” tuturnya.
Komnas Perempuan menegaskan pihaknya melihat bahwa apapun alasannya kekerasan dalam rumah tangga itu tidak dibenarkan.
“Bahkan sebenarnya di dalam undang-undang penghapusan terhadap kekerasan dalam rumah tangga juga sudah diatur, kalau kita mengarah pada landasan agama juga hampir semua agama tidak membenarkan adanya kekerasan di dalam rumah tangga,” tegasnya.
Baca Juga:Kapolri Klaim Serius Tangani Kasus Tindak Pidana dengan Korban Perempuan dan Anak
Dia khawatir jika kekerasan dalam rumah tangga dibenarkan atau tidak dicarikan solusi maka akan terus berkembang. Kemudian, akan semakin banyak jatuh korban terutama pihak perempuan.
“Kalau kita lihat di dalam data yang dihimpun oleh Komnas Perempuan angka kekerasan dalam rumah tangga itu cukup tinggi, yang paling tinggi adalah kekerasan yang dialami oleh istri,” terangnya.
Atas dasar itu, menurutnya perlu sebuah edukasi yang menyeluruh dan komprehensif terkait dengan informasi yang harus didapatkan oleh pasangan suami istri, dalam hal ini terkait dengan persoalan-persoalan bagaimana upaya-upaya menyelsaikan persoalan dalam rumah tangga.
Bahkan, pihaknya mendukung jika ada perempuan atau korban kekerasan yang speak up atau angkat bicara terkait apa yang dialaminya.
“Ada budaya-budaya yang seolah-olah membiarkan perempuan itu untuk kemudian menerima pasrah apa yang dialami, oleh karena itu sebenarnya itu juga perlu diubah ya bahwa kita perlu melakukan edukasi kepada perempuan untuk melakukan komunikasi asertif dan berani speak up untuk menceritakan persoalan-persoalan yang dialaminya,” ucap dia.
“Nah, kita menceritakan persoalan itu bukan untuk sesuatu yang tidak menyelesaikan masalah tetapi kita bercerita untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu untuk diselesaikan begitu sehingga harapannya tidak akan terjadi lagi kekerasan dalam rumah tangga itu,” imbuhnya.