Ade Armando: Pelarangan dan Pemaksaan Jilbab Sama Busuknya

Menurut Ade Armando, SKB yang diteken tiga menteri itu merupakan langkah awal Indonesia dalam memberangus radikalisme beragama.

Eko Faizin
Kamis, 04 Februari 2021 | 12:13 WIB
Ade Armando: Pelarangan dan Pemaksaan Jilbab Sama Busuknya
Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Ade Armando (Dok SMRC)

Akademisi Universitas Indonesia itu menegaskan memerintahkan sekolah untuk tidak memaksakan jilbab bukanlah anti Islam.

Ade bukan tanpa dasar, kata dia jilbab itu bukan kewajiban agama. Jilbab hanyalah produk budaya yang di Indonesia berkembang pesat sejak 1990-an seiring dengan gerakan wahabi. Tapi bagi kalangan wahabi berkeyakinan, jilbab itu bukan produk budaya tapi pilihan beragama.

Ade mengkhawatirkan pemaksaan seragam dengan atribut keagamaan tertentu bisa menjadi diskriminasi. Lihat saja kasus di SMKN 2 Padang, orang tua siswi nonmuslim yang protes aturan memakai jilbab itu dilecehkan orang tua lainnya.

“Kalau dilakukan di sekolah Islam mungkin bisa dimaafkan, tapi ini kan diwajibkan sekolah negeri yang dibiayai rakyat ini sepenuhnya tak bisa diterima,” jelasnya.

Ade menegaskan pula, dalam SKB 3 menteri itu juga melindungi hak berjilbab siswa yang ingin melakukannya. SKB ini, kata dia, sangat penting, tak boleh lagi ada cara pemaksaan berpakain dengan alasan kewajiban beragama.

“SKB ini tolak praktik pelarangan jilbab, sebab memang masih ada pelarangan jilbab di sejumlah daerah yang muslimnya minoritas. Jadi pelarangan jilbab sama busuknya dengan pemaksaan jilbab,” jelasnya.

Untuk diketahui, dikutip dari laman Kementerian Agama, ada empat aturan pokok dalam SKB tersebut.

Pertama, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut baik tanpa kekhasan agama tertentu, atau dengan kekhasan agama tertentu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, pemda dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu.

Ketiga, dalam rangka melindungi hak peserta didik, pendidik,dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua, pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, mengimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak