Riki Chandra
Senin, 29 September 2025 | 16:50 WIB
Ilustrasi Gempa. (unsplash)
Baca 10 detik
  •  BNPB catat siklus gempa Sumbar terjadi setiap 50-100 tahun.

  • Gempa Padang 2009 magnitudo 7,6 tewaskan 1.117 orang.

  • Suharyanto tekankan pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan bencana gempa.

SuaraSumbar.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali menegaskan bahwa siklus gempa Sumbar diperkirakan kembali terjadi dalam kisaaran 50 hingga 100 tahun.

Pernyataan ini diungkapkan langsung oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto saat membuka “The 3rd International Conference on Disaster Mitigation and Management (ICDMM) 2025” di Padang, Senin (29/9/2025).

“Bencana adalah kejadian berulang. Sampai saat ini gempa Padang atau gempa Sumbar siklusnya antara 50-100 tahun," kata Suharyanto.

Pernyataan tersebut sekaligus menjadi pengingat bahwa risiko gempa Sumbar tidak boleh diabaikan oleh pemerintah daerah maupun masyarakat.

Ia mengingatkan bahwa di provinsi ini, gempa besar pernah terjadi pada 30 September 2009 di Kota Padang dengan kekuatan magnitudo 7,6, meskipun kedalamannya mencapai 80 kilometer.

Gempa besar tersebut menelan 1.117 korban jiwa dan merusak sekitar 300.000 rumah. “Ini data resmi dari BNPB. Namun mungkin kondisi di lapangan ada yang menyebutkan jumlahnya lebih banyak yakni di atas 2.000 orang,” kata Suharyanto.

Berdasarkan data gempa terbaru, Sumbar masih sering diguncang gempa-gempa kecil. Dalam data Volcanodiscovery, gempa terakhir di provinsi ini tercatat di kisaran magnitude ringan hingga menengah.

Di antara rentetan gempa, tercatat gempa berkekuatan M 5,3 pernah mengguncang Pariaman dalam kurun beberapa waktu belakangan.

Suharyanto mengungkapkan pula bahwa sejumlah ilmuwan setempat meyakini bahwa Sesar Mentawai memiliki potensi lepas energi mendadak dan memicu gempa besar.

“Tapi mudah-mudahan tidak terjadi di zaman kita hidup,” ujarnya.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan saat ini belum mampu memprediksi waktu pasti terjadinya gempa bumi.

“Walaupun ilmu pengetahuan terbaru dari Jepang bisa memprediksi 30 detik sebelum gempa terjadi, namun setiap individu belum bisa menyelamatkan diri dalam waktu sesingkat itu,” kata Suharyanto.

Dia menekankan bahwa langkah prioritas saat ini tidaklah prediksi melainkan mitigasi dan kesiapsiagaan. Pembelajaran dari gempa 2009 harus menjadi warisan ilmu bagi generasi kini.

“Sudah pasti ada kekurangan dan kelemahan. Itulah yang harus dicatat dan diingat sehingga semakin hari kegiatan respons darurat bisa semakin baik dan meningkat,” katanya. (Antara)

Load More