Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Minggu, 14 Juli 2024 | 20:56 WIB
Para pelajar SMP saat melihat pameran pra-event Festival Maek di Payakumbuh. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Pameran dan diskusi "Membentangkan Maek" resmi dibuka Ketua DPRD Sumbar Supardi di Gedung Gambir Fakultas Pertanian Unand, Kota Payakumbuh, Minggu (14/07/2024). Pameran ini merupakan salah satu rangkaian pra-event Festival Maek yang bakal digelar 17-20 Juli 2024 mendatang.

Pameran ini terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi mulai pukul 15.00 - 16.00 WIB. Pengunjung bakal disajikan untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir, hasil riset terbaru tentang peradaban Maek. Maek sendiri dikenal sebagai "Negeri Seribu Menhir" yang masih menyimpan misteri tentang peradaban masa lampau di Kabupaten Limapuluh Kota.

Pengunjung dapat melihat timeline masa-masa awal penelitian Maek dari tahun 1980 an. Pengunjung juga bakal disajikan banyak pengetahuan terbaru berkisar soal menhir dan peradaban manusia yang mendukungnya. Beberapa bagian kerangka manusia yang berhasil di ekskavasi pada tahun 1985 dan 1986 juga dibawa untuk ditampilkan pada pameran.

Ketua DPRD Sumbar, Supardi, menekankan pentingnya pameran ini dalam mempromosikan budaya dan pariwisata daerah. “Kita ingin jadikan Maek sebagai perubahan paradigma. Kalau hanya keindahan alam, negara lain juga punya. Kalau Sumbar bangkit dari pariwisata, yang harus bangkit itu budayanya,” katanya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa festival ini kalau berhasil akan membuktikan pada dunia bahwa di Sumatra Barat terdapat situs arkeologi yang bakal mengubah narasi sejarah. "Selama ini kita tak acuh pada cagar budaya dari peradaban kuno ini, baru setelah 40 tahun, untuk pertama kalinya Maek di pamerkan," ucap Supardi.

Pembukaan ini dihadiri oleh siswa siswa SD dan SMP dari Payakumbuh. Raffi Salah seorang siswa dari SMP Negeri 01 Kota Payakumbuh, mengatakan ia sangat antusias melihat benda peninggalan sejarah ini. "Baru sekali lihat yang seperti ini, hal baru bagi saya," katanya. Raffi juga berniat dalam helat Festival Maek ini bakal pergi berkunjung ke situs-situs tempat menhir ditemukan.

Selain itu pameran ikut dikunjungi, Dinas Kebudayaan berbagai kabupaten kota, masyarakat Maek, tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa, jurnalis, beberapa komunitas, dan warga secara umum.

Pada hari ini juga dilakukan diskusi soal Kebijakan Provinsi Sumatera Barat Terkait Warisan dan Pelestarian Budaya. Diskusi ini dilakukan di aula Balai Kota Payakumbuh dengan peserta dari berbagai kalangan.

Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin mengatakan, potensi budaya yang ada di Sumbar mesti lebih digali lagi ke depanya. "Kita mesti merawat dan menggali potensi dari semua cagar budaya dan kebudayaan yang ada di Sumbar. Itu semua mesti dijaga dan bermanfaat bagi masyarakat," ucapnya.

Ia menjelaskan, beberapa provinsi lain di Indonesia telah mengubah paradigma pariwisatanya. Sebut saja Bali dan Yogyakarta. Dua provinsi itu telah menggeser cara untuk menggaet wisatawan atau turis ke daerahnya dengan menonjolkan sisi budaya.

Dengan adanya kedatangan turis ini, perekonomian masyarakat yang merawat budaya dapat bergulir. Hal ini secara tidak langsung bakal menambah keinginan masyarakat untuk merawat benda budaya.

Maek adalah pintu untuk membuka paradigma tersebut di Sumatera Barat. Ia dan Dinas Kebudayaan Sumbar bakal mengembangkan hal serupa di beberapa tempat lainnya. "Semoga apa yang kita usahakan di Maek, bisa memajukan kebudayaan di Sumbar," kata Jefrinal.

Pameran dan diskusi pra event Festival Maek ini bakal berlangsung dari 14-16 Juli mendatang. Selain dua kegiatan di atas, hari ini juga diadakan diskusi "Riset Perjalanan Maek" yang dipaparkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Dua hari berikutnya para pakar arkeologi dari dalam dan luar negeri juga akan menggelar diskusi dengan beberapa tema. Diantaranya, "Simbol dan Peradaban Kuno" oleh ahli dari Mesir. "Maek Sebagai Warisan Dunia," oleh guru besar dari Universitas Andalas.

Kemudian diskusi "Maek dan Masa Depan Peradaban" serta "Maek dan Asal Mula Bahasa Minangkabau".

Load More