Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 15 Juni 2023 | 07:15 WIB
Bripda Hokta Fiondra bersama ibunya Elpida semasa anaknya masih menempuh pendidikan polisi tahun 2022. [Dok.Hokta]

Di sana, Elpida juga bekerja serabutan demi menyekolahkan 4 orang anaknya. Mulai dari menjaga warnet, tukang cuci dan gosok, hingga membersihkan kos-kosan sekitar tempat tinggalnya. Saat jauh, ia selalu berkomunikasi dengan Hokta yang tinggal di kampung bersama adik ibunya (adik nenek Hokta).

"Saya menangis haru saat dia mengabari lulus tes polisi tahun lalu. Sebuah kebanggaan bagi seorang buruh cuci gosok, anaknya jadi polisi. Dia lulus murni berkat kegigihannya belajar dan latihan. Tidak mungkin kami bayar ini dan itu, untuk hidup saja susah," katanya.

Nyaris Berhenti Sekolah

Hokta telah ditempa oleh ragam kesedihan sejak kecil. Ia sampai berpindah-pindah Sekolah Dasar (SD) karena kondisi tempat tinggal dan sang ayah yang sakit-sakitan. Paling tidak, ia mengenyam tiga SD berbeda sebelum tamat sekolah. Begitu juga saat SMP. Ia juga tamat setelah satu kali pindah dari SMPN 7 Gunung Talang ke SMPN 5 Gunung Talang.

Baca Juga: Resmi! Polda Sumbar Tetapkan Ustaz HEH Jadi Tersangka, Buntut Samakan Muhammadiyah dengan Syiah

"Kalau SMK hanya satu sampai tamat. Saya tinggal di rumah keluarga dan pernah juga mengontrak, begitu sampai kini. Kami sering pindah-pindah itu karena tempat tinggal dan kondisi ayah dulu. Ibu belum punya rumah sendiri sampai saat ini," kata lulusan SMKN 1 Gunung Talang itu.

Ayah Hokta sudah sakit-sakitan sejak ia kecil. Sang ayah yang berprofesi sopir truk Sumbar-Jawa menderita penyakit jantung, lever dan komplikasi lainnya. Sering bolak-balik ke rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia saat Hokta hendak masuk SMK. "Almarhum ayah meninggal pas waktu saya mau ujian kelas 3 SMP. Tentu kami begitu terpukul," katanya.

Setelah ayahnya tiada, Hokta sempat ingin berhenti sekolah. Pikiran itu terlintas karena melihat kondisi ibunya yang makin susah menghidupinya bersama tiga orang adiknya. Namun, dorongan ibunya untuk melanjutkan sekolah akhirnya mematahkan niatnya untuk mengakhiri pendidikan.

"Satu dorongan terkuat adalah pesan ayah. Beliau ingin saya jadi pegawai negeri dan akhirnya saya jadi polisi," tutur Hokta dengan mata berkaca-kaca.

Setelah tak jadi putus sekolah, Hokta tinggal bersama adik neneknya di kampung halaman. Sedangkan ibu bersama tiga adiknya pergi mencari pekerjaan ke tempat familinya di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. "Sempat ibu jadi buruh sawah juga beberapa bulan, tapi tak sanggup dan memilih kerja serabutan di sana (Pangkalan Kerinci). Kalau di kampung, kami tak punya sawah sendiri juga," katanya.

Baca Juga: Kasus Kaburnya Tahanan Polresta Padang, Propam Polda Sumbar Sebut Anggota Lalai

Segala keterbatasan itu tidak menjadikan Hokta minder untuk berjuang masuk polisi. Semangat justru semakin menggebu-gebu demi mengangkat derajat orangtuanya. Akhirnya, Hokta bisa membuktikan bahwa anggapan masuk polisi harus bayar ini dan itu atau pakai orang dalam adalah pandangan keliru. Baginya, syarat utama mencapai tujuan adalah belajar dan berlatih.

Saat dua kali gagal tes polisi, Hokta mencari hidup dengan jadi buruh sawah hingga jadi tukang ojek. Namun, ia tetap belajar dan berlatih untuk mencoba kembali tes selanjutnya yang akhirnya mengantarkan Hokta jadi polisi.

Atas capaiannya itu, Hokta mengajak anak-anak muda yang ingin jadi polisi tapi keluarganya kurang mampu, untuk terus semangat. Jangan dengarkan ocehan orang lain dan teruslah berjuang mengejar cita-cita. "Jadi polisi itu gratis. Yang penting belajar, berlatih dan berdoa," katanya.

Di sisi lain, ibunda Hokta, Elpida, berharap anaknya menjadi polisi jujur, patuh dan baik. Kemudian, dia berharap anaknya tetap menjaga ibadahnya dan tidak sombong. "Jadi polisi tak bayar karena Polri baik. Maka jadilah polisi baik," kata sang ibu.

BETAH yang Nyata

Cerita tentang anak keluarga kurang mampu lulus polisi tanpa bayar sebetulnya sudah ada di seluruh wilayah Indonesia. Namun, masih saja ada anggapan miring dari masyarakat. Semua terjadi karena ulah oknum tak bertanggungjawab yang mencoreng nama institusi Polri.

Load More