SuaraSumbar.id - Maelo pukek (menarik pukat) merupakan cara menangkap ikan ramah lingkungan. Para nelayan di pantai Padang dan pesisir Sumatera Barat (Sumbar), masih merawat tradisi turun temurun itu sampai hari ini. Mereka menikmati berkah laut tanpa merusak alam dan habitat ikan.
Minggu pagi (20/11/2022), sekitar pukul 08.15 WIB, belasan orang pria maelo pukek di pantai Padang, Kelurahan Purus, Kecamatan Padang Barat, dekat Kampung Tematik Elo Pukek. Mereka menarik tali pukek sampai ke pinggir jalan beraspal yang berjarak sekitar 10 meter dari pasir pantai.
Gerimis pagi itu tak menyurutkan semangat tukang elo pukek yang usianya belasan hingga 60 tahun lebih. Mereka berkelakar sambil menyantap gorengan dan minum air putih. Sesekali, mereka juga menertawakan hasil tangkapan pukek yang tak sesuai harapan.
"Sampahnya banyak, ikan tak ada," keluh Risman (44), salah seorang tukang elo pukek kepada Suara.com.
Baca Juga: Punya Program Asuransi Nelayan dan Peningkatan Kesejahteraan, Ganjar Kembali Dapat Dukungan
Menurut Risman, sampah-sampah di pinggiran pantai Padang berasal dari sungai. Jaring pukek nelayan selalu berisi sampah saat menangkap ikap. "Sudah biasa. Sampah ini teman ikan dalam pukek kami," kata pria yang mengaku sudah maelo pukek sejak kelas 4 SD.
Tukang elo pukek ini tergabung dalam Kelompok Nelayan Kasiak Angek Purus (KNKAP) Kota Padang. Mereka menebar jaring pukek ke laut dengan jarak sekitar 250-300 meter dari bibir pantai menggunakan biduk. Sekitar 45 menit setelah itu, tali jaring pukek ditarik pelan-pelan bersama-sama.
Maeolo pukek berlangsung pagi hari. Namun Minggu itu, aktivitas maelo pukek berlanjut hingga pukul 11.15 WIB. Empat kali mereka menebar pukeknya ke tengah laut.
"Namanya pukek tapi, jadi tidak terlalu jauh ke tengah laut. Hari ini memang kami sengaja 4 kali ulang mamukek karena tangkapan sedikit dan orang-orang yang mau membeli ikan masih menunggu," kata Buyung Nasrianto (51).
Pria yang sudah lebih 30 tahun maeolo pukek itu mengatakan, cuaca buruk sangat mempengaruhi hasil tangkapan pukek. Kadang sekali mamukek, mereka hanya bergaji Rp 30 ribu. "Ombak tinggi tidak bisa mamukek. Kalau hujan tidak masalah," katanya.
Baca Juga: OMG Jatim Distribusi Peralatan Melaut untuk Nelayan di Pesisir Selat Madura
Menurut Buyung Nasrianto, para tukang pukek hanya mencari rezeki untuk kehidupan sehari-hari. Dalam satu rombongan biduk pukek, mereka biasanya berjumlah 8-10 orang.
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Jualan Sepi usai Mualaf, Ruben Onsu Disarankan Minta Tolong ke Sarwendah
Pilihan
-
Zulkifli Hasan Temui Jokowi di Solo, Akui Ada Pembicaraan Soal Ekonomi Nasional
-
Trump Singgung Toyota Terlalu Nyaman Jualan Mobil di Amerika
-
APBN Kian Tekor, Prabowo Tarik Utang Baru Rp 250 Triliun
-
Prabowo 'Kebakaran Jenggot' Respons Tarif Trump, Buka Seluruh Kran Impor: Pengusaha Teriak Bumerang!
-
Solusi Pinjaman Syariah Tanpa Riba, Tenor Panjang dan Plafon Sampai Rp150 Juta!
Terkini
-
Aktivitas Vulkanik Gunung Talang Solok Meningkat, Badan Geologi Minta Masyarakat Waspada Longsor!
-
Pengusaha UMKM Aksesoris Fashion Tembus Pasar Internasional Berkat Pemberdayaan BRI
-
Solok Diguncang 3 Kali Gempa Beruntun, Ini Penjelasan BMKG
-
Kronologi Balita 3 Tahun Hanyut di Sungai Kota Padang, Jasad Ditemukan 600 Meter dari Lokasi Mandi!
-
Detik-detik Petugas Keamanan Objek Wisata Bukittinggi Ngamuk dan Tembakan Air Gun, Gaji Jadi Pemicu!