SuaraSumbar.id - Penampilan para tuo silek dari puluhan perguruan silek di Ranah Minang memukau gelaran Galanggang Silek Tradisi yang berlangsung di Agam Jua Cafe, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat (Sumbar) sejak Sabtu hingga Senin (13/6/2022).
Orang-orang berbaju serba hitam meramaikan Agam Jua Art and Culture Cafe yang menghadirkan nuansa mistis. Suara suling sahut-menyahut menyejukkan telinga.
Orang-orang berbaju serba hitam itu merupakan para pandeka (pendekar) dan anak sasian-nya (para murid). Mereka berasal dari sekitar 16 sasaran silek yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Sumbar.
Ada sasaran yang memperagakan berbagai atraksi yang jadi ciri khas sasaran-nya. Sebagian lagi, datang untuk mambantang nan talipek (membentangkan segala yang selama ini terlipat di sasaran masing-masing) ke tengah khalayak ramai. Ada pula yang mempertunjukkan silek tradisi lebih ke sisi fisik, sebagian lagi memperkenalkan silek lebih ke olah batin.
Baca Juga: Galanggang Silek Tradisi, Jalan Mengembalikan Identitas Budaya Minangkabau
Sasaran dari Balubuih dari kabupaten Limapuluh Kota beraliran Kumango. Para pandeka-nya mempertunjukkan eratnya hubungan silek dengan surau, tasawuf hingga tarekat.
Pengunjung tidak hanya diperlihatkan bagaimana adat berguru. Namun, bagaimana silek itu sendiri merupakan jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, seperti nazam yang dibacakan sesaat jelang pandeka dari Balubuih menampilkan pertunjukkan; "zahia silek mancari kawan, batin silek mancari Tuhan".
Dengan gerak lambat namun intens, dua pandeka berbusana serba hitam memperagakan proses latihan di sasaran Silek Kumango Balubuih tampak seperti sedang bertarung dengan diri sendiri. Sasaran silek ini memang lebih ke 'silek bathin' ketimbang silek fisik. Hanya 25 persen dari ilmu silek Kumango Balubuih itu berisi ajaran silek fisik, selebihnya silek bathin.
Begitu juga dengan Sasaran Silek Pangian Rantau Batanghari dari Dharmasraya yang tampil di malam kedua. Aliran silek ini juga lebih menekankan silek bathin.
Dalam sejarah Minangkabau, silek dan surau pernah menjadi salah satu unsur subversif bagi tatanan kolonial. Di masa penjajahan itu, banyak sasaran silek yang terlibat langsung dalam beberapa pemberontakan. Banyak tuo silek (guru silek sekaligus guru tarekat) yang ditangkap, banyak sasaran yang ditutup paksa.
Baca Juga: Membumikan Silek Minangkabau di Sekolah, Sinergitas Surau dan Sasaran Perlu Diperkuat
Silek kemudian dilarang oleh pemerintah kolonial. Sebagian tuo silek yang tersisa berusaha mewariskan ilmunya secara lebih hati-hati, bahkan sembunyi-sembunyi.
Saat silek mulai lebih sering ditampilkan di depan orang ramai pada awal-awal Orde Baru, ia sudah lebih berupa seromoni, sebagai bagian dari ‘tradisi’ menyambut birokrat-birokrat dari Jakarta.
Hal tersebutlah yang menjadi kegelisahan peneliti silek tradisi Minangkabau sekaligus kurator Galanggang Silek Tradisi, Zuari Adbullah.
Menurutnya, silek sering dipahami sebagai budaya yang sifatnya seremonial. Padahal, silek merupakan identitas budaya yang berisi prinsip dan kepribadian Minangkabau. Dia ingin generasi hari ini mengenal silek lebih jauh dan utuh. Iven Galanggang Silek ini merupakan salah satu ikhtiarnya.
Ada pula sasaran Silek Sinar Tampalo dari Sijunjung yang menampilkan tentang hubungan harmonis antara manusia dengan hewan. Ceritanya tentang dua orang pandeka perempuan yang bertemu seekor induk harimau dengan dua ekor anaknya di dalam hutan. Namun mereka tidak saling serang melainkan berlatih silat bersama-sama.
Konon, dua pandeka perempuan itu merupakan keturunan orang sakti yang pernah mengikat sumpah dengan harimau penjaga hutan agar penduduk dan penghuni rimba tidak saling bermusuhan.
Ada pula Sasaran Harimau Tongga. Dengan iringan bunyi gendang berusia nyaris satu abad yang bikin bulu kuduk merinding, grup dari Pesisir Selatan ini memainkan Tari Sibuai-buai. Tarian ini merupakan gambaran dari sisi parenting yang ada di silek.
Grup itu mengisahkan soal bagaimana seroang ayah mengajari anaknya silek—seperangkat pengetahuan bekal hidup si anak—lewat proses yang intim dan tidak instan, mulai dari ayunan sampai si anak dewasa.
Sasaran Silek Alang Babega datang ke Galanggang Silek Tradisi dengan cerita yang lain lagi. Grup ini berasal dari Pasaman Barat, sebuah kawasan yang dihuni oleh beragam etnis dan budaya. Karena itu, langgam silek-nya juga mencerminkan keragaman budaya tersebut. Menurut Edi Ahmad, guru di Alang Babega, sasaran silatnya mencoba mengembangkan silek dengan mengombinasikannya dengan unsur-unsur budaya Jawa dan Mandahiling. Meski begitu ia tetap mempertahankan silek tradisi Minangkabau sebagai dasarnya.
Puluhan sasaran silek lainnya tampil dengan aliran silek serta permainan-permainan yang mereka kembangkan di sasaran masing-masing. Ada yang menampilkan silek dan debus yang agresif dan membuat jantung berdegub kencang. Ada yang memainkan silek dan lukah gilo. Ada yang memperagakan bagaimana berbahayanya prosesi pengangkatan seorang guru silek, ada yang memperlihatkan bagaimana rumit dan sakralnya prosesi penerimaan seorang murid.
Ada sasaran yang datang dengan murid-muridnya yang masih sangat junior, namun sudah lincah bersilat. Ada sasaran yang hanya beranggotakan laki-laki, ada sasaran yang muridnya perempuan dan laki-laki. Ada yang bersilat dalam kain sarung sambil memakai kurambik, senjata tajam tradisional Minangkabau. Ada yang bersilat tanpa senjata tajam namun bersilat dengan adu tenaga dalam. Beragam. Sungguh beragam.
Tentu saja semua tidak dapat diulas satu-persatu. Yang jelas, selain menjadi ajang saling jumpa antar sasaran, iven tersebut bisa menunjukkan betapa kayanya silek tradisi Minangkabau. Tidak hanya aliran yang beragam, permainan yang lahir di tiap sasaran pun bermacam-macam.
Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Sumbar, Supardi yang hadir pada iven tersebut mengatakan, beragam pertunjukkan tersebut baru sebagian kecil dari aset budaya di bidang silek tradisi.
“Ada ratusan aliran dan permainan silek lainnya yang belum kita saksikan. Mungkin ada juga yang belum kita ketahui,” jelas sosok yang inisiator iven tersebut.
Di malam penutupan, diiringi gesekan rabab, para tuo silek dari berbagai sasaran diundang turun ke galanggang, turun berlaga menunjukkan kebolehannya bersilat. Tuo silek dari satu sasaran berlaga dengan tuo silek dari sasaran lainnya. Dengan senyum sumringah dua karib yang telah lama tak berjumpa, tuo-tuo silek itu beradu satu dua jurus.
Namun laga pamungkas itu bukan untuk mencari menang-kalah. Bukan untuk membuktikan keunggulan satu sasaran dari sasaran lainnya. Seperti dikatakan, lahir silek mencari kawan, laga itu ialah praktek fisik silek saat mencari kawan, bentuk silahturahmi antar sesama makhluk Tuhan.
Tag
Terpopuler
- Kejanggalan LHKPN Andika Perkasa: Harta Tembus Rp198 M, Harga Rumah di Amerika Disebut Tak Masuk Akal
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
- Niat Pamer Skill, Pratama Arhan Diejek: Kalau Ada Pelatih Baru, Lu Nggak Dipakai Han
- Datang ke Acara Ultah Anak Atta Halilintar, Gelagat Baim Wong Disorot: Sama Cewek Pelukan, Sama Cowok Salaman
- Menilik Merek dan Harga Baju Kiano saat Pesta Ulang Tahun Azura, Outfit-nya Jadi Perbincangan Netizen
Pilihan
-
5 HP Samsung Rp 1 Jutaan dengan Kamera 50 MP, Murah Meriah Terbaik November 2024!
-
Profil Sutikno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang Usul Pajak Kantin Sekolah
-
Tax Amnesty Dianggap Kebijakan Blunder, Berpotensi Picu Moral Hazard?
-
Aliansi Mahasiswa Paser Desak Usut Percobaan Pembunuhan dan Stop Hauling Batu Bara
-
Bimtek Rp 162 Miliar, Akmal Malik Minta Pengawasan DPRD Terkait Anggaran di Bontang
Terkini
-
Polres Pariaman Ungkap Pemilik Ganja 11,7 Kilogram, Pelaku Ternyata Narapidana Narkoba
-
Rendang Diusulkan Jadi Warisan Budaya UNESCO, Ini Kata Kementerian Kebudayaan
-
Kantor MUI Sumbar Dibangun di Kawasan Masjid Syekh Khatib Al Minangkabawi, Bangunan 5 Lantai Senilai Rp 24 Miliar
-
Plt Gubernur Sumbar Soroti Daerah Rawan Konflik di Pilkada 2024: Bisa Menghambat Pemilihan!
-
Pria Lansia Tewas Usai Terseret Arus Sungai di Kota Padang