Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Kamis, 28 April 2022 | 16:13 WIB
Seorang perempuan melakukan sosial eksperimen memakai busana seksi dan lewat di tengah-tengah keramaian. Diduga, hal itu dilakukan di Bali. [TikTok]

SuaraSumbar.id - Seorang perempuan melakukan sosial eksperimen memakai busana seksi dan lewat di tengah-tengah keramaian. Diduga, hal itu dilakukan di Bali.

Sosial eksperimen tersebut diunggah oleh pengguna TikTok Astridd73, dan mendapat banyak komentar.

Hingga artikel ini dipublikasikan, Kamis (28/4/2022), video sosial eksperimen tersebut disukai sedikitnya 646 ribu warganet dan dikomentari 4.138 orang.

"Sosial eksperimen yuk, kita lihat ekspresi orang-orang sekitar," demikian keterangan video tersebut.

Baca Juga: Viral Video Pemudik Angkut Motor Sampai Atap Mobil Penuh, Netizen: Itu Mah Pindahan

Seorang perempuan melakukan sosial eksperimen memakai busana seksi dan lewat di tengah-tengah keramaian. Diduga, hal itu dilakukan di Bali. [TikTok]

Dalam video berdurasi 20 detik tersebut, tampak seorang perempuan memakai atasan tanktop dan celana jins ketat.

Perempuan itu melintasi area makan di suatu tempat. Alhasil, banyak ekspresi orang-orang yang melihat perempuan tersebut.

"Ngakak yang lagi makan di samping ada istrinya," kata seorang pengguna TikTok mengomentari video itu.

"Menurut saya wajar sih mbaknya kalau dilihat sekilas. Karena lewat dekat banget orang itu. Kayak hal alamiah manusia mungkin ya. Yang tak wajar ditatap lama," kata @efxxx.

"Salpok bapak-bapak ada bininya, matanya tajem amat," kata akun @aprixxx.

Baca Juga: Bapak Kos Ungkap Perasaan Cinta, Perempuan Ini Sampai Risi Berkali-kali Diganggu

Ada pula warganet yang justru memuji perempuan tersebut. "Kalau aku di situ, aku juga ngeliatin mbaknya terus, karena cakep banget."

Seorang perempuan melakukan sosial eksperimen memakai busana seksi dan lewat di tengah-tengah keramaian. Diduga, hal itu dilakukan di Bali. [TikTok]

Lawan Catcalling
Catcalling adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekitar kita, yang mana korban dari fenomena ini didominasi oleh perempuan.

Bayangkan, kamu sedang berjalan di suatu tempat, tiba-tiba kamu melewati segerombolan cowok dan mereka mulai memanggil-manggil kamu atau meneriaki beberapa hal.

Teriakan bisa bermacam-macam, mulai dari meminta kamu menengok dan melihat ke arah mereka, meminta kamu tersenyum untuk mereka, bertanya kamu hendak kemana, bertanya apakah kamu ingin ditemani, meminta berkenalan, dan lain lain.

Apakah hal ini tidak asing? Rasanya hampir setiap perempuan pernah mengalami situasi semacam ini. Inilah yang disebut dengan catcalling.

Bentuknya macam-macam, bisa siulan, panggilan, dan komentar yang bersifat seksual atau tak diinginkan dari lelaki kepada perempuan yang lewat. Secara lebih luas, street harassment adalah bentuk pelecehan seksual yang dilakukan di tempat publik.

Menurut riset dari Hollaback di 42 kota di seluruh dunia, 71 persen perempuan pernah mengalami street harassment sejak usia puber (11-17 tahun), dan lebih dari 50 persen di antaranya termasuk pelecehan fisik. Namun catcalling dan street harassment sendiri adalah fenomena yang masih jarang sekali diteliti dan dibahas lebih lanjut.

Oleh karena itu, isu ini seringkali masih dianggap remeh, dianggap sebagai sesuatu yang akan dimaklumi, seolah hal ini dianggap wajar sehingga perempuan harus memaklumi perlakuan tersebut.

Street harassment seringkali dikaitkan dengan pemerkosaan. Di sini kita tidak akan berbicara mengenai pemerkosaan yang bisa menjadi satu tulisan berbeda.

Namun ada benang merah yang bisa ditarik dari keduanya, bahwa kerap kali perempuan sendirilah yang disalahkan, karena memakai pakaian yang dianggap “terlalu terbuka” atau “mengundang”.

Padahal sebenarnya, paham bahwa perempuan berhak menerima perlakuan tertentu karena caranya berpakaian dan berpenampilan adalah bagian dari rape culture.

Perlu ditanamkan bahwa, no matter what they choose to wear, they are not asking to be raped!

Sebagian besar laki-laki tidak pernah mendapatkan catcalling oleh perempuan. Mereka yang berjalan di jalanan gang atau tempat ramai dengan muka cemberut tidak akan pernah diminta untuk tersenyum oleh wanita yang dilewatinya.

Laki-laki tidak akan pernah mendapatkan perkataan mengenai tubuhnya atau mendengar apa yang dilakukan seorang perempuan kepadanya tanpa persetujuan lelaki tersebut. Situasi ini mencerminkan, bentuk pelecehan adalah berdasarkan gender.

Beberapa orang menganggap sepele hal ini karena beranggapan, para lelaki hanya mengungkapkan pujian dan tanda bahwa kamu “menarik”, sehingga mendapat perhatian. Perlu ditekankan bahwa komentar yang bernada seksual bukanlah pujian.

Apakah dalam situasi tersebut kamu memiliki alasan dan menginginkannya terjadi? Apakah terdapat persetujuan secara baik, di mana perempuan hanya dianggap objek saja.

Semua orang memiliki hak atas tubuhnya sendiri, yang berarti tak sembarang orang berhak mengomentari tubuh dan penampilan perempuan. Seolah tubuh perempuan di publik hanya untuk dinikmati saja, menjadi milik publik dan bukan milik dirinya sendiri

Stop Telling Women to Smile adalah sebuah pergerakan yang digagas oleh seniman asal New York bernama Tatyana Fazlalizadeh. Untuk melawan pelecehan seksual berdasarkan gender, ia membuat kampanye untuk meningkatkan kesadaran dengan seni sindiran di publik terbuka.

Kontributor : Rizky Islam

Load More