Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Jum'at, 26 November 2021 | 06:15 WIB
Proses pengerjaan batik tulis. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Pandemi Covid-19 nyaris melumpuhkan semua sektor penghidupan masyarakat. Jutaan karyawan dirumahkan sejak virus corona mewabah di Indonesia. Tak sedikit pula pelaku usaha kecil hingga pengusaha besar terpaksa gulung tikar.

Meski tertatih di tengah melambatnya pergerakan ekonomi bangsa, masih ada pelaku usaha kecil yang kokoh bertahan. Bahkan, omzetnya melambung naik sejak awal pandemi Covid-19 mewabah pada tahun 2020 lalu.

"Alhamdulillah omzet naik. Kalau terdampak pastilah, tapi kami tak putus asa begitu saja," kata Yusrizal, salah seorang pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) kepada SuaraSumbar.id, beberapa waktu lalu.

Lelaki 29 tahun itu adalah pengrajin Batik Tulis Salingka Tabek yang bermarkas di Jorong Bawah Duku, Nagari Kotobaru, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Usaha membatik dengan khas batik tanah liek (liat) asli Solok itu telah digelutinya sejak 2017 silam.

Baca Juga: Daftar Diskon Harbolnas 12.12 Tahun 2021, Terlengkap dan Terbaru

Lulusan D3 komputer itu blak-blakan menyebut usaha membatiknya tidak merasakan betul dampak pandemi Covid-19 dalam hal pendapatan. Justru sebaliknya, orderan batiknya malah bertambah-tambah.

Yusrizal memutar otak agar sanggar produksi batiknya terus menggeliat. Dia tak ingin larut dengan pandemi yang membatasi semua aktivitas. Mau tidak mau, semua pelaku usaha hari ini, termasuk Yusrizal, harus 'berdamai' dengan pandemi Covid-19 yang entah kapan akan berakhir.

"Agar tidak vakum, tentu saja kita harus memperbarui cara pemasaran di tengah covid yang semuanya dibatasi, lebih-lebih tatap muka," katanya.

Yusrizal pun menggencarkan sosialisasi produksinya lewat promosi online, khususnya media sosial Facebook dan Instagram. Tak saja menjajal produk, dia juga menawarkan program edukasi ke sanggar Batik Tulis Salingka Tabek.

"Misalnya ada yang berkunjung satu atau dua orang, itu saya promosikan lewat medsos. Nah, dari informasi itulah banyak yang datang ke sini. Akhirnya, proses jual beli berjalan terus dan kami tetap produksi," katanya.

Baca Juga: Begini Cara Cek Resi Shopee Express Cepat dan Mudah

Upaya Yusrizal ternyata manjur. Sanggar produksi batiknya nyaris tak pernah sepi saat pandemi Covid-19. Pesanan pun datang bertubi-tubi. Bahkan omzetnya pun naik sejak pandemi melanda.

"Omzet tahun 2020 hanya sekitar Rp 162 juta. Tahun ini alhamdulillah lebih dari Rp 200 juta. Ini omzet per tahun ya, bukan per bulan," katanya.

Menurut Yusrizal, bagi pelaku UMKM yang bergerak di produksi apa pun, tidak ada jalan terbaik saat pandemi ini, kecuali 'berlayar' di pasar online. Sebab, interaksi masyarakat mayoritas hari ini berada di ujung jari dan itu terjadi setiap hari.

Di sisi lain, pasang surut memproduksi batik telah dialami Yusrizal yang merintis usahanya dengan modal Rp 350 ribu itu. Mulai dari cemooh orang kampung, sampai larangan dari orang tua. Dia terus berjalan hingga akhirnya kini menjadi rujukan daerah lain.

"Hampir semua kabupaten dan kota di Sumbar sudah berkunjung ke sini untuk studi tiru. Ciri khas produksi batik kami yaitu tanah liatnya. Jadi, kain itu direndam dalam tanah. Motifnya diukir manual alias tradisional dan hasilnya kayak motif baju batik era 70 an," kata Yusrizal.

Khusus untuk batik tanah liat, Yusrizal membanderol harga paling rendah Rp 485 ribu per potong untuk sarung dan selendang. Sedangkan harga batik cat paling rendahnya Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu.

"Pemasaran kami sudah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Luar negeri juga sudah, seperti Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam," katanya.

Dia berharap agar pelaku UMKM bisa memanfaatkan medsos sebagai wadah promosi mengembangkan usaha di tengah wabah. Pelaku usaha dituntut bertranformasi ke dunia digital, yakni berjualan lewat jaringan internet. Hal itu merupakan salah satu jalan untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19.

"Sebetulnya, online ini mempermudah kita dalam promosi. Tidak perlu ke luar rumah. Bisa di tempat tidur, sambil tiduran, main, ketawa," katanya.

Di sisi lain, Yusrizal mengaku belum mencoba memasarkan produknya lewat e-commerce. Ke depan, dia juga akan mengembangkan sayap untuk menjual produknya lewat Shopee yang diyakini memiliki peminat lebih banyak, dibandingkan e-commerce lainnya.

Medsos dan E-Commerce

Keberadaan media sosial atau medsos, seperti Facebook, Instagram, Twitter, hingga e-commerce menjadi solusi pelaku usaha di tengah pandemi Covid-19. Hari ini, pelaku UMKM memang dituntut cepat beradaptasi atau bertransformasi ke pasar digital.

Dampak baik berdagang lewat pasar digital juga juga telah dirasakan pemilik Randang Minang Hj Fatimah. Omzetnya memang turun dibandingkan tahun-tahun sebelum corona, namun usaha dari Kabupaten Solok itu tetap berproduksi melayani para pelanggannya dari berbagai daerah Indonesia.

"Kalau turun pasti. Semua pelaku usaha terdampak karena Covid-19. Tapi Alhamdulillah tetap bertahan dan nggak sampai gulung tikar," kata pemilik usaha Randang Minang Hj Fatimah, Silvi Lestari.

Sebelum pandemi melanda, produksi rendang Silvi tembus 50 kilogram per kilogramnya setiap pekan. Namun saat ini, produksi rendangnya berada dikisaran angka 25 kilogram per pekannya. Rendang isi 300 gram dijual seharga Rp 100 ribu, sedangkan isi 600 gram dibandrol senilai Rp 175 ribu dan untuk 1.000 gram Rp 320 ribu.

“Rendang kami sudah pakai packing kaleng berstandar pangan nasional, dijamin awet dan tahan lama," katanya.

Selain di sekitar Sumbar, rendang Silvi telah memiliki banyak pelanggan tetap yang tersebar di hampir tiap kota Indonesia. Mulai dari Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, Bangka Belitung, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Papua. Sebelum pandemi bahkan rata-rata jemaah umrah dari Solok memesan rendang Hj Fatimah.

"Paling mendominasi dari luar Sumbar. Pesanan lokal paling baru sekitar 5 tahunan ini, saya sudah jualan 9 tahun," katanya.

Randang Hj Fatimah yang dijual lewat Shopee. [Dok.Istimewa]

Selain memanfaatkan medsos, Silvi juga memasarkan produk makanan khas Ranah Minang itu lewat e-commerce Shopee. Menurutnya, salah satu cara terbaik pelaku usaha bertahan di tengah pandemi Covid-19 adalah dengan bertransformasi ke promosi digital. Apalagi, Shopee memiliki pelanggan jutaan orang dan itu tidak saja yang berada di Indonesia.

"Saya jualan lewat Shopee ini memang sejak pandemi. Shoppee ini kan pelanggan banyak dan saya sudah rasakan manfaatnya. Semoga rendang saya semakin laku lagi di Shopee," katanya.

Dicintai Pelanggan, Shopee Raja E-commerce Indonesia

Salah seorang pelanggan Shopee, Wulan (21) mengaku telah menjadi pelanggan Shopee sejak 2 tahun lebih. Mayoritas Wulan membeli bedak, baju dan kebutuhan kecantikan lainnya. Dia mengaku nyaman bertransaksi dengan Shopee karena tidak ribet dan banyak gratis ongkos kirimnya.

"Saya sering belanja bedak hingga baju lewat Shopee. Nggak ribet sih dan paling senang itu banyak gratis ongkirnya," kata mahasiswi kampus swasta di Kota Padang itu.

Selain gratis ongkir, kata Wulan, diskon produk besar-besaran juga kerap diberikan Shopee dari berbagai produk. Kondisi ini tidak saja berlangsung saat Harbolanas atau Hari Belanja Online Nasional.

"Shopee sering diskon. Pokoknya kami sebagai pelanggan senang dapat yang gratis dan diskon besar. Ini tidak saja terjadi saat Harbolanas, tapi juga di waktu-waktu biasa," katanya.

Kemudahan akses menjadi salah satu alasan kenapa semakin pesatnya pertumbuhkan Shopee. Berdasarkan hasil riset terbaru KANTAR, Shoppe masih merajai e-commerce Indonesia dengan menempai posisi pertama dari semua indikator penilaian terkait "Peta Persaingan Online Shopping di Indonesia" selama bulan September 2021.

Dalam penelitian tersebut, KANTAR melibatkan sebanyak 870 responden yang disurvei dengan menggunakan survei daring kepada responden dari usia 20-35 tahun ke atas. Penelitian itu tidak hanya dilakukan di Kota Tier 1 (Jakarta dan kota-kota besar), namun juga dilakukan di kota Tier 2 dan Tier 3 yang berpotensi menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.

"54 persen responden menyebut Shopee adalah merek yang paling mudah diingat konsumen. Kedudukan Shopee pada peringkat pertama dalam peta pertumbuhan e-commerce tidak hanya terlihat dari 1 indikator," kata Darren Cheng, Senior Client Development Director KANTAR, dalam siaran pers yang diterima Suara.com.

Selain itu, Shopee juga memiliki jumlah pengguna terbanyak pada 6 bulan terakhir. Kemudian, rata-rata nilai transaksi bulanan terbesar juga di juarai Shopee.

Di sisi lain, sejak tahun 2018 silam, Shopee telah berkomitmen mendorong penguatan dan penjualan produk UMKM lokal asli Indonesia. Hal ini ditandai dengan hadirnya program "Kreasi Nusantara". Program tersebut fokus dirancang dan didedikasikan untuk memamerkan rangkaian produk lokal Indonesia lintas kategori, seperti fashion, makanan dan minuman, kecantikan dan perawatan, perlengkapan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Kreasi Nusantara juga menjadi wadah bagi UMKM untuk menjangkau basis pasar yang lebih luas dan memasarkan produk karya mereka.

Keniscayaan Digitalisasi

Transaksi jual beli lewat toko daring di Indonesia memang tak main-main. Bahkan, data Bank Indonesia mengungkapkan bahwa nilai transaksi e-commerce Indonesia di tahun 2020 mencapai Rp 266,3 triliun.

Atas dasar potensi yang menjanjikan itulah Plt Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita,m meminta percepatan program e-Smart IKM guna meningkatkan peluang transaksi daring (online).

“Program ini diharapkan agar produk-produk IKM nasional memiliki kualitas yang bisa berdaya saing global, dengan memanfaatkan platform digital yang ada seperti e-commerce, website dan media sosial,” kata Reni, dikutip dari Suara.com pada Minggu (24/10/2021).

Sejak tahun lalu, program e-Smart IKM menjadi bagian dari Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.

Gernas BBI merupakan sebuah gerakan nasional sebagai bentuk dukungan terhadap industri/produk dalam negeri.

“Kampanye Gernas BBI yang intens dilakukan pemerintah juga bertujuan meningkatkan UMKM/IKM onboarding di plaform digital, dengan target sebanyak 30 juta UMKM/IKM onboarding pada tahun 2023,” katanya.

Di sisi lain, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyebutkan bahwa sebanyak 15,9 juta UMKM di Indonesia sudah terhubung dengan ekosistem digital.

"Naik 100 persen jika dibandingkan sebelum pandemi yang masih di angka 8 juta UMKM," katanya, dikutip dari Suara.com.

Menurut Teten, Presiden Joko Widodo menargetkan hingga tahun 2024, sebanyak 30 juta pelaku UMKM sudah terhubung dengan ekosistem digital.

"Saat ini tren pasar dinamis dan sangat cepat, makanya harus ada pendampingan kepada UMKM agar bisa beradaptasi, inovasi produk, dan transformasi ke digital. Semangat ini harus diadopsi oleh semua pihak yang terlibat," katanya.

Ia mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM sudah menyusun ekosistem transformasi UMKM masa depan yang berbasis kreativitas dan inovasi teknologi.

"Ini bisa menjadi masa depan ekonomi Indonesia. Apalagi kita tahu 99,9 persen tulang punggung kita adalah sektor UMKM, sehingga perlu ada dukungan dan pendampingan ekspor," katanya.

Komitmen Pemprov Sumbar dan Pemerintah Pusat

Digitalisasi UMKM sepertinya sudah menjadi harga mati, lebih-lebih di tengah pandemi Covid-19. Hal ini terlibat dari dukungan penuh pemerintah pusat hingga ke daerah. Pemprov Sumbar pun juga telah menyatakan komitmennya untuk mendukung digitalisasi UMKM.

Jumlah UMKM di Sumbar yang terdata kini mencapai 590 ribu unit. Beragam macam usahanya. Mulai dari kuliner, pakaian, produk olahan kopi, teh, dan sebagainya. Namun, masih banyak dari ratusan ribu UMKM tersebut yang belum maksimal memanfaatkan dunia digital untuk mempromosikan produknya.

Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldi mengatakan, di era revolusi industri 4.0, perkembangan teknologi digital menjadi kunci pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, pelaku usaha juga dituntut memanfaatkan teknologi digital sebagai sarana meningkatkan promosi dan pemasaran.

"Strategi marketing menggunakan SEO berhubungan dengan timbulnya brand awareness. Apabila konsumen sudah aware dengan produk atau jasa yang kita ditawarkan, pastinya akan berkesinambungan dengan peningkatan penjualan," kata Audy saat menjadi keynote speaker di acara Talkshow Digital Marketing, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, teknologi kini telah selaras dengan UMKM, baik usaha kecil maupun usaha rumah tangga. Esensi 4.0 menyebabkan segala sesuatu terkoneksi dengan internet.

"Pandemi berdampak pada percepatan digitalisasi di Indonesia. Jika sebelumnya usaha bergerak secara konvensional dimana proses jual beli lebih terarah pada proses tatap muka atau mengandalkan media TV, radio, koran, majalah, brosur atau flyer. Dengan adanya digitalisasi proses tersebut bergeser dengan memanfaatkan berbagai platform media sosial. Mungkin empat tahun ke depan seluruh lini bisnis sudah digital," katanya.

Audy juga kerap membantu mempromosikan produk pelaku UMKM di Sumbar lewat Instagram pribadinya yang berjumlah 44 ribu lebih pengikut. Menurutnya, cara sederhana itu, setidaknya bisa mengenalkan produk pelaku usaha di Sumbar kepada netizen yang tersebar di nusantara.

Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga fokus mendorong pelaku UMKM bangkit setelah porak-poranda dilanda Covid-19. Salah satu caranya adalah dengan menghadirkan Forum Ekonomi Digital Kominfo.

Menteri Kominfo Johnny Gerard Plate mengatakan, pelaku UMKM perlu mendapatkan dukungan nyata. Caranya yakni dengan mengalihkan kegiatan dagangnya melalui platform digital atau melalui ruang digital. Melalui ruang digital, potensi cakupan dagang menjadi lebih besar dibandingkan konvensional.

"Daya jangkau online menembus batas wilayah daerah, bahkan bisa mencapai negara lain," katanya.

Load More