SuaraSumbar.id - Rumah Gadang. Kalau kita jalan-jalan ke Sumatera Barat, kita akan melihat hampir semua arsitektur bangunan di sana memiliki atap runcing yang menjulang ke atas.
Mulai dari rumah tinggal, perkantoran, sekolah, rumah sakit dan rumah makan memiliki bentuk atap yang sama. Itulah replika dari atap rumah adat khas Minangkabau atau lebih dikenal dengan sebutan Rumah Gadang.
Dalam bahasa Minang, Gadang itu artinya besar. Sehingga Rumah Gadang berarti rumah yang besar. Tak heran ukuran rumah ini sangat besar bisa jadi salah satu rumah adat Indonesia yang paling megah.
Ragam Cerita Asal-usul Rumah Gadang
Banyak versi mengenai sejarah dan asal-usul Rumah Gadang di Sumatera Barat. Laman kemdikbud.go.id menulis, bentuk atap rumah tersebut dibuat menyerupai tanduk kerbau. Ini tidak terlepas dari sejarah yang melatarinya. Pada zaman dahulu kala, Kerajaan Majapahit dari pulau Jawa pernah ingin menaklukkan seluruh wilayah Sumatera, termasuk Minangkabau. Mengetahui hal tersebut, masyarakat Minangkabau tak tinggal diam. Mereka menolak niat Kerajaan Majapahit tersebut, namun tidak menginginkan pertumpahan darah.
Untuk mencegah peperangan, masyarakat Minang menawarkan adu kerbau dengan pasukan Majapahit. Jika Majapahit menang, mereka boleh merebut wilayah Minangkabau sebagai wilayahnya. Dan sebaliknya, jika kalah, maka seluruh tentara Majapahit harus meninggalkan ranah Minang. Tawaran ini kemudian disetujui oleh pimpinan pasukan Majapahit.
Tak disangka kerbau milik masyarakat Minang menang dalam pertempuran tersebut. Alhasil, sesuai kesepakatan, pasukan Kerajaan Majapahit harus hengkang dan kembali ke daerah asalnya. Untuk merayakan kemenangan dan mengingat peristiwa tersebut, masyarakat Minang sepakat mengganti bentuk atap rumah adat mereka dengan bentuk runcing ke atas, seperti bentuk tanduk kerbau.
Konon kata Minangkabau adalah gabungan dari dua kata, Minang dan Kabau. Minang berarti menang, Kabau berarti Kerbau. Jika disambung bisa bermakna kerbau yang menang. Sama seperti peristiwa adu kerbau dengan pasukan Kerajaan Majapahit.
Cerita berbeda dituliskan laman rumah123.com. Disana disebutkan, bentuk atap Rumah Gadang tidak terkait dengan peristiwa adu kerbau, melainkan sebagai ekspresi spiritualitas masyarakat setempat. Orang Padang asli biasa menyebut atap rumah yang runcing ke atas itu dengan istilah gonjong. Karena itu pula Rumah Gadang juga disebut sebagai Rumah Bagonjong. Dalam kepercayaan masyarakat Minang, atap Rumah Bagonjong yang menjulang tinggi ke atas, melambangkan harapan yang digantungkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Baca Juga: 5 Wisata Sumbar untuk Liburan Singkat: Nagari 1000 Rumah Gadang Hingga Pulau Pagang
Versi lainnya ditulis oleh blog.tripcetera.com. Laman tersebut menyebutkan, bentuk lancip atap rumah gadang terinspirasi dari kapal Lancang yang melintas di Sungai Kampar. Ketika bersandar di daratan, kapal tersebut diberi atap dengan menggunakan tiang layar yang diikat dengan tali. Karena bebannya terlalu berat, atap tersebut jadi melengkung dan membentuk sudut lancip ke atas. Akhirnya karena rusak dan tidak bisa digunakan, kapal tersebut akhirnya dialihfungsikan sebagai rumah warga Minang.
Filosofi Arsitektur Rumah Gadang
Dan secara umum, Rumah Gadang tak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal. Melainkan juga sebagai tempat untuk melaksanakan sejumlah kegiatan masyarakat, diantaranya upacara adat.
Bentuk Rumah Gadang tidak terlepas dari beragam makna filosofisnya. Laman rumah123.com menulis, rumah ini dibangun menyesuaikan dengan falsafah alam. Atapnya yang miring dan lancip melambangkan air yang mengalir dari hulu menuju hilir. Bentuk ini memudahkan air terjatuh ketika diguyur hujan. Rumah Gadang konon juga dibuat sejajar dengan arah mata angin, untuk menghindari terpaan angin kencang dan sengatan sinar matahari.
Salah satu keunikan lain dari Rumah gadang adalah, rumah tersebut dibangun dengan arsitektur yang tahan gempa. Bisa jadi ini adalah bentuk kearifan lokal para leluhur dan nenek moyang masyarakat Minangkabau. Sebab pembangunan Rumah Gadang menyesuaikan dengan kondisi geografis Sumatera Barat yang rawan gempa, karena berada di lintasan cincin api.
Tag
Berita Terkait
-
Pertahankan Klasmen, Sriwijaya FC Tekuk Semen Padang 2-1
-
Pilwana di Agam Digelar November 2021, 119 Calon Wali Nagari Bersaing
-
Berhasil Pertahankan Klasemen, Sriwijaya FC 2-1 Semen Padang FC
-
Babak Pertama, Sriwijaya FC Ketinggalan 0-1 Semen Padang FC
-
Jarang Dilewati, Kondisi Jembatan Penyebarangan Orang di Padang Mengkhawatirkan
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
-
Profil Victor Hartono: Pewaris Djarum, Dicekal Negara Diduga Kasus Pajak
Terkini
-
900 Ijazah Tertahan di Bukittinggi, Ombudsman Sumbar Desak Sekolah Umumkan Pengambilan Gratis!
-
Bupati Limapuluh Kota Kaget Harga Ekstrak Gambir di India Melonjak: Harga dari Petani Sumbar Murah!
-
Galaxy Z Flip7 dan Gemini AI, Solusi Praktis Naikan Level Bisnismu
-
Harimau Sumatera Makin Mengganas di Agam, Ternak Warga Dimangsa dalam Kandang!
-
Apa Bahaya Rahim Copot? Dokter Sebut Perempuan Tak Lagi Bisa Punya Anak