SuaraSumbar.id - Kasus pidana penjara yang menjerat Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar mendapat perhatian banyak pihak. Pasalnya, perkara dugaan perusakan hutan mangrove tersebut disebut-sebut "sarat" dengan kepentingan politik.
Seperti diketahui, Rusma Yul Anwar dinyatakan bersalah melakukan kegiatan usaha tanpa izin lingkungan yang melanggar pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dia divonis penjara selama 1 tahun dengan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang. Pengajuan kasasinya pun ditolak Mahkamah Agung dan saat ini, Rusma sedang berupaya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA.
Pakar Sosiologi Hukum UIN Imam Bonjol Padang, Muhammad Taufik mengatakan, hakim MA harus lebih progresif dan komprehensif dalam memutus PK yang diajukan Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar. Dengan kata lain, tidak hanya berpijak pada putusan pengadilan terdahulu semata.
Baca Juga: Alamak! Oknum Kepsek Terdakwa Kasus Pencabulan Divonis Bebas
"Harus dilihat lebih luas dan utuh karena hanya sekedar soal perizinan. Beliau (Rusma) bahkan tidak terbukti melakukan perusakan hutan mangrove seperti yang didakwakan JPU," katanya kepada wartawan, Senin (27/9/2021).
Kasus tersebut berawal dari laporan Hendrajoni (Bupati Pessel periode 2016-2021) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018 lalu. Saat itu, Rusma Yul Anwar masih menjabat sebagai wakil bupati.
Dalam laporan bernomor 660/152/DLH-PS/2 itu ada 4 orang yang dilaporkan atas kasus dugaan pengrusakan hutan mangrove di Kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan, Pessel. Sayangnya, dari 4 terlapor hanya Rusma sampai diseret ke mejea hijau.
Dalam eksepsinya, penasehat hukum Rusma Yul Anwar menyebut bahwa 3 nama lain yang tidak sampai ke peradilan itu lantaran mereka tidak berpotensi maju menjadi kandidat Bupati Pessel penantang Hendrajoni di Pilkada 2020 lalu.
Saat kasus itu terus bergulir, Rusma berhasil memang telak mengalahkan Hendrajoni di Pilkada 2020. Rusma meraup 128 ribu lebih suara atau 58 persen dari total suara sah.
Baca Juga: Vonis Bebas Pemerkosa Anak di Aceh Dibatalkan, Terdakwa Dihukum 200 Bulan Penjara
"Perjalanan kasus dan kondisi kekinian harus jadi tolok ukur utama hendaknya bagi hakim MA. Jangan sampai keputusan berakibat fatal bagi pembangunan dan stabilitas keamanan daerah," katanya Muhammad Taufik.
Berita Terkait
-
Indonesia Krisis Hakim, Kekurangan Hampir 2.000 Hakim Ancam Kinerja Peradilan
-
Sempat Tertunda Efisiensi Anggaran, Seleksi Hakim Agung dan Ad Hoc HAM Resmi Dibuka!
-
Kasasi Ditolak MA, SYL Tetap Divonis 12 Tahun Penjara
-
Rekam Jejak Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Hukuman Penjaranya Diperberat MA Jadi 13 Tahun!
-
MA Proses PK Jessica Wongso dalam Kasus Kopi Sianida Mirna
Tag
Terpopuler
- Ditahan Atas Dugaan Pemerasan, Beredar Rekaman Suara Reza Gladys Sebut Mail Syahputra Tolak Transferan
- Full Ngakak, Bio One Komentari Pengangkatan Ifan Seventeen Jadi Dirut PT Produksi Film Negara
- Jebloskan Nikita Mirzani ke Penjara Reza Gladys Sempat Disebut Cocok Gabung Gen Halilintar
- Eliano Reijnders Gabung Timnas Indonesia, PEC Zwolle Tulis Kalimat Menyentuh
- 3 Alasan yang Bikin Ustaz Derry Sulaiman Yakin Denny Sumargo, Hotman Paris dan Willie Salim Bakal Mualaf
Pilihan
-
Tiga Seksi Tol Akses IKN Ditargetkan Rampung 2027, Ini Rinciannya
-
7 Rekomendasi HP 5G Murah Mulai Rp 2 Jutaan Terbaru Maret 2025
-
Sibuk Naturalisasi, Jordi Cruyff Beri Nasihat Membumi untuk PSSI
-
Tabel KUR BRI Terbaru, Pinjaman Rp1 Juta Hingga Rp500 Juta dan Bunganya
-
Setoran Pajak Anjlok 41 Persen di Tengah Kebutuhan Anggaran Jumbo Prabowo
Terkini
-
Kejar-kejaran dengan Polisi, Kurir Ganja 26 Kg Diringkus di Pasaman Barat, 1 Pelaku Residivis!
-
Daftar 7 Kapolres Baru di Polda Sumbar, Lengkap dengan 10 PJU Baru!
-
Kronologi Anggota Satpol PP Padang Tewas Ditabrak Mobil di Pariaman
-
Kamera Galaxy S25 Ultra-Galaxy AI Terbaru Hasilkan Foto Arsitektur Epik
-
Nikmati Fasilitas Pembayaran Digital Eksklusif di Kapan Lagi Buka Bareng BRI Festival 2025: Momen Spesial Ramadan