Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 01 Juni 2021 | 17:08 WIB
Muhammad Yamin [PDS HB Jassin]

SuaraSumbar.id - Selain Soekarno, kelahiran Pancasila yang digodok dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai, tidak bisa dilepaskan dari dua tokoh pergerakan Indonesia lainnya, Mr Soepomo dan Mr Muhammad Yamin. Kedua nama yang disebut terakhir tersebut memang tidak setenar Soekarno yang kelak menjadi proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia.

Mengenai sepak terjang Soepomo dan Yamin dalam sidang BPUPKI, tidak bisa dilepaskan dari kerangka lima rumusan sila dalam Pancasila.

Nama Muhammad Yamin menjadi sosok yang tak bisa dilepaskan dalam perumusan sila dalam Pancasila. Sosok pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) ini dianggap memiliki pemikiran yang mendekati dalam rumusan Pancasila.

Sebelum Soekarno menyebut Pancasila pada pidatonya di tanggal 1 Juni 1945, yang kelak diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, Muhammad Yamin terlebih dulu menyampaikan buah pikirnya tentang dasar negara Indonesia yang dikenal hingga hari ini.

Baca Juga: Ikuti Upacara Hari Lahir Pancasila, Bobby Nasution Berpakaian Adat Batak Toba

Pada 29 Mei 1945 Muhammad Yamin berkesempatan menyampaikan lima pemikirannya, yakni, peri kebangsaan peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.

Namun ketika menyampaikan usulan secara tertulis mengenai rancangan Undang-undang Dasar (UUD) Republik Indonesia, Yamin yang dikenal sebagai politisi, ahli hukum dan sejarawan ini mencantumkan lima azas, yakni:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain Yamin, Soepomo juga berkesempatan menyampaikan pemikirannya pada 31 Mei 1945. Dalam pidatonya dia menelurkan gagasan yang terdiri dari persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah dan keadilan rakyat.

Pun kemudian, Soekarno menyampaikan pemikirannya pada 1 Juni 1945 dengan lima usulan asas sebagai dasar negara, yakni: Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan Perikemanusiaan, Mufakat dan Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan dan berkebudayaan.

Pun dia juga mengusulkan tiga nama dasar negara, yakni Ekasila, trisila, dan Pancasila. Akhirnya disepakati bahwa dasar negara itu diberi nama Pancasila.

Baca Juga: Peringati Hari Lahir Pancasila, Ratusan Pedagang Malioboro Nyanyikan Lagu Garuda Pancasila

Proses perumusan itu sendiri dilandasi dengan semangat juang yang tinggi dan tertuang dalam nilai-nilai juang yang kuat. Setelah disepakati namanya, maka ditetapkanlah dokumen penetapannya.

Rumusan dasar negara Pancasila yang sah di tetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat dengan rumusan: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Urutan itu juga ditegaskan melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia No.12/1968 pada 13 April 1968. Dalm instruksi tersebut ditegaskan tata urutan Pancasila yang sah.

Sosok Muhammad Yamin

Berbicara mengenai sosok Muhammad Yamin, tampaknya memang sulit dipisahkan dari kehidupannya yang malang meliintang dalam dunia politik tanah air, baik sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan.

Mohammad Yamin merupakan putra pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah. Yamin sendiri dilahirkan di Talawi, Sawahlunto pada 23 Agustus 1903. Saat beranjak menjelang remaja hingga dewasa, dia mendapatkan pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang yang kemudian dilanjutkan ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta.

Semasa mengenyam pendidikan di AMS, Yamin memulai ketertarikannya mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Namun setelah tamat AMS di Yogyakarta, dengan berat hati dia harus mengubur mimpinya melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda karena ayahnya meninggal dunia.

Tak bisa melanjutkan ke Leiden, Yamin pun meneruskan pendidikannya di Rechtshoogeschool te Batavia atau Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta (yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia) hingga berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.

Selain sukses merampungkan pendidikan tingginya, Yamin juga dikenal sebagai penulis di dekade 1920-an, dalam dunia sastra Indonesia. Karyanya kali pertama ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatra, pun jurnal berbahasa Belanda pada tahun 1920.

Karya awal Yamin sendiri masih terikat pada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik. Sebagai penyair, Yamin pun mulai dikenal sejak puisinya berjudul Tanah Air yang dibuat Tahun 1922 terbit. Selanjutnya, puisi Tumpah Darahku yang muncul pada 28 Oktober 1928 juga menjadi momen penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Selain itu, naskah dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa, muncul juga pada tahun yang sama.

Sementara itu dalam karier politiknya, Yamin yang terobsesi dengan Tan Malaka, memulainya saat masih mahasiswa. Dia bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond dan menyusun ikrah Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II.

Yamin sendiri pernah tercatat sebagai anggota Partindo. Namun, setelah Partindo bubar bersama Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) pada tahun 1937. Kariernya sebagai politisi pun mulai benderang pada Tahun 1939, kala itu ia terpilih sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) meski bukan mewakili Gerindo.

Proses untuk mengikuti pemilihan anggota Volksraad ini bukan perkara mudah bagi Yamin. Pemerintah Hindia Belanda telah sejak lama memantau aktivitasnya. Ia dan beberapa anggota partai Gerindo masuk ke dalam daftar orang-orang yang diawasi. Pun pada masa di Volksraad, Yamin diberhentikan dari partainya, lantaran dia menjadi anggota Dewan Rakyat tersebut melalui jalur perwakilan daerah.

Saat pendudukan Jepang, Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (Putera), organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Kemudian di tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Pun setelah kemerdekaan, Yamin diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Kehakiman pada Tahun 1951, kemudian Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada 1953 hingga 1955, Ketua Dewan Perancangan Nasional pada tahun 1958 hingga 1963, Menteri Sosial dan Kebudayaan mulai 1959 hingga 1960 hingga Menteri Penerangan pada Tahun 1962 hingga 1963.

Load More