Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Jum'at, 26 Februari 2021 | 20:14 WIB
Direktur Pusako Unand, Feri Amsari. [ist]

SuaraSumbar.id - Rusma Yul Anwar baru saja dilantik menjadi Bupati Pesisir Selatan (Pessel) bersamaan dengan 10 kepala daerah lainnya di Auditorium Gubernur Sumatera Barat, Jumat (25/2/2021).

Sayangnya, di momen bahagia itu, menyeruak kabar tak sedap. Dimana, permohonan kasasi tindak pidana menyangkut kasus lingkungan hidup yang menjerat Rusma saat menjabat Wakil Bupati Pessel, ditolak Mahkamah Agung (MA) RI. Pengumuman itu dikeluarkan tiga hari jelang politisi Gerindra itu dilantik.

Fenomena ini turut dikomentari Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari. Dia menilai ada kejanggalan dari beberapa perspektif. Sebab, putusan MA seolah-olah menyambut proses pelantikan Rusma sebagai kepala daerah.

"Saya agak bertanya-tanya, apakah MA tidak mempertimbangkan berbagai hal. Orang sudah terpilih sebagai kepala daerah, tiba-tiba reputasinya rusak dengan berbagai alasan dan pertimbangan itu," katanya kepada SuaraSumbar.id, Jumat (25/2/2021).

Baca Juga: Baru Dilantik, Kasasi Kasus Pidana Bupati Pesisir Selatan Ditolak MA

"Apakah tidak mungkin putusan itu mencoba mereduksi hasil dari demokrasi. Dimana, seseorang sudah terpilih oleh publik menjadi kepala daerah. Kalau itu benar, akan timbul ketidakadilan dan sebagainya," sambung dosen hukum Unand itu.

Jika pun itu benar dari prosesnya, kata pakar hukum tatanegara itu, pertanyaan besarnya, apakah tidak dipertimbangkan tabrakan kerusakan administrasi yang muncul gegera putusan MA tersebut.

"Kenapa putusan sebelum penentuan calon terpilih atau setelah seorang kepala daerah itu dilantik dan telah menjalankan masa bakti dalam kurun waktu tertentu," tuturnya.

Menurut Feri, dalam persoalan proses hukum, undang-undang pemerintahan daerah memiliki hal-hal unik. Seperti pada pasal 83, 84, 86 dan 87 tentang undang-undang pemerintah daerah. Dimana, kasus Bupati Pessel ini tidak ditemukan pasal yang betul-betul sesuai dengan persoalannya.

Misalnya, kata Feri, kepala daerah diberhentikan sementara karena menyandang status terpidana. Seyognya, tidak mungkin dilakukan pemberhentian sementara.

Baca Juga: Adik Ipar Sebut Nurhadi Punya Usaha Sarang Burung Walet

"Ada kasus yang memiliki ruang untuk pemberhentian sementara, tapi tidak terkait dengan pidana lingkungan," katanya.

"Jadi, ada berbagai problematika kekosongan hukum. Maka dilihat dari kontruksi undang-undang yang ada, pasti harus ada terlebih paripurna DPRD untuk menyatakan bahwa bupati diberhentikan dari jabatannya," sambungnya lagi.

Dalam kasus Bupati Pessel ini, Feri menduga, bupati sebagai korban yang timbul gara-gara konflik politik tertentu.

"Kalau hukum tidak memberikan ruang untuk seorang terpidana memimpin atau diberhentikan, jelas bupati tersebut merasa ada ketidakadilan bagi dia," katanya.

"Orang sudah terpilih, tapi gara-gara kasusnya diberhentikan. Padahal pada titik-titik tertentu, kasus pidana yang melibatkan calon-calon kepala daerah, tidak boleh ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum," tuturnya.

Sebelumnya, diitolaknya kasasi Rusma Yul Anwar dimuat dalam situs resmi MA www.mahkamahagung.go.id. Penolakan itu dikeluarkan pada Rabu (22/2/2021) dengan perkara 31 K/PID.SUS-LH/2021.

Menanggapi hal itu, Rusma mengaku belum menerima salinan resmi. "Kita belum terima salinannya," singkatnya usai dirinya dilantik oleh Gubenur Sumbar.

Untuk diketahui, Pengadilan Negeri Padang memutuskan bahwa Rusma terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana khusus menyangkut usaha dan kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan.

Dalam putusan itu, Rusma yang kala itu masih menjabat sebagai Wakil Bupati Pesisir Selatan dijatuhi pidana 1 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar dengan subsider 3 bulan kurungan.

Atas putusan itu, Rusma mengajukan kasasi kepada MA terkait banding dari Pengadilan Tinggi Sumbar, namun ditolak.

Kontributor : B Rahmat

Load More