Pihak SAR menyebut kejadian ini sebagai kondisi membahayakan manusia, sehingga perlu penanganan cepat dan koordinasi intensif dengan warga serta pihak terkait.
"Operasi SAR hari pertama langsung kami gelar begitu laporan diterima. Ini merupakan misi kemanusiaan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam pelaksanaan," ujar Abdul Malik.
Selain tim SAR, warga setempat juga telah melakukan upaya pencarian secara mandiri sebelum kedatangan tim penyelamat.
Menurut keterangan Mukri, titik terakhir korban terlihat adalah saat buaya menarik tubuh Depi ke dalam air, tak lama setelah mereka mulai menyeberangi kanal.
Hingga saat ini, keberadaan korban Depi Pahrizi belum berhasil ditemukan. Operasi pencarian terus dilakukan secara intensif dan diperluas dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Cuaca yang mendukung dan kondisi air yang relatif tenang menjadi faktor pendukung dalam proses evakuasi.
Pihak Basarnas juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati saat beraktivitas di sekitar kanal yang berpotensi menjadi habitat buaya.
Ini bukan kali pertama terjadi insiden serangan buaya di wilayah Sumatera Barat, terutama di kawasan perairan yang dekat dengan pemukiman dan perkebunan.
Sejumlah laporan sebelumnya mencatat bahwa peningkatan konflik manusia dan buaya di Sumatera Barat terjadi karena menyempitnya habitat buaya akibat pembukaan lahan dan perubahan lingkungan.
Masyarakat diminta untuk tidak mendekati perairan berbahaya, terutama di waktu-waktu rawan seperti pagi dan sore hari.