"Ini pemasukan utama saya satu-satunya. Ibu tidak bekerja lagi. Saya cuma berdua dengan ibu," kata Silvia yang ibunya ditinggal cerai ayah sejak Silvia berusia 3 tahun.
Silvia sempat berhenti memproduksi rajutan karena minimnya permintaan konsumen di pertengahan pandemi Covid-19. Geliat usahanya kembali mulai pada September 2021. "Tahun pertengahan pandemi Covid-19 benar-benar tidak ada penjualan. Produksi saya hentikan," katanya.
Awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia, usaha rajutan Silvia sempat beromzet hingga Rp 8 juta sebulan. Kebetulan orang-orang saat itu, terutama perempuan butuh strap masker dengan jumlah yang banyak.
"Alhamdulillah. Kehidupan saya dan ibu berlanjut berkat hasil rajutan," katanya.
Seiring berjalan waktu, produk rajutan Silvia makin berkembang. Pesanan datang dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari daerah di wilayah Sumatera hingga ke Pulau Jawa dan Kalimantan. Paling sering itu ke Jakarta, Bogor dan Surabaya.
Selain konsumen umum, sejumlah komunitas disabilitas di pulau Jawa juga pernah memesan produk rajutan Silvia. Misalnya komunitas disabilitas dari Sidoarjo, Jawa Timur, yang memesan souvernir khitanan dalam jumlah yang cukup banyak kala itu.
"Dulu tahun 2013 pernah juga dipesan teman dari New Zealand. Itu hoodie buat ibu-ibu pengajian di sana," katanya.
Setia dengan JNE
Silvia tak henti memproduksi rajutan di tengah menjamurnya bisnis rumahan tersebut. Selain merajut sendiri, sejak dua tahun terakhir, ia pun mengembangkan usaha dengan berkolaborasi membangun komunitas UMKM aplikasi rajut dengan ecoprint dan kulit.
Hanya saja, produk ecoprint dan kulit itu baru merambah pasar sekitar pulau Sumatera, seperti Riau, Sumatera Utara hingga Batam. "Omzetnya baru sekitar 2-3 juta per bulan. Kalau omzet produk saya sendiri kisaran 1,5 juta per bulan saat ini," katanya.
Di sisi lain, kelangsungan bisnis rajutan Silvia tak lepas dari peran jasa pengiriman barang. Sebab, mayoritas pemesannya berasal dari berbagai kota di tanah air. Sebagai penjual, Silvia tentu tak ingin pelanggannya kecewa. Baik dari kecepatan, maupun ketepatan pengiriman.
"Sebagai penjual, saya tentu ingin barang pesanan konsumen sampai cepat dan tepat waktu," katanya.
Menurut Silvia, menjaga kepercayaan pelanggan adalah modal utama bisnis usaha rajutnya bertahan sampai hari ini. Atas dasar itu pula ia memilih jasa kurir JNE sebagai pengantar produknya ke berbagai daerah di Indonesia. Sudah 6 tahun lamanya Silvia menjadi pelanggan setia JNE.
"Saya rutin mengirimkan pesanan konsumen pakai JNE sejak 2018. Kirim makanan khas Minang ke pelanggan pun juga pakai JNE," katanya.
Banyak hal yang mendasari Silvia memilih JNE sebagai pengantar produk rajutan ke berbagai pelosok negeri. Mulai dari gerai JNE dekat dari rumahnya yang hanya berjarak sekitar 500 meter. Lalu, JNE tepat waktu dan tidak pernah salah alamat.
"Ongkir JNE benar-benar hemat di kantong dan tepat waktu sekali," katanya.