SuaraSumbar.id - Pembangunan jembatan layang atau flyover Sitinjau Lauik merupakan solusi berbiaya paling murah untuk mengatasi curamnya kontur jalan nasional yang menjadi jalur utama Padang-Solok.
"Sebelum diputuskan untuk membangun flyover di Sitinjau Lauik, kita sudah membahas sejumlah alternatif lain yang memungkinkan. Namun kesimpulan akhir tetap pembangunan flyover karena biayanya paling murah," kata kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Barat (Sumbar) Medi Iswandi, Rabu (19/6/2024).
Dua alternatif yang dipertimbangkan adalah menutup jalur Sitinjau Lauik seperti rekomendasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan mengalihkan arus lalu lintas melalui Padang Panjang via Danau Singkarak.
Setelah dikaji dengan serius, alternatif tersebut dinilai tidak bisa dilakukan karena selain jalur yang dilalui jauh memutar, lebar jalan di pinggiran Danau Singkarak dinilai terlalu sempit sebagai jalan nasional utama.
Kemudian, memperlebar jalan di titik tersebut terbilang rumit karena pada satu sisi terhalang jalur rel kereta api dan sisi lain dibatasi oleh danau.
Satu-satunya cara untuk memperluas badan jalan adalah dengan mereklamasi pinggiran danau. Namun setelah dihitung-hitung, biayanya sangat mahal mencapai puluhan triliun. Belum lagi terkait pengurusan izin.
Pada jalur itu, kata dia, menjelang Lembah Anai juga terdapat turunan curam Silaiang Kariang yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan Sitinjau Lauik.
"Karena itu, alternatif ini kemudian dicoret," kata Medi Iswandi.
Alternatif lain yang dikaji adalah pembangunan jalan alternatif Paninggahan di tepian Danau Singkarak ke Lubuk Minturun, Padang. Jalur ini sebenarnya pernah dirintis pada 2012. Namun tidak dilanjutkan karena terhalang pembebasan lahan yang merupakan suaka marga satwa.
"Meski pernah dihentikan, kita coba kaji lagi. Kendalanya selain lahan, kontur dari jalur yang akan dilewati juga sangat curam. Butuh pengeboran untuk membuat terowongan sehingga biayanya bisa membengkak hingga puluhan triliun," katanya.
Dengan demikian, solusi untuk Sitinjau Lauik itu kembali pada rencana awal yaitu pembangunan flyover dengan anggaran diperkirakan Rp 4,8 triliun. Lahan hutan lindung yang terdampak dari pembangunan itu juga relatif kecil dibanding alternatif lain yaitu sekitar 8 hektare.
Saat ini, kata Medi, pembangunan flyover tersebut yang akan menggunakan skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) telah memasuki proses tender. Jika tidak ada perusahaan penawar, maka pembangunannya akan dilaksanakan oleh Hutama Karya. (Antara)