SuaraSumbar.id - Sebuah keputusan kontroversial dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat untuk membuka booking online pendakian Gunung Marapi pada Juli 2023 telah memicu tragedi.
Keputusan ini diambil meskipun Gunung Marapi telah dinyatakan sebagai zona terlarang untuk pendakian sejak 2011.
Tragisnya, tak lama setelah pembukaan jalur pendakian ini, sebuah erupsi menimpa para pendaki, mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan 12 lainnya masih dalam pencarian.
Keputusan BKSDA ini, yang juga didukung oleh gubernur, wakil gubernur, serta bupati Agam dan Tanah Datar, telah menuai kritik tajam setelah insiden fatal tersebut.
Baca Juga:Tragedi Gunung Marapi: 23 Pendaki Meninggal, Upaya Evakuasi Tetap Dilanjutkan
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendra Gunawan, menjelaskan bahwa Gunung Marapi sudah berstatus Waspada sejak 2011.
"Status itu yang merekomendasikan larangan mendekat dalam radius tiga kilometer dari puncak gunung," kata Hendra Gunawan dikutip hari Rabu (6/12/2023).
Pembukaan jalur pendakian online, yang diresmikan oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat, Audy Joinaldy, kini dipertanyakan mengingat risiko yang tinggi.
Musibah erupsi Gunung Marapi yang terjadi menunjukkan kesalahan fatal dalam pengambilan keputusan.
Situs BKSDA Sumbar menyediakan layanan booking online untuk pendakian, yang ternyata berujung pada kehilangan nyawa.
Baca Juga:Tragedi Erupsi Gunung Marapi: Dua Personel Polda Sumbar Ikut Jadi Korban
Setelah kejadian, tampaknya tidak ada pihak yang mengambil tanggung jawab penuh atas insiden ini, menciptakan kebingungan dan kekecewaan di kalangan masyarakat dan keluarga korban.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya kehati-hatian dan kepatuhan terhadap rekomendasi keamanan dalam mengelola aktivitas alam bebas, terutama di area yang berpotensi berbahaya seperti Gunung Marapi.
Kontributor : Rizky Islam