SuaraSumbar.id - Intangible Cultural Heritage Festival (ICHF) 2023 berakhir pada Selasa (17/10/2023) di Agamjua Art and Caffe Culture di Kotab Payakumbuh, Sumatera Barat (Sumbar). Closing Ceremony event internasional itu dihadiri delegasi negara peserta serta dari Provinsi-provinsi Indonesia.
Dimulai dengan Manutuik Galanggang oleh para tuo Silek Minang. Pertunjukan malam itu juga menghadirkan kesenian Sikatuntuang, Kallaripayatu dari India, dan Basijobang.
Tampil pula Alif Fagod yang mempertunjukkan musik Sape dari Kalimantan Timur. Selain membawakan musik tradisional, ia juga memainkan salah satu lagu hits Minang, “Rantau den Pajauah” dengan petikan Sape-nya.
Ketua Balai Pelestarian (BPK) Wilayah III Sumbar, Undri, menekankan soal perlunya mengubah paradigma atas kebudayaan. Menurutnya, Sumbar terbatas dalam soal sumber daya alam, terutama mineral, yang kian-hari kian menipis. Karena itu perlu melihat lebih jauh ke apa yang disebutnya ‘deposit tambang budaya.
“Budaya kita dikagumi oleh negara lain. Inilah deposit yang takkan pernah habis-habisnya bila dirawat dengan baik, yakni deposit tambang budaya,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (19/10/2023).
Sementara itu, Staf Khusus Wali Kota Payakumbuh, Epi Jaya mengatakan, pihaknya merasa terhormat karena dipercaya sebagai kota penyelenggara festival berskala internasional tersebut oleh Pemprov melalui Dinas Kebudayaan Prov Sumbar yang didukung oleh Ketua DPRD Sumbar Supardi.
“Sebagai kota kecil, kami sangat merasa terhormat dipercaya sebagai tempat penyelenggaraan iven luar biasa ini. Ini sebuah kehormatan,” katanya mewakili PJ Walikota Payakumbuh.
Festival Budaya dan Dampak Ekonomi
Dalam kesempatan yang sama Kepala Dinas Kebudayaan Prov Sumbar Saifullah, menekankan soal dampak ekonomi suatu festival, khususnya dalam lingkup kota. Menurutnya Festival tersebut punya dampak ekonomi yang signifikan.
“Selama kegiatan ini hunian hotel dan homestay mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Lebih 40 Homestay terisi penuh selama kegiatan berlangsung. Artinya ada peningkatan ekonomi masyarakat (usaha kecil dan menengah, homestay dan kuliner/makanan),” paparnya.
Soal dampak ekonomi tersebut kemudian dijelaskan lebih jauh oleh Kabid Warisan Budaya dan Bahasa Minangkabau Dinas Kebudayaan Prov Sumbar, Aprimas.
Di sela-sela closing ceremony malam itu, ia memaparkan lebih dari 40 homestay yang terisi penuh itu digunakan oleh 446 orang peserta festival dari dalam dan luar Provinsi. Setiap homestay, tambahnya, rata-rata terdiri atas 5-10 kamar.
Sementara tamu asing yang berkunjung mencapai 46 orang. Mereka adalah delegasi dari India, Malaysia, Singapura, serta inggris. Termasuk juga tamu-tamu undangan mahasiswa asing yang tengah jalani program pertukaran pelajar di ISI Padangpanjang.
“Mereka adalah tamu undangan yang berpartisipasi baik dalam penampilan berupa pertunjukan maupun demo masak,” katanya.
Di samping itu, ia juga memaparkan soal pameran Manuskrip Kuno yang dikunjungi ribuan masyarakat mulai dari pelajar hingga warga umumnya. Juga Pacu Jawi dan Pacu Itiak yang juga diperkirakan dihadiri pengunjung. Untuk pertunjukan-pertunjukan WBT Indonesia dan WBTb Dunia di Agamjua, Aprimas memperkirakan dihadiri 100-200 pengunjung setiap malamnya
Aprimas memperkirakan sekitar 3 miliar Rupiah berputar di Payakumbuh selama berlangsungnya event. “Itu termasuk perkiraan di luar biaya penginapan dan konsumsi harian. Karena para tamu juga berbelanja untuk souvenir hingga kuliner-kuliner lokal.”
Festival Budaya dan Dampak Budaya
“Yang kita sangat hargai, teman-teman dari Provinsi lain, datang dengan ke ICHF dengan biaya sendiri,” katanya. “Termasuk delegasi-delegasi dari luar negeri, seperti India, Malaysia, dan Singapura” tambah Aprimas.
Aprimas yang diwawancara bersama S Metron Masdison, Direktur ICHF 2023, mengatakan tamu undangan bersedia datang dengan biaya sendiri karena tertarik dengan konsep festival yang salah satunya bertujuan mengaktivasi WBTb Indonesia dan WBTb Dunia secara kolaboratif.
Dari delegasi-delegasi luar negeri dan Provinsi luar Sumbar yang diwawancara media, memang mengatakan ICHF 2023 menawarkan konsep kegiatan yang menarik.
Beberapa perwakilan Provinsi luar Sumbar mengatakan salah satu problem WTB adalah minimnya aktivasi. Baik untuk WTB Daerah maupun WBTb yang telah tercatat sebagai WBTb Indonesia di daerah masing-masing. Jika pun ada kegiatan aktivasi, biasanya dilakukan sendiri secara terpisah-pisah. Dan ICHF 2023 telah menggagas dan menggelar festival yang bisa jadi solusi untuk masalah tersebut.
Di samping dapat mengaktivasi WBTb Indonesia dan WBTb Dunia secara bersama-sama, ICHF 2023 juga menyediakan ruang perjumpaan. Para undangang juga mengatakan keinginan untuk membuat iven serupa di negara dan provinsi masing-masing. Dan semua akan makin mudah terwujud ICHF 2023 secara tidak langsung telah membentuk semacam jaringan aktivasi WBTb Indonesia dan WBTb Dunia lewat festival.
Seperti dikatakan juga oleh Kurator ICHF 2023 Donny Eros saat bacakan komentarnya malam itu: “Festival ini telah menjadi peluang luar biasa bagi kita untuk belajar satu sama lain, memahami warisan budaya masing-masing, dan membangun persahabatan yang melintasi batas-batas geografis,” kata akademisi FIB UNAND itu.
Hubungan antar-negara, antar-Provinsi, dan antar pelaku budaya yang mulai terbentuk di ICHF 2023 mesti diperkuat dan didorong lebih jauh.
“Mari bersama-sama mempertahankan semangat kerjasama dan pengertian yang telah kita bangun selama festival ini. Mari jadikan pengalaman ini sebagai pijakan untuk lebih memperkuat hubungan antar bangsa dan melanjutkan dialog budaya yang membawa kedamaian dan harmoni," tuturnya.