SuaraSumbar.id - Sidang dugaan korupsi mega proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasaman Barat (Pasbar) kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Padang, Kamis (20/7/2023).
Sidang beragendakan pemeriksaan terdakwa dihadiri kedua belah pihak. Mereka diperiksa secara bersamaan yang berlangsung dari pukul 14.30 WIB hingga sekitar pukul 23.30 WIB tengah malam.
Ketiga terdakwa merupakan mantan Direktur RSUD Pasaman Barat yakni, Heru Widyarwarman, Budi Sujono dan Yuswardi. Dalam proyek pembangunan RSUD, mereka menjabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Penggunaan Anggaran (PA).
Kemudian, lima terdakwa lainnya juga dihadirkan dalam persidangan, yakni Jemmy Prabowo, Alex James, Mario Pontoh, Benny Gunawan dan Yaneman.
Baca Juga:Tersangka Dugaan Korupsi RSUD Pasaman Barat Balikkan Uang Gratifikasi Rp 100 Juta
Dalam fakta persidangan, para terdakwa mengaku mengetahui kerugian negara sebanyak Rp 20 miliar dari nilai kontrak Rp 134 miliar lebih yang dikerjakan oleh PT MAM Energindo setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Sebagai orang yang ditunjuk sebagai PPK 2018-2020, Heru Widyarwarman mengaku sangat awam soal pembangunan fisik karena tupoksinya sebagai dokter spesialis. Atas hal itu, dia beberapa kali mengajukan surat memundurkan diri namun tidak digubris.
"Sebanyak tiga kali saya mengajukan surat memundurkan diri. Dua kali secara tertulis dan satu kali secara lisan. Kemudian, saya juga menyurati bupati agar pembangunan fisik ini diserahkan ke Dinas PU, namun tidak ada tanggapan," katanya.
Seiiring berjalannya proyek, Heru mengaku juga tidak ada mendapat pendampingan dari pihak Pemda. Dengan kondisi itu, dia harus berhati-hati dalam melakukan pencairan anggaran.
"Sebagai orang awam soal pembangunan fisik, harusnya orang Pemda melakukan pendampingan. Apalagi selain melakukan pengurusan proyek, saya juga dituntut melakukan pelayanan soal penanganan Covid-19," ungkapnya.
Baca Juga:13 Terdakwa Kasus Dugaan Korupsi Ganti Rugi Lahan Tol Padang-Pekanbaru Divonis Bebas
Akhirnya, Heru menjalani wewenang sebagai PPK selama 3 bulan. Selama itu, ia terus didesak untuk segera melakukan pencarian dari PT Mal dengan bobot 48,6 persen.
"Sekali lagi, sebagai orang awam dalam hal ini, tentu saya tidak langsung menyetujui, karena ini proyek besar Pemerintah Daerah. Selanjutnya saya berdiskusi dan konsultasi dengan BPKP," ungkapnya.
Setelah beberapa kali didesak untuk melakukan pencarian, akhirnya Heru mendapatkan pesan WA dari Sekda Pasaman Barat, Yudesri berisi pengancaman.
Bukti chat itulah yang diperlihatkan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Rahmi Jasim kepada Majelis Hakim. Lantas, bukti chat itupun dibenarkan oleh kliennya.
Menurut Rahmi, Sekda Pemkab Pasbar pernah mengirimkan pesan melalu WhatsApp pada tanggal 29 Oktober 2019 kepada kliennya untuk segera mencairkan termen yang dimintai investor.
Dalam isi chat itu ditujukan kepada kliennya dan dr Renu. Jika tidak mau menandatangani pencairan dana atau SPM, akan diberikan teguran tertulis dari bupati.
"Kalau tidak kooperatif, akan kita berikan teguran tertulis dari bupati dan tentunya akan sangat berpengaruh terhadap karier yang bersangkutan kedepannya dan menjadi dalam catatan sejarah perjalanan dinas mereka," ungkap Rahmi membacakan isi chat itu dihadapan majelis.
"Besok dipanggil dr Reni itu, kalau dr Heru mau menandatangani. Tapi kata dr Heru, dr Reni tidak mau, besok akan saya panggil pak Sekda. Panggil keduanya supaya jelas siapa yang tidak mau. Dan yang mau tanda tangan maupun tidak suruh buat surat," katanya lagi.
Semua isi pesan yang dibacakan Rahmi dibenarkan kliennya itu. Singkat cerita, terdakwa Heru akhirnya yakin melakukan pencairan sesuai permintaan investor pada tanggal 11 November setelah pihak MK melakukan peninjauan langsung kelapangan.
"Kemudian keyakinan saya untuk melakukan pencairan semakin kuat dengan telah diadakannya rapat yang dihadiri oleh seluruh pihak dalam pembangunan. Ditambah lagi jaksa juga ikut mengawal, sehingga pembangunan aman," kata Heru.
Di sisi lain, terdakwa Budi Sujono dan Yuswardi juga memberikan kesaksian bahwa mereka juga sangat awam dalam pembangunan fisik. Keduanya diangkat menjadi Dirut menggantikan terdakwa Heru dan PPK dalam keberlanjutan proyek pembangunan RSUD.
Di hadapan majelis, Budi juga sangat awam pengetahuan mengenai pembangunan fisik. Sehingga dia memilih untuk mengundurkan diri, namun permohonan itu juga di tolak oleh bupati.
Setelah mendengar paparan ketiga terdakwa sekaligus menjadi saksi mahkota, jaksa juga menghadirkan saksi ahli quality dari akademisi Bung Hatta dan pemeriksaan ahli berakhir sekitar pukul 00.10 WIB.
Sidang yang diketahui oleh menutup persidangan dan dilanjutkan pada, Selasa (3/7/2023) dengan agenda mendengarkan keterangan ahli kuantity.
Seperti diketahui kasus berawal ketika Pemkab Pasaman Barat menganggarkan pembangunan RSUD Pasaman Barat 2018-2020 dari dana alokasi khusus dan dana alokasi umum dengan pagu anggaran sebesar Rp136.119.063.000.
Dalam pelaksanaan diduga terjadi kekurangan volume pekerjaan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp16.239.364.605,46.
Dalam perjalananya, PN Tipikor Padang telah menjatuhkan vonis bersalah untuk 7 terdakwa dengan hukuman beragam dari 2-4 tahun.
Hakim juga memutus ada kerugian negara hanya sekitar Rp 7,3 miliar. Namun atas putusan itu, JPU menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Padang, Sumatera Barat.
Kontributor : B Rahmat