SuaraSumbar.id - Perempuan Minangkabau masih kurang tertarik dengan aktivitas politik. Secara otomatis, hal ini berdampak pada peran perempuan di kancah politik.
"Rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga politik dan pemerintahan adalah implikasi dari rendahnya ketertarikan perempuan dalam proses politik tersebut," kata Profesor Asrinaldi dalam kegiatan Bimtek Peningkatan Kapasitas Bundo Kanduang bertema "Nan Satitiak Jadikan Lauik, Nan Sakapa Jadikan Gunuang, Alam Takambang Jadi Guru” di Grand Royal Denai Hotel Bukittinggi pada 18 November 2022 lalu.
Asrinaldi mengungkap realita rendahnya peran perempuan dalam politik di Ranah Minang dari hasil survei yang dilakukan tanggal 10-15 September 2020, dari data di 19 Kabupaten/Kota dengan 1.220 orang responden.
Menurut Dosen Program Doktor Studi Kebijakan FISIP UNAND itu, perempuan Minangkabau sejatinya harus aktif di politik. Sebab, dalam era demokrasi hari ini, keterlibatan perempuan dalam politik adalah keniscayaan.
"Potensi yang dimiliki dari segi sumber daya yang dimiliki adalah modal utama perempuan untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan," katanya.
Bahkan, kata Asrinaldi, esensi demokrasi tidak membedakan jenis kelamin dalam proses demokrasi yang dilakukan. "Di sinilah letaknya demokrasi bagi perempuan Minang ikut mewarnai proses demokrasi di Ranah Minang," katanya.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dalam sambutannya mengatakan, Sumbar punya beragam sejarah dan budaya yang menyebar di nagari-nagari dan masih terawat sampai hari ini. Semua generasi pewaris punya tanggung jawab yang sama untuk menjaga budaya tersebut.
"Perlu upaya bersama untuk melindungi, memanfaatkan, mengembangkan dan membina dari setiap kekayaan adat dan budaya serta tradisi sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan," katanya.
Peranan perempuan di Minangkabau adalah salah satu hal yang unik dalam kebudayaan di Nusantara. Perempuan ditempatkan dalam posisi yang cukup tinggi pada pengambil keputusan dalam Rumah Gadang di Minangkabau. Perempuan Minang disebut sebagai Bundo Kanduang, Limpapeh Rumah Nan Gadang, Nan Gadang Basa Batuah.
Baca Juga:Gubernur Sumbar Sorot Kisruh PHK Pekerja Pabrik AQUA Solok: Distrubusi Jangan Sampai Terhenti!
"Perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang penting dalam kaum dan masyarakat. Inilah salah satu faktor yang mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kebudayaan melaksanakan kegiatan hari ini, agar pemahaman kita bersama terhadap peran wanita di Minangkabau tidak pudar dan bahkan bisa menghilang sehingga tidak terwariskan ke generasi penerus kita nantinya," katanya.
Menurut Mahyeldi, budaya Minangkabau juga menjadikan perempuan sebagai pemilik seluruh kekayaan rumah, anak, suku bahkan kaummya, citra perempuan diperankan secara sempurna dengan posisi sentral sebagai ibu.
"Perempuan adalah tiang negeri, limpapeh minang, ranah pagaruyuang (pilar utama Minangkabau, tanah Pagaruyung). Posisi ini adalah penghormatan mulia sorga terletak dibawah telapak kaki ibu," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan, bimtek ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan tugas para Bundo Kanduang di Minangkabau. Pelaksanaan bimtek ini merupakan bentuk kerjasama antara legislatif dan eksekutif Pemprov Sumbar yang didukung dengan dana aspirasi Anggota DPRD Sumbar, Irsyad Syafar.
Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari yang diikuti oleh 100 orang Bundo Kanduang yang berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh.