Perankan Sosok Ismail Marzuki, Lukman Sardi Seperti Kembali keMasa Kecil Bersama Ayahnya Violis Idris Sardi

Aktor Lukman Sardi teringat masa kecilnya sebagai pemain biola legendaris, Idris Sardi, ketika mendalami peran komponis Ismail Marzuki.

Riki Chandra
Senin, 15 Agustus 2022 | 21:55 WIB
Perankan Sosok Ismail Marzuki, Lukman Sardi Seperti Kembali keMasa Kecil Bersama Ayahnya Violis Idris Sardi
Lukman Sardi dalam monolog "Senandung di Ujung Revolusi". [Dok.Antara]

SuaraSumbar.id - Aktor Lukman Sardi teringat masa kecilnya sebagai pemain biola legendaris, Idris Sardi, ketika mendalami peran komponis Ismail Marzuki dalam monolog "Senandung di Ujung Revolusi".

Merasakan hidup di dunia pemusik yang memegang teguh idealisme membantunya menyelami karakter Ismail Marzuki.

"Aku tahu bagaimana kehidupan pemusik idealis, bagaimana kegelisahan dia tiap malam, bagaimana dia berproses, itu salah satu yang menguntungkan aku bisa menyelami lebih dalam. Bagaimana Ismail Marzuki punya kegelisahan. Ini jadi seperti refleksi, kayak saya kembali ke masa kecil balik bersama bapak saya," tutur Lukman Sardi, Senin (15/8/2022).

Di sela-sela kesibukannya, Lukman Sardi menyempatkan diri di tengah keheningan untuk sekadar membaca ulang naskah monolog atau memegang biola yang kembali ia mainkan berkat pementasan ini.

Tokoh Ismail Marzuki, yang namanya dijadikan pusat kesenian di Jakarta, cukup familiar untuk Lukman Sardi. Kakeknya adalah pemusik yang bersahabat dengan Ismail Marzuki.

Baca Juga:Lukman Sardi Angkat Fenomena Perjodohan Bangsawan di Serial Royal Blood

Bahkan, sebelum pertunjukan, ibunya mengunggah foto lama di mana sang ayah dan kakak tertua sedang bertandang ke rumah Eulis di Bandung, istri Ismail Marzuki. Pentas ini merupakan monolog perdana untuk Lukman Sardi meski dia sudah beberapa kali bermain teater.

Membintangi monolog Ismail Marzuki membuat Lukman Sardi tersentil karena merasa semakin tidak tahu apa-apa dengan sejarah Indonesia. Sentilan itu mendorongnya untuk terus belajar dan menyampaikan informasi ini kepada buah hati agar tetap memahami akar sejarah dan bangsa mereka.

Melalui judul "Senandung di Ujung Revolusi", ada pernyataan yang terang diungkapkan bahwa revolusi kemerdekaan tidak melulu berkisah tentang bunyi bedil atau urat leher diplomasi.

"Senandung di Ujung Revolusi" menceritakan bagaimana di usia 17 tahun, Ismail menciptakan lagu "O Sarinah", yang mengajak para perempuan desa untuk giat bekerja di sawah agar dapat membangun negara. Sejak itu, dalam pasang surutnya sebagai pemusik dan juga penyanyi, Ismail seperti tak henti mencipta lagu.

Masa kreatifnya sebagai musisi terjadi di saat penjajahan Jepang, sampai agresi militer oleh Belanda akhir tahun 1940-an. Lagu ciptaannya yang populer seperti "Rayan Pulau Kelapa" "Sapu Tangan dari Bandung Selatan", "Indonesia Pusaka", dan "Sepasang Mata Bola", telah menjadi inspirasi para pejuang di garis depan.

Baca Juga:Aksi Tiga Ribu Lilin dan Doa Bersama untuk Brigadir J

Bersama kelompoknya, Ismail kerap menghibur para pejuang di tempat-tempat persembunyian mereka. Ismail Marzuki meninggal di usia 44 tahun, pada tanggal 25 Mei 1958, Ismail tercatat telah menciptakan lebih dari 200 lagu. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

lifestyle | 13:50 WIB
Tampilkan lebih banyak