"Proyek raksasa pemindahan Ibu Kota Negara bernilai Rp 400 triliun ini menjadi lebih kesannya dipaksakan, mestinya adanya kajian mendalam dan diketahui publik untuk apa saja dana sebesar itu," kata dia.
Menurutnya pemindahan ibu kota negara merupakan hal yang biasa saja seperti yang telah dilakukan beberapa negara lain, namun masalah tata caranya yang harus dipertanyakan.
"Saya tidak masalah bentuknya otorita atau daerah khusus, namun apakah kajian telah dilakukan, apakah ada warga yang tinggal di sana sebelumnya atau tidak, jangan peraturan itu dibuat hanya untuk pemerintah saja," ujarnya.
Ia mengatakan, kewenangan badan otorita yang akan diatur melalui perpres itu seperti menyerahkan semuanya ke presiden semata.
Baca Juga:Sindir Nama Ibu Kota Baru Nusantara, Amien Rais: Mungkin Diilhami Koes Plus
"Seharusnya dijelaskan dalam naskah akademik dan dipertegas dengan UU tentang apa saja kewenangannya, jangan sampai ada pemikiran di masayarakat bahwa jangan-jangan presiden ingin jadi kepala ibu kota negara baru," kata dia.
Feri juga mengatakan adanya nuansa sentralistik yang kuat agar proyek ini dikendalikan oleh pusat dan tanpa transparansi.
"Jika disesuaikan dengan keputusan MK nomor 91 PUU XVIII 2020 tentang Cipta Kerja, maka UU IKN ini bisa saja dibekukan karena terjadi tidak adanya keterbukaan pembahasan, tidak adanya partisipasi publik di lima tahapan, kalau ini diuji publik saya yakin ini menjadi masalah," jelasnya. (Antara)