SuaraSumbar.id - Keluarga tersangka inisial DS yang ditembak mati oleh pihak kepolisian, Rabu (27/1/2021) sekitar pukul 14.30 WIB lalu meminta pihak penegak hukum mengusut tuntas insiden itu.
Pasalnya, pihak keluarga tidak terima tewasnya tersangka diduga terlibat dalam kasus judi.
Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pergerakan, Guntur Abdurrahman menguraikan fakta-fakta pada peristiwa tembak mati di bagian belakang ketika korban (tersangka), mencoba melarikan diri.
Diakuinya, penembakan korban langsung di hadapan anak-anak dan istrinya adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dari segi apapun.
Guntur menguraikan kronologis penangkapan tersangka, (dalam kasus ini sebagai korban). Bahwa pada tanggal 27 tersebut, sejumlah kepolisian mendatangi rumah korban menggunakan dua mobil, bermaksud untuk mencari korban.
"Ketika itu istri korban langsung bertemu dengan oknum polisi tanpa menggunakan seragam dan tidak memperlihatkan surat tugas dan tanda pengenal serta terlihat membawa senjata api," kata Guntur kepada wartawan di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (29/1/2021).
Dijelaskannya, oknum polisi tersebut langsung menggeledah isi rumah dengan maksud mencari korban yang ketika itu sedang berada diarea dapur dan langsung melakukan menyergap korban tanpa memperlihatkan surat pengenal ataupun surat perintah.
"Karena korban terancam dan ketakutan ditodong dengan senjata api, sehingga melarikan diri dari pintu belakang. Seketika korban ditembak kepala bagian belakang sebanyak empat kali dihadapan istri dan anak-anaknya," jelasnya.
Guntur membantah terkait pemberitaan yang beredar yang menyebutkan korban ditembak karena menyerang aparat. Diakuinya, kabar itu tidaklah benar, karena faktanya saat itu korban melarikan diri dan ditembak pada kepala bagian belakang.
"Terlihat jelas pada rekaman video tidak ada luka tusuk ataupun luka bacok terhadap oknum polisi saat penangkapan. Faktanya saat itu korban dikepung oleh sekitar 10 orang yang beberapa di antaranya membawa senjata api dan korban dituduhkan sebagai DPO Kasus Judi yang bukan kejahatan besar, sehingga sangat tidak logis korban melakukan penyerangan kepada aparat dalam kondisi yang demikian," tegasnya.
Guntur mengklaim bhwa keluarga korban sangat disudutkan dengan pemberitaan yang bersumber hanya sebelah pihak saja tanpa ada perimbangan dari keluarga dan saksi yang melihat langsung kejadian saat itu.
"Dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas tindakan para pelaku yang diketahui sebagai anggota Kepolisian berakibat hilangnya nyawa korban, meninggalkan trauma mendalam terhadap istri dan anak-anak korban karena dibunuh langsung di hadapan mereka," katanya.
Menurutnya, terhadap korban yang ditetapkan DPO tidak pernah dipanggil secara patut sebelumnya, padahal korban selama ini berada di rumah bersama istri dan anak-anaknya.
Diakui Guntur, tindakan oknum dihadapkan dengan undang-undang yang mengatur yakni UUD 1945 Pasal 28 A mengatakan, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Selain itu, kata Guntur, perbuatan tembak mati itu patut diduga adalah bentuk pelanggaran HAM sebagaimana dijamin dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 berbunyi, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
"Dalam rangka penegakan supremasi hukum dan HAM, keluarga korban sangat terzalimi, karena korban adalah suami/ayah masih memiliki anak-anak yang masih kecil, dibunuh langsung dihadapan istri dan anak-anaknya tersebut tentunya meninggalkan bekas trauma yang tidak akan dapat diobati seumur hidup," katanya.
Sebagai Kuasa Hukum dari Korban, Guntur mendesak: Pertama, pihak kepolisian secara professional menegakan hukum dan menindak tegas seluruh pelaku sesuai ketentuan hukum pidana atas kejahatan menghilangan nyawa tanpa pandang bulu, meskipun diketahui pelaku adalah anggota kepolisian.
Kedua, kepada Kapolri agar menjatuhkan sanksi yang setimpal kepada oknum tersebut sehingga masyarakat yakin hukum itu tidak hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, tetapi hukum mampu memberikan keadilan kepada siapa saja dan menghukum siapa saja yang bersalah tanpa pandang bulu.
Ketiga, kepada lembaga perlindungan saksi dan korban untuk memberikan jaminan perlindungan kepada keluarga korban karena mereka sangat ketakutan dan terintimidasi dalam mencari keadilan hukum.
Keempat, kepada lembaga-lembaga pengawas, seperti Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak dan lembaga lainnya untuk turut mendesak kepolisian agar adil, profesional dan tidak diskriminativ dalam penegakan hukum dan menjamin perlindungan kepada korban dan keluarganya, serta mengawal kasus ini agar dapat berjalan dengan adil dan adanya kepastian hukum.
"Terkhir, kepada semua pihak yang menyudutkan keluarga korban dengan menyebarkan inforomasi yang salah melalui pemberitaan untuk tidak terus memberikan informasi sesat dan keliru tersebut demi menjaga psikologi keluarga korban yang makin terpukul akibat pemberitaan yang tidak benar dan menyudutkan korban," tutupnya.
Kontributor : B Rahmat