Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 13 Februari 2025 | 11:21 WIB
Beruang Madu saat masuk kandang jebak BKSDA Sumbar. [Dok. Antara]

SuaraSumbar.id - Seekor beruang madu memasuki pemukiman warga di Sungai Baliang, Jorong Kampuang, Nagari Sungai Landia, Kecamatan Ampek Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar). Satwa liar bernama latin Helarctos malayanus itu diduga mencari anaknya yang hilang.

Camat Ampek Koto, Subhan mengatakan, kemunculan beruang madu ini pertama kali terlihat pada Jumat (7/2/2025). Warga sebelumnya melihat anak beruang madu di sekitar kebun yang tak jauh dari pemukiman, sehingga kemungkinan besar induknya tengah mencari anaknya.

"Sejumlah warga melaporkan melihat induk beruang madu berkeliaran di area sawah, kandang ternak, dan sekitar permukiman. Kejadian ini membuat masyarakat resah dan khawatir," ujar Subhan, Kamis (13/2/2025).

Atas laporan warga, pihak kecamatan segera menghubungi Resor Konservasi Wilayah II Maninjau Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar untuk menangani situasi tersebut.

Sementara itu, Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar, Ade Putra mengatakan, timnya langsung diterjunkan ke lokasi untuk menangani konflik satwa liar ini setelah mendapatkan laporan.

"Kami telah mengirim petugas untuk menangani kejadian ini sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penanganan ini juga melibatkan Tim Patroli Anak Nagari (Pagari) Baringin," katanya.

Ade Putra mengimbau masyarakat agar tetap waspada saat beraktivitas di kebun. Warga disarankan untuk pergi ke kebun secara berkelompok, menghindari aktivitas pada malam hari, serta tidak melakukan tindakan yang dapat memprovokasi beruang madu.

Sebagai informasi, beruang madu merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, satwa ini tidak boleh diburu atau diperdagangkan.

Secara internasional, status konservasi beruang madu dikategorikan sebagai rentan punah (Vulnerable to Extinction) oleh CITES dan masuk dalam Appendix I, yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan dalam kondisi hidup maupun mati.

Selain itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/2018 juga melarang segala bentuk eksploitasi terhadap satwa yang dilindungi. Masyarakat diimbau untuk segera melaporkan kepada pihak berwenang jika menemukan satwa liar di sekitar pemukiman. (antara)

Load More