SuaraSumbar.id - Tiga instalasi seni dari empat seniman Sumatera Barat (Sumbar) dipamerkan di ruang kedatangan Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Penampilan itu merupakan bagian dari memperingati lima tahun penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.
Kurator pameran, Mahatma Muhammad mengatakan, pameran bertajuk “Seri Karya Seni Instalasi untuk Memperingati 5 Tahun Penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS)” ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem WTBOS sebagai warisan budaya dunia.
Penampilan itu merupakan program prioritas dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.
Mahatma menjelaskan, pameran ini mengangkat narasi baru tentang identitas lokal dan masa depan, yang menantang pandangan dominan tentang sejarah kolonial. "Peringatan ini bukan sekadar nostalgia, melainkan kesempatan untuk mengeksplorasi konflik ingatan dan identitas masyarakat lokal," ujarnya.
Salah satu karya yang dipamerkan adalah "Aset" oleh Arif Rahman dari komunitas Rumah Ada Seni (RAS). Instalasi ini menampilkan visual kereta api Mak Itam yang dihiasi gambar pemain tambua tansa, terbuat dari kolase kain perca. Simbol ini menggambarkan kompleksitas sejarah dan identitas lokal serta memperluas makna warisan budaya.
Selain itu, karya "Pohon Hikayat" oleh Romi Armon, pendiri Kato Lab Art, juga ditampilkan. Instalasi berbentuk pohon setinggi dua meter ini mengajak pengunjung menggali kisah-kisah sejarah dan dampak kolonialisme melalui metafora pohon, lengkap dengan rel kereta api yang tergambar pada dahan-dahannya.
Karya ketiga berjudul "Manuskrip Emas Hitam" dikerjakan oleh Nasrul Palapa dan Erlangga dari komunitas seni Belanak. Instalasi ini menggunakan bahan tidak konvensional seperti kulit kayu, besi, dan kain beludru yang dilapisi tinta emas, menggambarkan sejarah eksploitasi tambang batubara Ombilin oleh Belanda.
Mahatma menambahkan, ketiga instalasi ini berfungsi sebagai pengingat akan eksploitasi masa lalu yang sering kali terlupakan dalam perayaan warisan.
“Pengakuan dunia atas WTBOS tidak bisa menghapus jejak kolonial yang ditinggalkannya,” tegasnya.
Instalasi seni ini menjadi cerminan dari perlawanan dan kreativitas masyarakat lokal di tengah sejarah yang penuh dengan penindasan. (Antara)
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Mudik Lebaran Berujung Petaka, Honda BR-V Terbakar Gara-Gara Ulang Iseng Bocah
- Persija Jakarta: Kalau Transfer Fee Oke, Rizky Ridho Mau Ya Silahkan
- 3 Pemain Liga Inggris yang Bisa Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Lawan China dan Jepang
- Pemain Kelahiran Jakarta Ini Musim Depan Jadi Lawan Kevin Diks di Bundesliga?
- Infinix Hot 50 vs Redmi 13: Sama-sama Sejutaan Tapi Beda Performa Begini
Pilihan
-
Dear PSSI! Juara Piala Dunia Sarankan Sepak Bola Indonesia Dibangun dari Grassroots
-
Link Live Streaming Nottingham Forest Vs Manchester United Dini Hari Ini, 2 April 2025
-
Paradoks! Dirayu Timnas Indonesia, Kondisi Tristan Gooijer Lagi Menyedihkan di Klub
-
Dibanding iPhone 16e Mending Pilih HP Ini, Harga Tak Beda Jauh Fitur Lebih Melimpah
-
Blusukan di Solo, Gibran Puji Gerak Cepat Wali Kota Solo Tangani Keluhan
Terkini
-
BRI Berkontribusi dalam Konservasi Laut Gili Matra Melalui Program Menanam Grow & Green
-
Nikmati Keandalan BRImo: Transaksi Tanpa Hambatan Selama Lebaran 2025
-
Jumlah Pemudik Lebaran 2025 di Bandara Minangkabau Berkurang Dibanding Tahun Lalu
-
Transaksi Keuangan Tetap Bisa Dilakukan, 1 Juta AgenBRILink BRI Tangani Transaksi dan Pembayaran
-
Jemaah Asy-Syahadatain dan Majelis Tarbiyah Rayakan Idul Fitri 2025 Hari Ini