Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 21 Mei 2024 | 17:39 WIB
Dua korban selamat dari banjir lahar dingin Gunung Marapi di Tanah Datar. [Dok.Antara/Etri Saputra]

Kemudian, sekitar pukul 22.00 WIB malam, suasana yang sebelumnya terasa tenang dan baik-baik saja berubah drastis. Air sungai tiba-tiba meluap hingga ke pemukiman warga.

Tidak ada waktu bagi Mufrianto dan isteri menyelamatkan barang-barang berharga, keselamatan mesti yang utama.

"Air sungai besar teriak teman saya, spontan saya ambil senter dan langsung bangunkan isteri dan berlari menyelamatkan diri," kata Mufrianto.

Suasana semakin mencekam, listrik padam, yang terdengar hanyalah suara gemuruh air besar. Isteri Mufrianto yang mencoba menyelamatkan diri terjepit disebuah pintu mobil yang didorong oleh derasnya air.

"Pas lari saya lihat kebelakang isteri saya tidak ada, saya senterin ternyata terjepit dia pintu mobil, lalu saya balik lagi menyelamatkanya," terang Mufrianto.

Kemudian makin lama air sungai semakin besar menghanyutkan material kayu hingga rumah di dekatnya. Sehingga dia tidak bisa ke luar dari lokasi itu.

Jika memaksakan, mungkin Mufrianto dan isteri akan hanyut dibawa derasnya air sungai.

Karena tidak hilang akal, satu-satunya harapan Mufrianto untuk bertahan adalah bergantung di batang pokat yang ada disamping warungnya.

"Tidak ada jalan lain, saya ajak isteri memanjat batang pokat dan disana kami pasrah apa yang terjadi. Sebab, mobil yang tadi kami pijak untuk naik ke atas pohon dan rumah sudah hanyut di bawa arus sungai," katanya.

Di atas batang pokat itu dia berdoa dan pasrah apa yang akan terjadi. Dia menyaksikan material dan rumah warga yang hanyut terseret banjir bandang.

Load More