Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 12 Mei 2022 | 07:15 WIB
Ragil Mahardika dan Frederik Vollert di podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier. [Instagram]

SuaraSumbar.id - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mendesak agar kode etik terkait konten podcast YouTube segara dirumuskan.

Menurutnya, pesan komunikasi yang disampaikan dalam podcast harus selalu diatur dengan etika maupun regulasi agar dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa serta negara.

"Saya berpendapat bahwa harus disegerakan membuat kode etik paling tidak tentang podcast, sehingga pesan-pesan yang disampaikan acara itu bermanfaat bagi masyarakat, bagi penonton, bagi bangsa dan negara," ujar Emrus dikutip dari Suara.com, Rabu (11/5/2022).

Pernyataan Emrus menyusul polemik podcast Deddy Corbuzier yang mengundang pasangan gay Ragil Mahardika dan pasangan bulenya, Frederil Vollart. Dari konten itu, Deddy dituding mendukung LGBT hingga dihujat.

Baca Juga: Polemik Podcast Deddy Corbuzier, Pengamat: Kode Etik Tentang Konten Podcast Segera Dirumuskan

Selain itu, Emrus juga menyarankan agar Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengumpulkan para podcaster dalam rangka merumuskan etika-etika yang harus dihormati dalam membuat konten.

Masih menurutnya, etika tersebut nantinya tidak terlalu berbeda dengan etika jurnalistik. Mengingat kata Emrus, podcast juga berbasis pada fakta, data, dan bukti.

Lebih lanjut, Emrus mengakui konten podcast tengah menunjukkan perkembangan di Indonesia.

Namun, Emrus menegaskan konten melalui media sosial itu tak boleh mengabaikan etika dan regulasi yang berlaku saat ini.

"Hal paling penting konten podcast tersebut tidak boleh menghina, merendahkan, dan merundung seseorang," papar Emrus.

Baca Juga: Ditanya Said Didu, Mahfud MD Jawab Soal LGBT dan Zina: Bukan Kasus Hukum

Lebih lanjut, Emrus juga menyoroti lantaran belum dirumuskannya etika untuk sebuah konten podcast. Karena itu, dirinya mendorong agar para pihak yang kerap di dunia podcast untuk memikirkan hal tersebut.

Mengingat konten-konten yang dihasilkan menjadi konsumsi di ruang publik. Sehingga kode etik terkait konten podcast harus dirumuskan.

"Karena bagaimana pun ketika pesan itu disampaikan ke ruang publik, ruang publik itu bukan hanya ruang pemilik podcast kan, ruang publik jadi milik bersama kan. Jadi oleh karena itu saya kira itu perlu dipikirkan," katanya.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate menanggapi soal konten podcast Deddy Corbuzier terkait pasangan LGBT Ragil Mahardika dan Frederik Vollert.

Menurutnya, Kominfo tak bisa langsung memutuskan memblokir atau takedown konten tersebut.

"Kalau itu sudah ada tim yang melakukan dan memeriksanya. Kami tidak akan secara gegabah melakukan takedown seenaknya," kata Plate saat ditemui di Kantor Kominfo, Jakarta, Selasa (10/5/2022).

Ia memaparkan, perlu mekanisme dan proses yang mesti dilakukan Kominfo. Sehingga prinsip fairness atau keadilan tetap terjaga.

"Di kesempatan ini mau saya sampaikan, ruang digital dan Kominfo bukan bertujuan untuk melakukan blokir dan takedown. Itu dilakukan apabila terjadi pelanggaran yang tidak sejalan dengan peraturan," tegas dia.

Johnny mengatakan, kalau ruang digital seharusnya dimanfaatkan untuk hal-hal bermanfaat dan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Nah kalau konten-konten ini tolong ya, ruang digital kita ini kami bangun infrastrukturnya, kami siapkan talenta digitalnya, dan kami buat aturan-aturannya. Untuk memanfaatkan ruang digital yang bersih, baik, dan bermanfaat," ujarnya.

Ia turut berpesan agar para kreator konten di Indonesia melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga yang memenuhi syarat-syarat kultural dan religius.

Load More