Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 24 Februari 2022 | 20:15 WIB
Logo Muhammadiyah

SuaraSumbar.id - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat (Sumbar), turut mengecam pernyataan Menag Yaqut Choli Qoumas yang menganalogikan suara azan dengan gonggonggan anjing.

Ketua PW Muhammadiyah Sumbar, Shofwan Karim menegaskan, pernyataan tersebut tidak pantas dilontarkan oleh seorang menteri. "Jangankan menag, Kantor Urusan Agam (KUA) Kecamatan saja bicara seperti itu sudah tidak pantas," tuturnya, dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com, Kamis (24/2/2022).

Jika ingin membandingkan, kata Shofwan, pilihlah diksi yang lain, seperti suara musik pesta pernikahan secara bersamaan. "Jika demikian orang masih tidak tersinggung betul. Ini suara azan dibandingkan dengan anjing, saya menyayangkan sekali hal tersebut," katanya.

Menurutnya, kalimat yang keluar dari seseorang tersebut mengambarkan isi kepalanya. "Hal itu kita pelajari dalam filsafat bahasa," ujar dia.

Baca Juga: GP Ansor Bakal Polisikan Balik Roy Suryo yang Laporkan Menag Yaqut

Masyarakat yang mengritik perkataan menag terkait hal ini adalah sebuah tindakan wajar. "Kenapa harus anjing?, kenapa tidak yang lain?. Wajar saja masyarakat mengkritik," jelasnya.

Saat disingung apakah tindakan tersebut masuk ke dalam pelecehan agama, Shofwan Karim menyebutkan tidak mungkin seorang menag melakukan hal itu.

Kendati demikian, pernyataan seseorang tidak dengan maksud melakukan pelecehan bisa tergelincir ke arah itu. "Bahasa pelecehan tersebut bisa tergelincir tanpa maksud," ujar dia.

"Kita berharap pihak berwajib segera menegur menag terkait hal ini. Ini sudah keterlaluan," tutur dia.

Sementara itu, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumatera Barat, Deri Rizal menilai, maksud dari SE Menag itu pasti untuk menjaga toleransi antar umat beragama.

Baca Juga: Soal Analogi Azan Dengan Gonggongan Anjing, Novel Bakmumin Singgung Penistaan Agama hingga Siapkan Aksi Demo Yaqut

"Tetapi cara penyampaian yang dilontarkan belum tepat sehingga membuat amarah berbagai pihak.” ungkapnya.

Deri menyayangkan analogi yang digunakan oleh Menag. Menurutnya, seharusnya ada ucapan yang lebih baik dalam penyampaiannya.

Sementara di sisi lain, Deri menggambarkan jika di daerah timur Indonesia, suara azan menjadi penanda masyarakat dalam memulai atau mengakhiri aktivitas. Seperti bunyi azan subuh sebagai jadwal untuk bangun pagi, katanya.

Dia juga menyarankan, sebaiknya penertiban juga harus dilakukan dengan data yang realistis. “Sejauh ini belum ada data yang realistis membahas terganggunya masyarakat dengan suara azan,” terang Deri.

Sampai sejauh ini, katanya, belum ada rencana pelaporan terhadap Menag atas pernyataan tersebut. ”Kita hanya akan melakukan aksi seperti memberikan kritikan secara elegan melalui tulisan disertai dengan data yang relevan melalui sosial media,” imbuhnya.

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan pernyataan dengan mencontohkan suara lain yang dapat menyebabkan suara gangguan, selain suara Toa Masjid atau Musala.

“Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam suatu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu ngak? Artinya apa? Suara-suara ini apapun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silahkan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu.”ungkapnya. Pariyadi Saputra

Sementara itu, Ketua GP Anshor Sumatera Barat, Rahmat Tengku Sulaiman, mengakui belum mendengar pernyataan Menag itu. Saat ini dia juga tidak mau berkomentar banyak agar tidak terjadi simpang siur informasi.

“Sampai saat ini (Kamis siang) saya masih belum mendengar pernyataan itu, jadi saya tidak bisa berkomentar. Untuk lebih baiknya agar kita bertabayyun dengan Menag perihal pernyataannya,” ungkap Rahmat saat dihubungi Covesia.com, Kamis siang.

Load More