Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Sabtu, 20 November 2021 | 08:15 WIB
Ilustrasi belanja online (Pixabay.com)

SuaraSumbar.id - Penipuan online tercatat sebagai kasus terbesar kedua di Indonesia yang dilaporkan oleh Bareskrim Polri.

Tak hanya itu, kebocoran-kebocoran data dari situs-situs e-commerce juga semakin mengancam kenyamanan konsumen saat berbelanja.

Mengamati tingginya risiko saat berbelanja di e-commerce, IT Security Consultant PT Prosperita Mitra Indonesia, Yudhi Kukuh mengingatkan, peningkatan aktivitas e-commerce telah menyebabkan lebih banyak scammers datang untuk menyerang.

"Ketika orang-orang terus mendigitalkan kehidupan mereka, konsumen perlu menjaga data mereka karena penjahat dunia maya terus menggunakan metode yang lebih canggih untuk menembus sistem pengguna dan mencuri uang mereka,” ujarnya dalam keterangan resminya, dikutip dari Suara.com, Jumat (19/11/2021).

Baca Juga: Tinggalkan Kemewahan, Cucu Orang Terkaya Indonesia Pilih Cabuti Belatung Orang Miskin

Untuk mengetahui seberapa besar ancaman saat berbelanja di e-commerce, ESET dalam survei terbarunya di Asia Pasific di tahun ini menemukan beberapa fakta menarik.

Salah satunya adalah bahwa tiga dari empat (59 persen) responden yang disurvei di Indonesia menunjukkan bahwa mereka pernah menemukan kegiatan yang berpotensi penipuan online.

Kemudian fakta lain yang ditemukan menyebutkan, 67 persen di APAC ditemukan berbagai penipuan
online dalam 12 bulan terakhir.

Jenis yang paling umum adalah penipuan belanja di e-commerce (21 persen), media sosial (18 persen), dan penipuan investasi (15 persen).

Sementara di Indonesia jenis penipuan yang paling umum adalah belanja e-commerce (19 persen), media sosial (16 persen), dan investasi online (9 persen).

Baca Juga: Singkirkan Pram/Yere, Kevin/Marcus Melaju ke Semifinal Indonesia Masters

Hampir setengahnya mengatakan bahwa mereka berbelanja setidaknya sebulan sekali, sangat penting bagi konsumen untuk tetap waspada saat melakukan transaksi online.

Selain itu, lebih dari 85 persen responden di Indonesia mempercayai sepenuhnya langkah-langkah
keamanan oleh pengecer online.

Bahkan, 14 persen juga menunjukkan bahwa mereka akan terus berbelanja di pengecer online, meskipun setelah pelanggaran data, terlepas dari status keamanan sesudahnya.

Sedangkan dari survei APAC secara keseluruhan, mereka yang menjadi korban penipuan belanja di
e-commerce, 32 persen mengatakan, itu melibatkan gadget seperti kamera, sementara 27 persen mengatakan terkait dengan pakaian.

Dan yang lebih mengkhawatirkan, survei tersebut juga mengungkapkan bahwa sekitar 15 persen responden akan terus berbelanja dengan pengecer online yang sama, meskipun mereka telah mengalami pelanggaran online.

Untuk melindungi diri dari penipuan, konsumen harus berhati-hati saat berbelanja di e-commerce.

Untungnya, lebih dari 91 persen responden yang disurvei mengambil beberapa bentuk tindakan
pencegahan saat berbelanja di e-commerce.

Seperti dengan memeriksa ulasan produk/penjual menjadi metode paling populer untuk menilai legitimasi pengecer.

Load More