Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Jum'at, 13 Agustus 2021 | 16:51 WIB
Tim Hukum LBH Padang, Decthree Ranti. [Suara.com/ Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Polda Sumatera Barat (Sumbar) dikabarkan memanggil Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang sebagai saksi dugaan kasus ujaran kebencian yang dengan sengaja menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu atas suku, agam, ras dan antargolongan (SARA).

Surat pemanggilan itu diterima LBH Padang pada tanggal 12 Agustus 2021. Namun, pihak LBH Padang tidak memenuhinya pemanggilan tersebut lantaran proses pemanggilan dianggap tidak sesuai dengan ketentuan dan prosedur sebagaimana mestinya.

Tim Hukum LBH Padang, Decthree Ranti mengungkap alasan pihak LBH Padang menolak panggilan tersebut. Pertama, pemanggilan hanya berjarak 1 hari dari proses pemeriksaan, sehingga melanggar hukum sebagaimana ketentuan Pasal 227 ayat (1) KUHAP.

Konfrensi pers secara virtual yang digelar LBH Padang. [Dok.Istimewa]

"Pemanggilan dilakukan secara tidak patut karena dalam proses panggilanp petugas mesti bertemu sendiri dan berbicara langsung kepada yang dipanggil sebagaiman ketentuan Pasal 227 ayat 2 KUHAP," katanya dalam konfrensi pers yang digelar secara virtual, Jumat (13/8/2021).

Baca Juga: Dua Pemuda Terduga Peretas Website Setkab Diciduk di Sumbar, Pelaku Dibawa ke Mabes Polri

Sementara itu, Direktur LBH Padang Indira Suryani mengaku tidak tahu menahu soal kasus apa yang akan diperiksa oleh Polda Sumbar terhadap LBH Padang.

"Kami bingung dengan surat panggilan saksi dari Polda Sumbar ini. Dan saat ini kami menunggu informasi dari Polda tersebut," katanya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari mengatakan, Polda Sumbar sebagai penyelenggara negara tidak perlu melakukan pemanggilan terhadap LBH. Sebab, apa yang dilakukan LBH adalah haknya dan partisipasinya untuk mengkritisi kebijakan para penguasa.

"Apalagi dalam undang-undang 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, itu adalah bentuk dari kritik sebagai partisipasi publik terhadap penyelenggaraan negara," katanya.

Kemudian, kata Veri, dalam konstitusi Pasal 28 f UUD 1945 dikatakan bahwa publik atau setiap orang berhak mengelola data dan menyebarluaskan informasi ke berbagai bentuk media.

Baca Juga: Mantan Direktur LBH Padang Raih SK Trimurti Award 2021

"Itu adalah hak konstitusionalnya. Masa hak konstitusional seorang itu dipenjarakan atau dipidanakan," tuturnya.

Kontributor : B Rahmat

Load More