Riki Chandra
Senin, 18 Januari 2021 | 15:59 WIB
Batu nisan berbentuk kelamin laki-laki di Tanah Datar Sumbar adalah peninggalan zaman batu muda. (Suara/Dokumen BPCB)

SuaraSumbar.id - Penemuan nisan berbentuk persis penis atau alat kelamin laki-laki membuncah masyarakat Jorong Balai Tabuah, Nagari Tanjung Sungayang, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar).

Kabar itu dibenarkan Pengkaji Pelestarian Cagar Budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), Ahmad Kusasi. Menurutnya, nisan berbentuk kelamin laki-laki atau Phallus telah menjadi perbincangan banyak orang sejak lama, termasuk pihak BPCB sendiri.

"Dalam dunia arkeologis, batu nisan berbentuk kelamin atau phallus bukanlah sesuatu hal di Sumbar," kata Ahmad Kusasi kepada SuaraSumbar.id melalui telepon seluler, Senin (18/1/2021).

Umumnya, kata Kusasi, nisan phallus dibuat dari batu yang diukir seperti batu nisan yang ada di Sungai Tarab, Tanah Datar.

Baca Juga: Pesan Terakhir Youtuber Asal Tanah Datar Saat Menaiki Sriwijaya Air SJ 182

"Nisan itu adalah simbol kejantanan atau keperkasaan yang sudah ada sejak zaman batu muda. Kemudian penggunaan pada awal-awalnya hanya biasa saja yakni berbentuk batu silendris," katanya.

"Bentuknya bulat, panjang menjulang ke atas dan terdiri dari berbagai ukuran, bahkan ada yang lebih tinggi dari dari orang dewasa," sambungnya.

Menurut Kusasi, batu berbentuk pallus atau kelamin laki-laki itu merupakan hasil pahatan seniman yang awalnya hanya berbentuk silendris. Kemudian diberi ornamen-ornamen tertentu.

"Sebenarnya untuk keberlanjutan budaya, penggunaan phallus itu tidak begitu familiar dipakai dan bahkan sudah mulai ditinggalkan karena ada kesan jorok," tuturnya.

Kusasi mengatakan, nisan-nisan di Sumbar pada umumnya berbentuk bulat dan itu memang melambangkan laki-laki, walaupun dibuat dengan ukuran kecil.

Baca Juga: Berasal Dari Tanah Datar, Pilot Kapten Afwan Diceritakan Dermawan

"Ada juga untuk golongan perempuan, nisan berbentuk tipis dan adanya pada abad ke 16 atau 17," katanya lagi.

Kusasi menjelaskan, suatu temuan dijadikan cagar budaya ketika telah ditetapkan daerah administratif tertentu seperti bupati atau wali kota. Namun, memang ada perlakuan berbeda apabila suatu temuan tidak terperhatikan dan bisa dijadiakan sebagai cagar budaya.

"Cuman dalam kasus ini, nisan yang berbentuk phallus itu sudah banyak dan relatif terwakili datanya oleh nisan-nisan yang lebih dahulu ditemukan. Mungkin itu tidak akan menjadi perhatian yang utama bagi BPCB," terangnya.

Bagi BPCB, daerah yang ingin mengangkat identitas atau merilis kebudayaan merupakan sesuatu yang memiliki nilai budaya yang sangat penting. Secara pendekatan menurut undang-undang 11 tahun 2010 ditetapakan secara berjenjang.

"Nah, masing-masing daerah otonom dalam hal ini kabupaten dan kota berwenang melakukan penetapan sebagai cagar budaya," tutupnya.

Kontributor : B Rahmat

Load More