Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 22 Desember 2020 | 12:33 WIB
Pengunjung menikmati kawasan pedestrian Jam Gadang, di Bukittinggi, Sumatera Barat, Minggu (24/2/2019). Revitalisasi pedestrian Jam Gadang telah rampung dan fasilitasnya kini bisa dinikmati pengunjung serta masyarakat, meliputi kawasan ramah disabilitas, taman bunga, lampu hias, dan air mancur. [ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra].

SuaraSumbar.id - Sebelum menjelma menjadi kota wisata, Bukittinggi dulunya hanya sebuah Nagari (desa) bernama Kurai v Jorong yang penduduk awalnya berasal dari perpindahan 13 orang Niniak Mamak Pariangan, Tanah Datar (kaki Gunung Marapi sebelah Selatan).

Dilansir dari Klikpositif.com - jaringan Suara.com yang juga mengutip Boekittinggi Tempo Doeloe karya Zulqayyim, awalnya, para Niniak itu mengitari kaki Gunung Marapi arah timur, lalu berbelok arah ke utara. Di sini, mereka manaruko (membangun kehidupan baru) hingga melahirkan pemukiman awal yang dinamakan Koto Jolang.

Koto Jolang dikembangkan oleh 13 Ninik itu hingga menjadi sebuah perkampungan yang diberi nama sesuai jumlah mereka, yakni Jorong Tigo Baleh. Kemudian, mereka berpencar dan mendirikan 4 Jorong lagi yang akhirnya lahirlah nagari bernama Kurai.

Penduduknya pun disebut 'Urang Kurai'. Setelah itu perkembangan mulai terus berkembang seiring hadirnya pasar di kawasan bukit paling tinggi yakni Bukit Kubangan Kabau. Berawal dari itulah nama Bukittinggi melekat sampai hari ini.

Baca Juga: Rekontruksi Pembunuhan di Bukittinggi, Jasadnya Dibuang Usai Tewas

Di zaman penjajahan Belanda hingga awal kemerdekaan Republik Indonesia, Bukittinggi terus berkembang menjadi Kota penting di Sumatera. Bahkan, Bukitinggi pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Tengah dan ibu kota Indonesia era PDRI.

Tahun 1988, Pemerintah Kota Bukittinggi memutuskan tanggal 22 Desember 1784 sebagai awal mula berdirinya kota wisata itu. Tanggal 22 Desember disebut memenuhi kriteria historis dari Bukittinggi. Hari ini, Bukittinggi genap berusia 236 tahun.

Load More