-
Warga Palembayan Agam butuh rumah sementara usai banjir rusak permukiman.
-
Pengungsi kesulitan air bersih dan posko makin padat setiap hari.
-
Harapan bantuan disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
SuaraSumbar.id - Warga terdampak banjir bandang di Nagari Salareh Aia, Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), terus berharap pemerintah segera membangun rumah sementara setelah permukiman mereka rusak total diterjang bencana.
Dalam kondisi pengungsian yang padat, para korban mengatakan kebutuhan paling mendesak saat ini bukan lagi logistik, melainkan tempat tinggal yang lebih layak. Hal itu dinyatakan Neng Hartati (48), salah satu warga yang terdampak banjir di Salareh Aia, Palembayan, Agam.
Neng bersama puluhan pengungsi lainnya semakin sulit beraktivitas di posko. Mereka meminta pemerintah menyiapkan hunian sementara atau opsi relokasi ke lokasi aman.
"Inginnya dibikinkan rumah sementara dulu. Kalau bisa, direlokasi ke tempat yang aman. Di posko ini, banyak orang, ada anak-anak, bapak-bapak. Kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto bisa membantu," kata Neng Hartati, Jumat (12/5/2025).
Sebelumnya, pemerintah telah menyalurkan bantuan makanan, minuman, serta tempat pengungsian bagi warga di beberapa daerah terdampak, termasuk Sumatera Utara, Aceh, dan wilayah banjir Sumatera Barat. Bantuan logistik disebut terus mengalir tanpa henti.
Namun, kepadatan pengungsian di Nagari Salareh Aia membuat warga mulai kesulitan beraktivitas. Selain meminta hunian sementara, mereka juga mengeluhkan sulitnya akses air bersih.
"Sumur bor hanya ada di rumah sebagian tetangga. Kami numpang saja," katanya.
Banjir besar itu terjadi pada Kamis (27/11/2025) ketika air bah datang tiba-tiba dari arah belakang permukiman sekitar pukul 17.00 WIB.
Neng, yang lahir dan besar di Nagari Salareh Aia, mengaku panik saat air mendekat dengan cepat. Ia hanya sempat menyelamatkan diri ke rumah warga yang berjarak empat rumah dari kediamannya.
"Airnya besar sekali. Kami sudah jatuh-jatuh semua. Cuma bisa berlindung di belakang dapur rumah orang,” tuturnya.
Saat arus semakin kuat, sepuluh warga, termasuk Neng, hanya bisa berpegangan pada dinding dapur sebelum akhirnya naik ke loteng rumah warga hingga malam. Lampu padam, air deras, dan kondisi gelap membuat suasana semakin mencekam.
Anak laki-lakinya yang berusia 11 tahun sempat terseret arus bersama empat temannya. Neng tidak bisa mengejar karena terhalang kayu besar yang terbawa banjir.
"Alhamdulillah, kelimanya selamat. Saya baru ketemu anak saya pukul 22.00 WIB di posko," katanya.
Setelah banjir surut, warga dievakuasi keluarga dari Pasaman. Neng baru melihat rumahnya enam hari setelah kejadian. Bagian dalam rumah penuh lumpur, dua mobil keluarga tertimbun material, dan hampir seluruh barang tak bisa diselamatkan.
"Hati saya hancur. Rumah sudah tertimbun lumpur. Tidak ada lagi yang bisa diselamatkan," kata Neng.