SuaraSumbar.id - Stres jangka panjang terbukti memengaruhi kualitas sperma sampai merusak kesuburan pria. Stres jangka panjang yang berlangsung lebih dari enam bulan menyebabkan peningkatan hormon kortisol dan prolaktin yang bisa menekan hormon, faktor reproduksi seperti FSH, LH, dan testosteron.
Fakta itu diungkapkan dokter spesialis andrologi lulusan Universitas Airlangga, Christian Christoper Sunnu, dalam diskusi kesehatan, Selasa (16/9/2025).
Christian mengatakan bahwa ketika kadar kortisol tinggi, prolaktin tinggi, maka secara otomatis testosteron rendah, FSH rendah, LH juga rendah.
“Kalau laki-laki itu stres, terutama stres yang jangka panjang ya, kronis, lebih dari 6 bulan itu sangat berbahaya,” katanya.
Ia menjelaskan FSH penting untuk pembentukan sperma, LH untuk produksi testosteron, dan testosteron sendiri punya peran besar dalam ereksi dan kesuburan secara keseluruhan.
Selain stres, kurang tidur juga menjadi faktor yang memperparah penurunan kualitas sperma. Sebab, sel testis mengalami gagal reparasi akibat kurang tidur atau begadang, yang menyebabkan tumpukan racun di buah zakar.
Tidur ideal tubuh manusia membutuhkan sekitar 8,5 jam per malam, padahal banyak laki-laki merasa cukup dengan tidur hanya 4–5 jam.
Data penelitian terkini mendukung pernyataan ini. Berdasarkan laporan dari ColumbiaAsia, pria yang tidur kurang dari enam jam setiap malam cenderung memiliki jumlah sperma yang lebih rendah dan motilitas sperma yang buruk.
Selain itu, menurut ProdiaOHI, stres kerja dan beban aktivitas psikologis tinggi berkorelasi dengan morfologi abnormal sperma, jumlah sperma menurun, serta peningkatan fragmentasi DNA sperma.
Dampak lain dari kurang tidur kronis atau sleep deprivation adalah gangguan pada sel-sel testis yang tak bisa memperbaiki kerusakan.
“Tidur itu seperti tabungan, kalau kita tidak tabung tidur, kita akan kekurangan tidur atau namanya sleep depreviative. Sel-sel yang sudah rusak tak bisa diperbaiki, racun menumpuk, dan akhirnya sperma menjadi jelek," kata Christian.
Penelitian terbaru juga memperlihatkan bahwa pria yang mengalami dua atau lebih peristiwa stres berat dalam satu tahun memiliki motilitas sperma dan morfologi sperma normal yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengalami stres berat.
Stres jangka panjang bukan hanya sekadar gangguan psikologis, ia juga nyata berdampak pada hormon reproduksi dan kualitas sperma pria secara keseluruhan. (Antara)