SuaraSumbar.id - Ribuan nelayan di Sumatera Barat (Sumbar) sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Mereka kini melaut dengan perasaan tenang tanpa cemas ancaman kecelakaan kerja yang mengintai setiap waktu.
Lebih dari 7 ribu orang nelayan di Ranah Minang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan hingga November 2024. Mereka tersebar di seluruh wilayah pesisir Sumbar, termasuk di Kota Padang. Preminya dibayarkan oleh pemerintah daerah hingga Pemprov Sumbar.
"Alhamdulillah, sekarang kami kerja di laut bebas cemas," kata seorang nelayan bernama Nursyam Oyong (61), kepada Suara.com di kawasan Pantai Puruih, Kota Padang, Selasa (19/11/2024) pagi.
Wajah nelayan tua itu semringah bercerita tentang BPJS Ketenagakerjaan. Secara pribadi, ia memang belum mendapatkan santunan. Namun, Nursyam sudah sering mendengar beberapa nelayan yang telah menerima manfaat dari asuransi kesehatan tersebut.
Semula, iuran BPJS Ketenagakerjaan Nursyam hanya dibayarkan satu bulan oleh pihak Kecamatan Padang Barat. Ia dapat bantuan setelah mengikuti pelatihan nelayan sekitar Maret 2024. Setelah itu, ia kembali mendapatkan bantuan pembayaran iuran untuk pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) dari Pemkot Padang selama 6 bulan.
"Saya bayar iuran sendiri sebelum dapat lagi yang gratis 6 bulan dari pemerintah. Ini bukti saya betul-betul beryukur jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan ini," katanya.
Sekretaris Kelompok Usaha Bersama (KUB) Warga Nelayan Ombak Puruih itu punya alasan kuat untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, cukup tinggi risiko kecelakaan kerja bagi nelayan perahu tempel yang memancing ikan ke laut seperti dirinya. Apalagi, mereka mencari ikan cukup jauh ke tengah dan cuaca laut sulit diprediksi.
"Saya sudah 46 tahun melaut. Sudah bermacam musibah nelayan saya saksikan. Saya rasa, membayar Rp 16.800 sebulan tidaklah berat sebagai pelindung para pekerja seperti kami," katanya.
Nursyam mengaku akan terus melanjutkan pembayaran iuran secara mandiri jika kelak bantuan dari pemerintah sudah berakhir. "InsyaAllah saya lanjutkan. Manfaatnya sangat besar bagi kami dan keluarga di rumah jika sewaktu-waktu kami dilanda musibah saat bekerja," katanya.
Begitu juga dengan rekannya sesama nelayan, Armizon (60). Dia mengaku juga belum mendapatkan manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan lantaran sejauh ini bekerja dalam keadaan sehat dan tanpa kecelakaan kerja.
"Jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan untungnya banyak. Bayar tak sampai Rp 20 ribu, tapi manfaatnya bisa puluhan juta saat kita tertimpa musibah," katanya.
Meski begitu, anggota Kelompok Nelayan Kasiak Angek Purus (KNKAP) itu tidak berharap mengalami kecelakaan kerja hanya demi uang santunan.
"Tidaklah. Yang penting kita berusaha saja, kalau nanti malang terjadi, alhamdulillah sudah jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan," beber pria yang sudah melaut selama 35 tahun itu.
Penyuluh nelayan di Kecamatan Padang Barat, Ade Winanda mengatakan, sudah seribuan nelayan di Kota Padang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, rata-rata nelayan mulai menyadari manfaat dari jaminan untuk tenaga kerja itu.
"Kami secara maraton terus mengedukasi para nelayan tentang manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Sekarang mereka dibayarkan pemerintah, tentu kami berharap setelah sudah tidak ditanggung, mereka tetap aktif bayar iuran secara mandiri," katanya.
Nelayan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan rata-rata tergabung dalam kelompok nelayan. Di Kecamatan Padang Barat saja sudah tergabung sekitar 13 kelompok.
"Mereka yang didaftarkan nelayan tangkap yang mencari ikan ke tengah dengan perahu," katanya.
Kolaborasi dan Komitmen Pemprov Sumbar Lindungi Insan Pekerja
Jumlah tenaga kerja aktif di Ranah Minang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 lebih dari 2,8 juta orang. Mayoritas pekerja di Sumbar nyatanya belum terlindungi BPJS Ketenagakerjaan.
Dari data BPJS Ketenagakerjaan Padang per Juni 2024, tercatat baru 38,87 persen pekerja di Sumbar yang terlindungi atau setara dengan 739.589 orang. Rinciannya, 532.924 pekerja Penerima Upah (PU) atau formal dan 206.665 orang pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) atau informal.
BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya membangun kolaborasi dengan pemerintah daerah dan provinsi untuk mewujudkan asuransi keselamatan kerja bagi pekerja di Ranah Minang. Bahkan, lahir pula Instruksi Gubernur Nomor 5 Tahun 2021 yang menargetkan 1 juta peserta BPJS Ketenagakerjaan hingga 2025. Kebijakan ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021.
Pemprov Sumbar berkomitmen dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir laut, terutama nelayan miskin dan rentan. Sedikitnya, lebih dari 7.000 nelayan telah didaftarkan pemerintah daerah sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sejak 2023 lalu.
Nelayan diberi gratis untuk iuran tahun pertama. Semua biaya itu ditanggung Pemprov Sumbar melalui APBD. Fakta itu disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Reti Wafda.
Menurutnya, program perlindungan BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya ditujukan untuk nelayan yang melaut, tetapi juga nelayan yang bekerja di danau.
"Profesi nelayan memiliki risiko kerja tinggi. Program ini mencakup perlindungan kecelakaan kerja dan kematian agar mereka bisa bekerja dengan lebih tenang,” ujar Reti ketika menggelar sosialisasi dengan 300 nelayan di Sungai Limau, Padang Pariaman, Kamis (14/11/2024) lalu.
Menurut Reti, BPJS Ketenagakerjaan untuk nelayan di Ranah Minang telah berjalan sejak 2023. Hingga November 2024, sebanyak 7.109 nelayan sudah terdaftar. Rinciannya, 4.109 orang nelayan di 2023 dan 3.000 orang di 2024.
Tahun ini, pesertanya berasal dari 8 kabupaten dan kota di Sumbar, termasuk Pasaman Barat (1.242 orang), Pesisir Selatan (892 orang), dan Padang Pariaman (300 orang).
“Iuran Rp 16.800 per orang per bulan dibayarkan Pemprov selama setahun. Setelah itu, nelayan diharapkan membayar secara mandiri dari pendapatan mereka,” katanya.
Tahun 2024, total anggaran yang dialokasikan Pemprov untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan nelayan mencapai Rp 453,6 juta. Program ini berlandaskan Peraturan Daerah (Perda) Sumbar Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan nelayan dari risiko kerja, seperti kecelakaan dan kematian.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Padang, Muhammad Syahrul, mengapresiasi langkah Pemprov Sumbar yang membiayai iuran tahun pertama melalui APBD untuk ribuan nelayan. Menurutnya, program ini memungkinkan nelayan memperoleh santunan kecelakaan kerja hingga biaya pengobatan penuh dan santunan kematian bagi ahli waris sebesar Rp 42 juta.
“Tidak banyak daerah yang melaksanakan perlindungan seperti ini. Dengan iuran ditanggung Pemprov tahun pertama, nelayan sangat diuntungkan,” katanya kepada Suara.com, beberapa waktu lalu.
Menurut Syahrul, nelayan hanya perlu membayar iuran bulanan tanpa khawatir tunggakan untuk melanjutkan kepesertaannya.
“Nelayan yang menunggak tidak diwajibkan melunasi bulan sebelumnya, cukup membayar iuran bulan berjalan. Tapi, jika tidak aktif dan terjadi kecelakaan, manfaat tidak bisa diklaim," katanya.
Program BPJS Ketenagakerjaan untuk nelayan Sumbar telah terbukti memberikan manfaat nyata. Sepanjang 2023, BPJS Ketenagakerjaan telah mencairkan dua santunan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar Rp 7,2 juta untuk seorang nelayan di Pesisir Selatan dan Rp 2,8 juta untuk nelayan di Kabupaten Agam. Selain itu, terdapat tujuh klaim Jaminan Kematian (JKM) senilai Rp 294 juta untuk nelayan di Pasaman Barat, Agam, Mentawai, dan beberapa daerah lainnya.
"Jadikan ini sebagai kebutuhan, bukan sekadar kewajiban. Manfaatnya akan terasa ketika terjadi kecelakaan dan musibah kerja lainnya,” katanya.
Menurut Syahrul, BPJS Ketenagakerjaan akan terus berkomitmen memberikan perlindungan bagi pekerja di Indonesia, khususnya di Ranah Minang. Pihaknya menargetkan universal coverage atau cakupan kepesertaan 100 persen untuk seluruh pekerja, baik formal maupun informal.
BPJS Ketenagakerjaan juga akan terus aktif menggelar sosialisasi tentang manfaat perlindungan terhadap risiko kecelakaan kerja, kematian, hari tua, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hingga kehilangan pekerjaan. Dengan terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, pekerja bisa menjalani aktivitas dengan tenang, sesuai dengan tagline "Kerja Keras Bebas Cemas".
"Kami berharap dapat menjangkau lebih banyak pekerja di Ranah Minang dan memastikan mereka mendapatkan perlindungan yang layak. Dukungan pemerintah daerah tentu sangat penting dalam kolaborasi ini," tuturnya.